Bab 2 - Aku Milikmu

1.6K 66 13
                                    


Author: Ini versi revisi. maaf sebelumnya, jadi harus baca ulang lagi dengan alur berubah.

***

Morgan dan Margaret pergi ke sekolah dengan diantar supir pribadi, sementara orang tua mereka sibuk bekerja untuk perusahaan. Mereka turun di depan lingkungan sekolah terbaik kota London. Beberapa sapaan hangat menyapa pada pasangan saudara itu, membuktikan popularitas mereka di sekolah.

Morgan dan Margaret bagaikan primadona. Jika Morgan dianggap paling tampan dan manis di sekolah, sehingga digandrungi para gadis seusianya, maka kecantikan Margaret yang paling memesona di mata para lelaki di sekolah. Tetapi keduanya memiliki perbedaan yang agak mencolok, yaitu di mana Morgan cukup pandai dalam akademik yang dibuktikan dengan namanya selalu peringkat teratas, sedangkan Margaret berkebalikannya, biasa saja nyaris tanpa prestasi.

Ketika mereka berhenti di loker lalu membukanya, Morgan terbengong melihat isi lokernya. Tampak sudah dipenuhi dengan surat cinta. Morgan menghela napas sabar, sementara Margaret menjulurkan kepalanya kepo dari samping untuk melihat ke loker kakaknya. "Wah rupanya kakak seperti biasa ya, selalu dapat surat cinta setiap hari valentine. Kali ini ada berapa surat ini?" Margaret mencolek pipi kakaknya sambil tersenyum jahil, kemudian ia melenggang pergi membawa beberapa buku ke kelas.

Margaret duduk di bangkunya barisan belakang, dekat jendela. Dia langsung didekati dua gadis yang mengelilinginya dengan semangat pada ekspresi mereka. "Apa kau dapat ajakan kencan hari ini? Kudengar ada seseorang yang menyukaimu." Gadis bernama Lua mulai bergosip. Ia gadis yang juga cantik dengan rambut pirang berkilau dan mata biru, tentu tak kalah populer dari Margaret.

"Oh iya tadi ada yang mencarimu, sepertinya dia seangkatan dengan kita." Ribella menambahkan. Dia satu-satunya murid asal Rusia yang bersekolah di sini. Rambut hitam lebatnya dan blue eye ini masih memiliki hubungan kerabat dengan Lua. Pertemanan mereka yang akrab membuat ketiganya terlihat seperti circle gadis paling populer.

"Siapa?" Tanya Margaret agak kaget.

"Nanti juga di ke sini lagi. Lupakan saja. Apa kau sudah cek laci mejamu?" Ujar Ribella.

"Laciku?" Gumam Margaret lalu mengecek laci mejanya, dan ia mendapatkan beberapa batang cokelat.

"Apa kau tidak mendapat surat cinta satu pun dari laki-laki selain cokelat?"

"Entahlah, tidak ada kurasa." Margaret sudah biasa mendapat pengakuan cinta. Dia terkesan acuh tak acuh dengan hari valentine.

  "Bagaimana dengan kalian? Apa kalian dapat cokelat atau mungkin pacar?" Sebagai teman dekat sejak tahun pertama, Margaret tahu kalau kedua gadis itu meskipun cantik tapi tidak punya pacar sama sekali.

"Aku tidak diizinkan kakakku," ujar Ribella dengan nada sedih.

"Aku juga tidak diperbolehkan oleh pamanku." Lua ternyata senasib.

 "Tapi kalian bisa melakukannya tanpa sepengetahuan mereka kan?" tanya Margaret.

"Sepertinya aku hanya tidak berminat memacari siapapun." Ribella mengangkat bahunya. "Kalau aku jatuh cinta pada seseorang di sini, sudah pasti aku bisa menjalin hubungan tanpa diketahui kakakku."

"Itu benar. Aku juga begitu." Lua menambahkan dengan anggukan kepala. Margaret menghela napas melihat mereka berdua.

"Ya sudah, apa kalian mau cokelat-cokelat ini?" tawarnya. Namun dibalas penolakan halus mereka, sebab mereka sudah mendapatkan cokelat juga.

"Margaret, bisakah istirahat nanti temui aku di lapangan?" Seorang pemuda bernama Ronald menghampiri geng gadis itu. Margaret mengangguk saja.

"Baiklah. Memangnya ada apa?"

Ronald hanya tersenyum tipis. "Kau akan tahu nanti."

 Jam belajar dimulai. Seorang guru masuk bersama gadis cantik di belakangnya. Dia memperkenalkan gadis itu sebagai murid baru yang bernama Jessica. Lalu menyuruhnya untuk segera duduk.

Kebetulan meja kosong hanya berada di samping Margaret. Sehingga gadis itu duduk di sana dan menjadi teman baru bagi Margaret yang menyapanya ramah.

***

Ketika waktunya jam istirahat, Margaret tidak lupa dengan ajakan Ronald, teman sekelasnya. Dia pergi sendirian menuju lapangan. Di sana sudah ada Ronald menunggu di tengah lapangan basket yang kosong.

"Ronald, ada apa?" tegur Margaret.

Ronald menggaruk kepalanya dan terlihat canggung. Margaret menatapnya curiga. Lalu pemuda itu memberikan buket bunga mawar padanya dari balik punggung. "Ini untukmu. Aku menyukaimu. Apa kau mau jadi pacarku?" Pengakuan cinta Ronald di luar ekspektasi Margaret. Seketika saja mereka menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitar yang berkumpul.

"Ronald... Aku tidak menyangka kau sama seperti anak laki-laki lain," kata Margaret meringis canggung juga. Dua tahun bersekolah di sini, sudah ada lima pemuda yang pernah mengakui perasaan mereka secara langsung. 

Tapi kebanyakan dari mereka berasal dari kelas lain, bahkan kakak kelas atau pun adik kelas. Margaret belum pernah mendapatkan pengakuan cinta dari teman seangkatan, terlebih pemuda itu adalah teman sekelas yang akan selalu bertemu setiap hari.

"Aku sudah cukup lama memendam perasaan ini, Margaret. Aku pikir hari valentine ini adalah momen yang tepat untuk mengungkapkan rasaku padamu," ujar Ronald dengan wajah memerah, menahan malu, tapi ia acuh pada orang-orang yang menonton mereka. Bahkan di antara mereka ada dua teman Margaret yang juga terpengarah melihat teman sekelas mereka.

"Wait..." Seseorang datang dan tiba-tiba berdiri melindungi Margaret. Sehingga Ronald tidak lagi berhadapan dengan gadis itu, melainkan dengan kakaknya. Tatapan angkuh Morgan seakan ingin mengintimidasi Ronald.

 "Apa kau tidak terlalu buru-buru, bung?" Morgan memasukkan satu tangannya ke dalam saku celana. Gesturnya menunjukkan perlawanan pada Ronald, sekaligus membentengi Margaret.

"Aku yakin tidak," sahut Ronald. Dia tak gentar di hadapan Morgan, meski tahu track record lelaki itu yang merupakan pawang Margaret. Ronald juga pernah mendengar kalau setiap lelaki yang mendekati gadis itu, akan berakhir trauma oleh Morgan.

"Kau cukup berani," puji Morgan dengan mencibir. "Tapi sayang sekali, kau tidak akan bisa mendapatkan Margaret dariku." Ronald langsung tidak direstui. Kemudian Morgan menarik tangan Margaret untuk pergi dari tempat ini.

 "Tunggu! Aku belum mendengar jawabanmu, Margaret!" seru Ronald. Di tangan kanannya masih menggenggam buket bunga mawar.

Margaret berhenti, begitu juga dengan Morgan. Mereka menatap Ronald. "Maaf, Ronald, kita hanya cocok menjadi teman," pungkas Margaret tegas.

Morgan tersenyum miring, lalu mereka pergi bergandengan tangan, sedangkan Ronald terdiam mematung dengan perasaan kecewa yang sudah ia prediksi akan ditolak. Ronald menarik napas sabar.

"Tapi ini bukan akhir," gumamnya sambil tanpa sadar meremas buket bunga.

Sementara pasangan saudara itu berada di rooftop sekolah dan terlihat sepi. Morgan memberikan kotak makan siang pada adiknya. "Makan di sini sampai bel bunyi," kata Morgan.

Margaret menerima lalu mereka duduk bersisian sambil memandang jauh ke depan. "Kakak dapat berapa banyak pengakuan cinta hari ini?" Margaret membuka topik.

 "Nothing. Itu tidak penting," jawab Morgan.

"Lalu yang penting bagi kakak, apa?"

"Dirimu."

"Aku? Kenapa aku?"

"Kau yang berharga. Kau yang kucintai," akui Morgan saat memilah makanan dengan sendok. Dia memisahkan wortel dari makanannya.

"Terima kasih, kakak." Margaret tersanjung. Dia tahu dirinya sangat dicintai kakaknya. "Berhubung hari ini hari kasih sayang, aku ingin kita menghabiskan waktu lebih banyak hari ini."

"Kenapa hari ini? Bukankah kau bisa menghabiskan waktuku kapan pun?" Morgan memegang pipi adiknya. Sorot matanya selalu melembut menatap gadis itu. "Margaret, aku milikmu."

*** 

Cinta Tabu Si KembarWhere stories live. Discover now