71. ci + u= um apa ya?

2.6K 110 1
                                    

"gue emang celaka karena lo, tapi itu bukan berarti lo yang salah. Gue punya alasan buat berkorban kaya gini, kalo sekiranya lo jahat dan merugikan gue mana mungkin gue berkorban kan?"

"Iya tapi tetep aja gue yang ngebuat lo kaya gini, apa gue bakal tetep santai seperti gak ada rasa bersalah di hadapan lo?"

"Gue tau apa yang lo pikir, tapi Re gue punya alasan kenapa gue berkorban."

"Alasan? Apa alasan nya?"

"Alasan nya gue gak mau lo terluka, gue mau lo tetep baik baik aja. Maka dari itu jangan pernah ngerasa bersalah, semua ini kemauan gue bukan lo yang minta."

"Tetep aja Sean, pentingnya lo itu gak mencakup diri lo sendiri aja tapi orang orang disekitar lo. Mana bisa ada orang yang seneng liat orang yang disayangnya terluka? Jadi menurut gue kalo gue ngejauh itu wajar Sean."

"Karena papah? Kenapa lo ngga bilang soal itu, kenapa malah gue taunya dari orang lain?"

Renanda menggelengkan kepalanya seraya menghapus air matanya yang kini meluncur tidak tertahan, padahal jika saja lelaki itu tidak menuntut penjelasan lebih Renanda yakin dirinya akan tetap baik baik saja dan bisa menahan air matanya. Tapi kali ini ia tidak yakin karena Sean menampilkan wajah kecewanya, bahkan Sean masih menatapnya dengan tatapan supaya keyakinannnya terhadap Renanda tidak runtuh. Perempuan mana yang akan tetap baik baik saja ketika melihat orang yang dicintainya menatapnya dengan tatapan seperti itu, padahal jauh dilubuk hatinya ia hanya ingin yang terbaik.

"Jangan nangis Re, ntar kalo gue bingung gimana?"

Renanda membuka tangkupan tangan diwajahnya yang tadi ia gunakan untuk menutup wajahnya, matanya hidungnya bahkan wajahnya sendiri terlihat memerah. Sean meraih lalu mengusap tangan Renanda, gadis ini sudah terlalu banyak merasakan kesedihan bahkan sudah seringkali menampakan kesedihannya itu pada Sean.

"Kenapa bingung?"

Ah lucunya gadis Sean ini, masih sempat bertanya dan mengeluarkan suara walau dalam keadaan menangis.

"Bingung gue tuh sebenernya gak Cuma satu, tapi berapa ya.... Lupa euy, bentar itung dulu."

"Ish! Yang bener." Renanda memukul pelan kaki Sean, ia tau lelaki itu dalam keadaan yang tidak sehat. Namun apa yang dilihatnya itu membuat Renanda ingin mencubit perutnya jika tidak ingat bahwa perut Sean ditusuk oleh Putra, tapi wajah tengil Sean membuatnya melampiaskan kekesalan nya walau dengan mencubit lengannya pelan.

"Oh iya baru inget, ada dua. Eh tiga tiga!"

"Tiga tiga sayang adek kaka?" Tanya Renanda dengan candaan yang sama sekali tidak sinkron dengan wajahnya yang terlihat kesal.

"Satu dua tiga sayang semuanya."

"Ih becanda terus!"

Kemuadian Renanda kembali merasakan bahwa dirinya ingin menangis sejadi jadinya, coba saja bayangkan ketika dirinya semenjak putus sampai dengan hari ini ia tidak menangis. Banyak sekali masalah yang menerpanya, namun ia berusaha tegar dan memendam kesedihan itu. Lalu sekarang? Wajar mungkin jika Renanda sampai menangis berlebihan, ia sudah teralu banyak memendam sehingga air matanya juga tidak bisa dibendung.

"Yah yah itu manyun lagi bibirnya mana matanya malah berkaca kaca gitu, jangan nangis lagi Re astaga."

Jika saja Sean baik baik saja, gadis itu sudah ada dalam pelukan nya dan menenangkannya. Namun untuk bergerakpun sulit, badan nya bahkan menolak untuk bergeser sedikit saja.

"Dengerin baik baik, gue mau jelasin. Ya?"

Renanda sepontan mengangguk dan merengek, "Iya tapi jangan becanda lagi Sean." Secara sepontan pula Sean terkekeh dengan wajah menggemaskan dan juga rengekan dari Renanda.

"Yang pertama, gue suka bingung kalo lo nangis gue harus gimana. Seneng atau ikutan sedih, karena satu sisi gue sedih liat lo nangis gini dan senengnya gue tuh kek yang dipercaya kalau gue pantes buat jadi orang yang denger keluh kesah lo, orang yang pantes jadi pelampiasan titik emosi lo, bahkan gue seneng lo ngga sungkan buat nangis di depan gue gini. Trust me Re, gue merasa jadi cowo yang beruntung."

"Eh jangan senyum dulu, masih ada dua lagi yang perlu gue jelasin." lanjut Sean kala melihat Renanda yang tersenyum mendengar penuturan nya.

"Nah yang kedua, gue bingung kalo lo nangis. Kenapa si tetep cantik? Mana gemes banget kalo udah cemberut terus bibir bawah dimaju majuin, coba gue yang kaya gitu. Wuuu langsung badai topan halilintar gledek seketika bergemuruh saking jijiknya, lah lo bukan topan halilintar tapi apa ya yang gemesin? Matahari gak gemesin, apa dong yang gemesin? Gue ya? Oh iya gue gemesin."

"Wah bentar lagi hujan angin topan halilintar geluduk ketawa nih pas denger kalimat Sean gemesin."

Sean tertawa cukup keras saat itu, gadis ini ajaib memang karena masih sempat sempatnya mengatakan sesuatu padahal ia sedang dalam keadaan menangis. Paahnya gadis itu juga bisa bisanya menampilkan wajah tengil kala tadi meledeknya, menggemaskan!

"Udah ih ketawanya, yang ketiga apa?"

"Oh iya yang terakhir ya? Kalo yang terakhir itu sebenernya gak bingung sih, Cuma takutnya lo gak mau. Makanya jangan nangis, gue bingung cara nenangin nya gimana. Opsi gue ada dua." Ucap Sean sambil mengalihkan pandangannya pada jari tangannya, seketika Renanda juga ikut menatap jari tangan Sean.

"Opsi pertama gue bakal peluk lo, ya buat apa sih gue ada di sisi lo kalo gak mampu minjemin bahu buat lo bersandar. Nah opsi kedua nih, gue takutnya lo gak mau karena gue bakal nenangin lo dengan cara ci..."

Lalu Renanda mngalihkan wajahnya kembali ke wajah Sean, karena lelaki itu tiba tiba saja mengalihkan pandangan kearahnya setelah mengatakan 'ci'. Namun Renanda mengerti apa yang akan dikatakan Sean selanjutnya karena lelaki itu sedikit memajukan bibirnya sebagai alih alih bahwa ia tengah mengucapkan kata 'u'. Renanda jelas melotot dan malu, ia kembali memukul pelan kaki Sean.

"Ih ko di pukul?"

"Mau bilang apa tadi? Lanjut ngomongnya, ci apa hah?"

"Ish galak ya mbanya."

"Sean jangan becanda!"

"Gue bakal nenangin lo dengan cintain lo selamanya Renanda, ada yang salah sama kalimat gue?"

Renanda tersipu, "Tapi tadi gak gitu."

"Maunya gimana?"

"Gimana apanya?"

Sean menggeleng lalu tersenyum kearah Renanda, "Maafin papah ya Re, dia emang gitu suka nakal terus suka becanda berlebihan."

"Gapapa ko, wajar kalo Papah Raynald kaya gitu."

"Tapi tau gak hal yang gak wajar dari papah sekarang apa?"

"Apa?"

Sean mengalihkan pandangannya kearah jendela begitupun Renanda, "Pah! Jangan nakal ya masa papah nguping."

Seketika pintu ruangan terbuka dan menampilkan wajah Raynald yang cengengesan persis mirip dengan Sean, "Papah gak nguping, hanya memastikan."

"Memastikan apanya?"

"Memastikan kalo Renanda udah belum ngobrolnya, kan kalo udah papah tinggal buka pintu abis itu nganterin Renanda pulang."

Sean hanya menatap Raynald datar, papahnya ini benar benar membuatnya geleng geleng kepala karena kelakuannya yang tidak sesuai dengan umurnya. Walaupun begitu tetap saja menurut Renanda, Raynald ini merupakan seorang Papah yang baik, tegas, dan satu lagi, setia.

D R E A M [Completed]Where stories live. Discover now