Bab 3 - Jangan Sentuh!

1K 47 2
                                    

Margaret senyum-senyum sendiri membaca surat cinta sambil makan cokelat batang di rumah. Langit sudah malam terlihat dari jendela kamar, sementara Morgan belum pulang dari kelas lesnya. Namun tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan kemunculan tangan lain yang menyambar suratnya. Margaret mendongak.

"Kakak?" Dia sedikit terkejut melihat Morgan sudah pulang, tanpa mendengar suara pintu kamar yang dibuka.

"Surat apa ini?" Morgan memeriksa, wajahnya mengerut masam.

"Surat cinta dari beberapa anak laki-laki. Di antaranya adik kelas yang imut-imut," ujar Margaret. Surat cinta yang ia dapatkan tidak lebih banyak dari sang kakak. Margaret hanya mendapat beberapa saja yang bisa dihitung jari, namun gadis mana yang sering dapat surat cinta kalau bukan dirinya yang tetap menjadi terpopuler di sekolah.

"Begitu juga dengan cokelat-cokelat itu?" Morgan melirik sinis, dibalas anggukan polos Margaret. Seketika Morgan meremas surat di tangannya. Dia mengambil semua surat cinta dari meja belajar Margaret lalu membawanya keluar.

Margaret terkejut lantas menyusulnya. "Kakak! Kau mau bawa kemana surat itu! Aku belum selesai membacanya!" Seruan Margaret mengentikan langkah Morgan di ruang tengah.

"Aku akan membakarnya bersama cokelat-cokelat itu!" Tanpa ragu lagi ia melemparkan surat cinta tersebut ke perapian di ruang tengah. Dalam sekejap kertas-kertasnya melebur dibakar api.

"Kenapa dibakar? Aku ingin tahu isinya..." Margaret manyun.

"Untuk apa kau ingin tahu? Berniat menerima cinta mereka?" tebak Morgan. Suaranya stabil tapi ekspresinya mencerminkan kecemburuan yang jelas.

Margaret menghela napas. "Tidak, aku hanya sedang bosan karena menunggumu pulang."

Morgan lalu melangkah maju. Dia menatap lamat ke mata Margaret. "Harusnya kau mengirimkan pesan padaku agar aku cepat pulang." Mendadak suaranya berubah lembut dengan intonasi deep voicenya.

"Aku tidak bisa mengganggu kakak yang sedang belajar. Bukankah tidak lama lagi akan ada ujian masuk universitas? Kuharap kakak fokus belajar saja."

"Itu hal yang mudah, Margaret." Morgan pandai, ia tidak memerlukan belajar ekstra. Namun karena di les kan oleh orang tuanya, maka dengan menghormatinya ia mengikuti kelas tambahan sepulang sekolah.

"Tapi jika kau ingin aku cepat pulang, maka aku akan pulang saat itu juga. Jangan ragu untuk mengatakannya padaku," ucap Morgan membelai wajah Margaret, kemudian tangannya berpindah ke bibir bawah gadis itu dan mengusap jejak cokelat yang tertinggal.

Bibir Margaret agak tebal, lelaki mana pun akan tergoda ketika melihatnya. Hal tersebut pun berlaku bagi Morgan yang diam-diam menahan diri. Ibu jarinya masih menempel di bibir Margaret, merasakan kenyal dan lembut, membuat Morgan penasaran bagaimana rasanya jika mencium bibir adiknya.

"Kak Morgan... Apa kau menerima pernyataan cinta dari para gadis hari ini?" Margaret membuyarkan lamunan kakaknya. Morgan berkedip cepat dan kembali pada kesadaran normalnya yang terkendali.

"Beberapa berani menyatakannya padaku." Morgan menurunkan tangannya dari wajah Margaret. Dia berjalan ke kamar.

 Margaret menyusul dari belakang. "Lalu, apa kau menerimanya?" tanya Margaret, cukup penasaran sebab selama hidup bersama kakaknya, ia belum pernah melihat Morgan berpacaran di sekolah, di mana sekolah mereka selalu satu gedung sejak kecil.

"Tidak ada yang lebih menarik," ujar Morgan masuk ke kamar, lalu Margaret di belakang menutup pintu.

"Benarkah? Aku yakin mereka yang menyukaimu itu gadis-gadis cantik. Apa kau tidak ingin memacari salah satunya?" Margaret terus bertanya.

Cinta Tabu Si KembarWo Geschichten leben. Entdecke jetzt