Bab 15 - Sekolah

335 25 3
                                    

Author: guys, kok paragraf cerita ini renggang2 ya? Padahal sebelum author update udah pada rapi. Huhu.

***

Morgan berjongkok di bawah kaki Margaret yang duduk di tepi ranjang, ia mengganti perban kaki adiknya secara rutin. Sekarang masih pagi, dan Morgan sudah siap untuk pergi ke sekolah. Margaret merasa akan kesepian jika ditinggal sendirian di rumah tanpa melakukan apapun.

"Aku ikut ke sekolah," celetuk Margaret. Morgan mendongak, heran dengan ucapan tersebut.

"Dengan kondisi kakimu yang belum bisa berjalan? Apa kau yakin?" tanya Morgan meragukan kemampuan jalan Margaret.

"Kakiku sudah lebih baik. Lagipula aku bisa berjalan dengan bantuan kruk. Aku tak ingin ketinggalan banyak pelajaran hanya karena kakiku belum benar-benar pulih." Itu hanya alasan agar ia bisa keluar dari sepinya suasana rumah dan bertemu dengan teman-temannya di sekolah.

"Baiklah, tapi berhati-hati saat menaiki tangga," ujar Morgan menyetujui.

"Kan ada kau yang akan membantuku?" Margaret menyengir.

"Baik. Aku akan memastikan kau tidak terluka lagi selama di sekolah." Morgan bangun. Pindah ke meja belajar, ia memasukkan buku tulisnya ke dalam tas.

Keduanya pamit pada ayah yang tampak stress di sofa. Entahlah, mereka tidak tahu permasalahan apa sampai membuat ayah kucal begitu. Tapi kemungkinan karena ibu mereka belum bisa pulang ke rumah. Bagaimana pun, kewajiban Margaret dan Morgan adalah fokus sekolah.

Mereka pergi dengan diantar supir pribadi. Ketika mobil berhenti di sekolah, Morgan keluar lebih dulu lalu membuka pintu di sebelah Margaret. Dia mengulurkan tangannya untuk membantu adik melangkah turun.

Margaret menggenggam uluran tangan Morgan kemudian melangkah hati-hati seraya menekan kruknya ke tanah. Kemudian mereka berdua berjalan perlahan memasuki halaman sekolah.

Langkah Margaret tidak bisa normal seperti biasa, tapi Morgan tidak mendahuluinya dengan tetap berjalan lambat di sisi gadis itu. Tiba-tiba bel masuk berbunyi. Para siswa berlarian tergesa-gesa hingga menyenggol pundak Margaret dengan acuh. Seketika gadis itu terhuyung ke depan nyaris jatuh, namun tangan Morgan cekatan menahan lengannya.

Margaret kaget tapi kemudian merasa lega karena bantuan sang kakak di samping. "Terima kasih," ujar Margaret.

"Sebaiknya kau duluan saja, sebentar lagi kelas dimulai. Aku tak mau kau terlambat masuk karena aku," kata Margaret menambahkan, merasa agak kasihan pada Morgan jadi direpotkan.

"Bagaimana mungkin aku meninggalkan adikku kesusahan. Sudah kubilang kan, kau tanggung jawabku," tegas Morgan, kemudian secara tiba-tiba dia mengangkat Margaret ala pengantin. Berjalan menggendongnya di sepanjang koridor kelas yang dilalui banyak orang.

Semua mata memandang ke arah mereka dengan takjub. Begitu Morgan masuk ke kelas adik, pandangan mereka memelotot dengan mulut terbuka, mengikuti arah Morgan berjalan ke meja Margaret lalu mendudukkan adiknya di sana dengan hati-hati.

"Jika terjadi sesuatu, beritahu aku," pesan Morgan, mengacak-acak rambut Margaret lalu melenggang pergi, mengabaikan tatapan seisi kelas padanya. Teman-teman perempuan hampir akan menyerbu gadis itu, tetapi tertahan ketika guru masuk dan kelas pun dimulai.

Sebagai gantinya, mereka mendatangi meja Margaret tepat setelah bel istirahat berbunyi. Margaret dikerubungi teman-temannya yang penasaran. Sebagian dari mereka menanyakan keadaannya, sebagian lagi berkomentar iri pada sikap manis Morgan tadi.

"Aku tak pernah digendong seperti itu oleh kakakku. Kami sering bertengkar setiap hari. Itu mengesalkan!"

"Margaret, apa kakakmu memang semanis itu padamu?" celetuk teman perempuan.

"Selama menjadi temanmu, aku tidak pernah melihat kalian bertengkar. Apa hubungan kalian selalu harmonis? Beritahu aku rahasianya."

"Margaret, kakakmu itu tipe boyfriend-able sekali. Kalau saja aku tidak tahu kalian itu saudara, mungkin aku akan mengira kalian pasangan kekasih."

"Ekehm! Permisi, apa kalian tidak lapar?" Lua masuk dalam lingkaran itu, mengusir mereka secara halus. Dan caranya berhasil ketika mereka terpengaruh kata-kata lapar, bubar dari kelas. Sehingga sekarang hanya ada Lua serta dua gadis lain di depan Margaret.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Jessica, matanya melihat sekilas ke arah kaki Margaret. Satu kakinya tampak diperban sampai membawa kruk ke sekolah.

"Ini sudah lebih baik. Dalam beberapa hari ke depan aku akan berjalan normal lagi," jawab Margaret tersenyum ceria.

"Apa kau mau makan? Kita bawakan makanan ke sini, bagaimana?" tawar Lua.

"Kita makan siang bersama di sini," tambah Ribella. Mereka semua mengangguk semangat. Tapi Margaret berusaha menolak halus atas usulan baik hati tersebut.

"Kau tetap di sini sampai kami kembali dari kantin. Kau mau makan apa? Nanti aku beli kan," kata Jessica.

"Kalau begitu sama kan saja dengan kalian," jawab Margaret.

Mereka lantas keluar kelas, sementara Margaret hanya duduk sendirian di kelas yang sepi.

"Margaret." Ronald menghampiri. "Aku turut prihatin dengan kondisimu saat ini. Maaf aku tidak sempat menjengukmu selama absen dari sekolah karena kakakmu melarang."

Entah, secara otomatis saja, setiap kali melihat wajah Ronald, memori Margaret kembali teringat dengan adegan di perpustakaan. Lebih kesal lagi setelah sadar bahwa lelaki itu tidak pernah mengucapkan kata maaf. Margaret sontak berpaling ke jendela, bersikap abai dengan muka cemberut.

"Margaret?" Ronald terheran melihat sikap Margaret berubah tiba-tiba. "Apa kau marah karena aku tidak menjengukmu?"

Konyol. Konyol sekali prasangka tersebut. Nyaris membuat Margaret tertawa mencela. Ronald terlalu percaya diri. Apakah tinjuan Morgan hari itu membuat Ronald memiliki kepribadian ganda, mungkin? Margaret menghela napas acuh memikirkan hal itu.

"Dia tidak menginginkanmu," ucap Morgan yang muncul dari arah belakang. Ronald menengok dan mendengus jengah saat lagi-lagi harus bertemu dengan lelaki itu.

"Seingatku, kelasmu bukan di sini," cibir Ronald.

"Dan ini kelas adikku. Minggir!" Morgan menggeser tubuh Ronald ke samping, kemudian ia duduk di hadapan Margaret.

Ini bukan kesempatan yang bagus untuk mendekati Margaret. Maka Ronald memutuskan untuk pergi dari kelas, meskipun perasaannya jengkel terhadap Morgan yang begitu posesif.

"Apa dia masih berani mendekatimu?" tanya Morgan, lalu melirik tajam ke arah pintu tempat Ronald berjalan keluar. "Sungguh tidak tahu malu," geram Morgan.

***

Author: di wattpad kalian paragraf cerita ini renggang jauh ga? Udah bolak-balik benerin tetep aja ga berubah huhu capek.


Cinta Tabu Si KembarWhere stories live. Discover now