40- Kelabilan lelaki.

2.9K 155 2
                                    

Renanda menoleh kembali ke arah kanan dan melihat Rima disana sedang bersama Rama yang baru saja keluar dari lift.

"Rim, sini." Ucap Renanda.

Rima langsung berlarian menghampiri Renanda, keduanya langsung masuk ke kamar dan meninggalkan Rama yang kali ini sedang menggeleng gelengkan kepalanya karena kelakuan Rima. Setelah itu Rama langsung masuk ke dalam kamarnya dengan senyum yang mengembang, namun beberapa detik kemudian senyum Rama menghilang melihat Angkasa yang terlihat murung dengan tangan yang memerah.

"Sa, lo kenapa?"

"Bener apa yang lo bilang,"

"Yang mana?" Tanya Rama tidak mengerti karena banyak sekali yang ia bilang kepada Angkasa.

"Tentang gue yang seharusnya mulai nerima Renanda, gue terlambat."

Rama mengangguk mengerti, langkahnya mendekati Angkasa dan duduk di sebelah kanannya.

"Belum terlambat Sa,"

"Dia udah berpaling, di celah mana biar gue bisa dapetin dia lagi?"

"Dia gak akan bisa hapus perasaannya gitu aja Sa, apalagi sama si Sean yang baru datang."

"..."

"Lo tau? Semalem gebetan gue tiba tiba ngechat, padahal gue udah mau lupain dia dengan cara pacaran sama Rima. Tapi apa? Gue tetep aja bales chat dia karena yang gue rasain itu perasaan suka gue lebih gede ke dia daripada ke si Rima."

"Dan itu juga yang bakal si Rere rasain kalo lo selalu ada, c'mon Sa jangan diem disini, seharusnya lo buktiin kalo lo bener bener mulai suka sama dia bukan cuma gak mau kehilangan perhatiannya aja." Lanjut Rama.

"Lo brengsek," ucap Angkasa setelah mendengar perkataan Rama tentang hatinya yang masih labil.

"Gue tau gue brengsek, tapi perasaan mana bisa di bohongin?"

"Sekarang gue yang bilang hal penting sama lo,"

"Apa?"

"Hargain si Rima, selagi ada. Dia percaya sama lo yang hatinya entah kesiapa, dia suka sama lo yang suka sama yang lain, dia ngerasa dia milik lo padahal disisi lain lo ngegenggam perasaan orang lain. Kalo Rima ngelakuin hal yang lo lakuin, lo mau apa?"

"Gue bakal cari tau siapa laki laki itu, kalo perlu gue pukulin."

"Egois,"

"Lah?"

"Lo harus tau, perempuan gak akan mungkin ngedatengin dan mukulin cewe gebetan lo itu. Dia paling ngelepas lo dan milih buat mundur, abis itu dia benci ke gebetan lo."

"Dalam diam," lanjut Angkasa.

"..."

"Perempuan itu ngga pake emosi, tapi pake hati. Karena apa? Yang terpenting dalam sebuah hubungan, bagi seorang perempuan itu adalah kebahagiaan pasangannya."

"Terus?"

"Nah makanya dia milih buat mundur dan ngelepas pasangannya, setelah itu mereka bakal melakukan suatu yang mengerikan."

Rama menoleh dan menunggu apa yang dikatakannya.

"Lo pengen tau?" Tanya Angkasa

"Iya! Cepetan, apa yang mereka lakuin?"

"Nyerahin semuanya biar karma yang ngebales semua kesakitan yang dirasain mereka."

"Merinding anjir!"

...

4.02 AM.

Renanda yang baru saja bangun kini masih di tempat tidur dengan keadaan duduk menyila, handphonenya semalam berada di dekat bantalnya karena memang ia selalu susah tidur jika tidak mendengarkan lagu terlebih dahulu. Bukan, bukan lebay atau alay namun itu sudah menjadi kebiasaan. Seperti misalnya seseorang yang sering memakai guling ketika tidur dan tiba tiba suatu saat guling itu hilang, jadi bagaimana? Semua orang tidak benar benar sama.

Semalaman lagu terus mengalun sampai membuat baterainya habis, Renanda lalu men-charge terlebih dahulu handphone-nya setelah itu ia pergi ke kamar mandi untuk membasuh mukanya. Tidak lama, ia kembali lagi menghampiri benda pipih itu dan menyalakannya, "Astagfirullah," ucap Renanda tiba tiba.

Ia lalu kembali menyimpan handphonenya itu diatas nakas, dengan cepat Renanda menghampiri pintu dan memutar kunci untuk membuka pintu. Ternyata benar dengan pesan yang diterimanya, orang itu disana dengan punggung yang ia sandarkan di tembok juga kepala yang bertumpu pada lipatan tangan yang ia simpan diatas kakinya yang menekuk. Renanda bingung, apakah lelaki itu tertidur seperti apa yang ada didalam pesan terakhir yang ia kirimkan.

"Sean."

Tubuh itu masih dalam posisinya, belum ada pergerakan sama sekali kecuali bahunya yang menandakan ia sedang bernafas dengan teratur.

"Sean, lo tidur?" Tanya Renanda yang kali ini membuat pergerakan di kepalanya, ia menoleh dan menatap Renanda terus menerus sebelum nyawanya benar benar terkumpul.

"Baru bangun?" Tanya Sean

Renanda mengangguk, "Yaudah masuk."

Sean mengangguk lalu berdiri, namun matanya sepertinya baru mendapatkan cahaya jadinya ia harus terdiam sejenak karena pusing tiba tiba melandanya.

"Sean, kenapa?"

"Gapapa, bentar Re nyawa gue belum kumpul."

Sean kaget karena tangannya yang sebelah kanan itu kini terasa bergerak, bukan karenanya melainkan karena sebuah tangan berwarna kuning langsat itu. Mata Sean langsung menelusuri telapak tangan menuju pergelangan dan berhenti kepada tubuh yang ia kenal, perlu ia yakini lagi itu adalah tangan Renanda.

"Ayo masuk dulu, biar di dalem lo bisa netralisir rasa pusing lo itu." Ucap Renanda.

Sean mengangguk dengan Renanda yang menggenggam tangannya sambil berjalan pelan layaknya Sean akan pingsan saat itu juga, keduanya lalu duduk di sofa dengan Sean yang masih merasakan pusing di kepalanya. Kalian pasti tau rasanya ketika baru saja tidur langsung dibangunkan dan juga langsung berdiri dengan cahaya yang menerobos ke matanya.

"Gue bangunin lo nya salah ya?"

Sean menggeleng, "nggak ko, ada air anget nggak Re? Dingin."

Renanda langsung beranjak dan berlari kecil mengambil selimut miliknya yang lalu ia beri kepada Sean.

"Minumnya bentar ya, gue bikinin dulu"

Sean terkekeh lalu mencegah Renanda dengan menarik tangannya, "gak usah, udah cukup ko."

"Ih, lo itu udah sejam di luar. Pasti dingin, butuh yang anget anget!"

"Gak usah, udah lo disini aja. Gue gapapa."

Renanda menganggukkan kepalanya, "Lo ngapain kesini?"

"Lah katanya suruh nganterin lo pulang?"

"Ya nggak jam tiga juga lo datengnya, pake diem dulu di luar sejam. Kenapa gak ketuk pintu? Gue kan bisa biarin lo tidur disini aja."

"Di luar kan dingin, gimana kalo masuk angin?" Lanjut Renanda.

"Gapapa, asalkan tidur lo ngga keganggu."

Renanda diam sambil menatap Sean, lelaki macam apa dia, rela melakukan hal yang jelas jelas merugikan dirinya. Rela untuk tidak menggangu jam tidur Renanda tapi merelakan jam tidurnya untuk datang kesini dengan alasan untuk mengantarkannya pergi ke tempat yang tidaklah dekat.

"Tapikan lo gak usah ngelakuin hal itu juga, itu sama aja-"

"Dan ngebiarin lo bangun dengan keadaan gue yang sekarang, pusing yang nggak ilang terus mata yang masih ngantuk minta buat tetep tidur? Nggak Re, lo kira gue bakal tega apa?" Tanya Sean lagi lagi membuat Renanda terdiam karenq bertanya tanya, kemana jalan pemikiran lelaki itu.

D R E A M [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang