39- just a shit promises

2.7K 155 2
                                    

Setelah percakapan yang cukup panjang itu, akhirnya Sean menaiki motornya dan memasang helmnya. Ia menoleh terlebih dahulu ke arah Renanda yang juga sedang menatapnya, tidak lama Sean kembali membuang tatapan itu dan menyalakan motornya lalu pergi begitu saja meninggalkan Renanda yang tidak tahu harus bagaimana setelah ini. Dengan gerakan cepat Renanda mendekat ke arah Angkasa, "Lo mabok apa gimana sih?" Tanya Renanda dengan emosi yang sudah di ubun-ubun.

Angkasa mengerutkan keningnya bingung, "Maaksud lo apa?"

"Gue yang harusnya nanya gitu! Maksud lo apa sih Sa?! Ngerasa paling baik daripada Sean, ngerasa kalo Sean yang salah karena gue baru pulang jam segini."

"Dan gue tanya, kenapa lo tiba tiba ngelakuin hal bego kaya gini?! Hah?!" lanjut Renanda

"Bukan ini yang lo mau Re?"

"Setelah adanya Sean, iya?!"

"Jangan brengsek! Lo datang disaat gue udah jatuh cinta sama orang lain," lanjut Renanda.

"Gue baru sadar Re,"

"Gue benci sama lo!". Renanda lalu berbalik dan melangkahkan kakinya pergi menghindari Angkasa.

"Re! Lo ko nyerah saat gue jatuh cinta sama lo?" Teriak Angkasa yang berhasil membuat langkah Renanda terdiam, hatinya meminta untuk berbalik dan memeluk kesempatan namun tubuhnya tidak mau berbalik karena pikirannya menunjukan bahwa ia akan memeluk sumber kesakitan.

"Gue gak peduli!" Ucap Renanda lalu benar benar pergi meninggalkan Angkasa.

Angkasa kini membulatkan matanya, hatinya sedari tadi merasakan ketakutan yang ternyata benar terjadi. Setelah ia melihat kejadian dimana Sean memeluk Renanda di balkon, pikirannya kacau hatinya juga teriris karena baru menyadari bahwa disisi lain Angkasa juga tidak bisa jauh dari Renanda, lebih tepatnya tidak bisa jauh dari perhatian yang diberikannya.

Tubuhnya masih mematung dengan tatapan kosong karena merasa terlambat untuk menyadari bahwa dirinya kehilangan sesuatu yang menjadi kebiasaannya, kebiasaan ketika ia di ganggu oleh Renanda. Tidak mau tetap dalam keadaan yang hampir menyesal, Angkasa langsung melangkahkan kakinya berniat untuk menyusul Renanda.

Lift yang ia naiki tadi kini sudah sampai di lantai yang ia tuju, Angkasa terlihat tergesa gesa untuk sampai di kamar yang ditempati Renanda.

"Re, buka pintunya. Gue mau ngomong sama lo," ucap Angkasa sambil mencoba membuka kembali pintu yang masih saja terkunci.

"PERGI!"

"Gue bakal disini sampe lo buka pintu."

"GUE BILANG PERGI! GUE GAK PEDULI SAMA SEKALI MAU LO TIDUR KEDINGINAN DISITU SEKALIPUN!"

"Gue janji Re!"

"Dan gue gak peduli Angkasa!"

Angkasa lagi lagi menghela nafasnya mendengar penolakan dari Renanda, ia benar benar kaget karena biasanya Renanda lah yang menghampirinya dan mengganggunya lalu mengatakan dengan tidak malunya bahwa ia suka kepada dirinya, dan juga ia selalu ingin dekat dekatnya tidak seperti ini.

Perlahan Angkasa menyandarkan punggungnya tepat di tembok sebelah sisi pintu kamar Renanda, matanya mulai terpejam begitu mengingat apa saja yang ia katakan kepada Renanda dan apa saja yang sudah ia perbuat kepadanya. Rambut yang ia genggam kini ia tarik karena kebodohan yang telah dilakukannya kemarin.

"Gue cuma bingung gue harus pilih siapa!" Ucap Angkasa.

Disisi lain Renanda yang telah masuk ke kamarnya tengah sibuk mengirimkan pesan kepada Sean setelah sebelumnya tadi sore Sean dan juga dirinya saling menukar nomor telpon, tidak ada balasan setelah ketiga pesan yang ia kirim. Dirinya sedari tadi bolak balik seperti setrikaan yang tetap kusut

"Sean marah sama gue?" Tanya Renanda kepada dirinya sendiri.

Namun ternyata suara nada dering telpon terdengar membuat Renanda cepat cepat menjawab, ia senang sampai hampir saja jatuh dekat dengan sofa.

"Sean!"

"Waalaikum'salam" Sean terdengar terkekeh disana.

"Ih iya lupa! Assalamualaikum Sean."

"Waalaikum'salam, ada apa? Ngirim pesan sampe tiga kali."

"Lo marah?"

"Iya."

"Hah? Gue minta maaf Sean, gue juga gak tau kenapa dia kaya gitu. Gak gue yang nyuruh ko, gue-"

"Gue gak marah sama lo, tapi sama Angkasa."

"Syukurlah, gue kira lo marah sama gue."

"Sampe panik gitu ya,"

"Tapi gue bener bener minta maaf ka-"

"Gapapa re, lo nyampe di kamar kan?"

"Iya ini lagi di kamar,"

"Udah ganti baju?"

"Belum,"

"Belum? Ganti dulu gih, masuk angin nanti baju basah ko dipake pake."

"Iya iya,"

"Kalo udah nanti telpon ya,"

Setelah itu sambungan telpon terputus, Renanda langsung menyimpan ponselnya. Memang sedari tadi dirinya ingin mengganti baju yang basah ini, namun perasaan Sean lebih penting bagi Renanda kali ini. Ia langsung mencari baju yang akan ia pakai setelah itu masuk kedalam kamar mandi, ia tau di kamar tidak ada siapa siapa namun tetap saja ia harus masuk kedalam kamar mandi.

Lima menit kemudian Renanda telah selesai mengganti bajunya dan keluar dengan senyum di wajahnya, entah mengapa kali ini rasanya Renanda diperjuangkan dengan cara yang benar benar manis yang baru ia dapatkan dari seorang Sean. Buah anggur yang ada di atas meja langsung membuatnya tergiur dan memakannya dengan keadaan antusias mengingat bahwa ini adalah pemberian dari Sean.

Namun kembali benda pipih itu berdering dan membuatnya berhenti memasukan anggur kedalam mulutnya, ia terlebih dahulu mengangkat sambungan telponnya dan kembali duduk di sofa sambil memakan anggur.

"Gimana? Udah?" Tanya Sean

"Wudwh,"

"Hah? Udah?"

"Hmm,"

"Minum yang anget anget gih, biar gak masuk angin."

"Hyaaa hnancii,"

"Ngomong apa sih?"

"Iya nanti,"

"Lo lagi apa?"

"Lagi makan anggur,"

"Yaudah sana makan anggur. Abis itu jangan lupa minum terus bersih bersih dulu sebelum tidur, gue tutup telponnya ya?"

"Oke Sean,"

"Good night cantik,"

"Hah?"

"Good night,"

"T-"

"Cantik,"

"Ih Sean, gue maluu."

"Hahaha iya iya, good night. I,"

"I apa?"

"Love,"

"..."

"You, Renanda my Re."

Lalu terdengar tanda sambungan telpon terputus, Renanda yang tengah menggigit bibirnya karena malu dan juga senang, ia kini ingin menjerit sampai sampai ia membuka pintu dan akan mencari Rima untuk mengatakan bahwa cerita mereka sepanjang hari ini benar benar membuatnya jatuh cinta.

Setelah menutup pintu, Renanda tersadar dengan janji Angkasa yang akan menunggunya disini tepat dimana posisinya berada yaitu di luar kamar. Namun setelah menoleh ke kanan dan ke kiri, laki laki itu tidak ada dimanapun tidak menyesuaikan janjinya.

"Just a shit promises," ucap Renanda yang lalu tersenyum sinis bahkan sampai setitik kebencian ada di dalam hatinya.

D R E A M [Completed]Where stories live. Discover now