68. Story of R&K (2)

2.1K 101 12
                                    

Kamu tau gak si? Gak tau ya? iyalah mamah belum cerita. Jadi dulu tuh Katya sama Raynald temenan dari kecil, mereka kepisah karena kecelakaan. Katya yang harus ngurus matanya yang ada kesalahan, Raynald sendiri harus ngurus kepalanya yang kena benturan. Saat itu juga yang Katya tau dari Raynald, dia katanya sampai sekarang selalu mudah lupa dengan wajah dan nama seseorang. Makanya waktu...

Renanda mengalihkan mode telponnya menjadi loundspeaker, agar ia tetap bisa bergerak bebas sekaligus mendengar apa yang diceritakan oleh Mamah Sean.

Renanda kemudian mengambil buku dan mulai menulis hal hal penting menurutnya, sebagian dari cerita Mamah Sean adalah hal penting dan sebagiannya lagi hal menarik. Setidaknya Renanda bisa mengambil hal baik dari apa yang di ceritakan mamah Sean untuk kehidupannya.

Mamah akhirnya percaya kalo takdir berpihak dikehidupan mama dan juga Raynald, sama seperti diawal. Kita kecelakaan, Raynald hampir terpisah sama mama tapi kita tetep ketemu lagi Re. Untuk kedua kalinya, kecelakaan diantara kita gak pernah berarti apa apa.

Renanda mencoba mengatur nafas, 'wow' masalah yang dihadapi kedua orang tua Sean lebih berat jika dibandingkan dengan masalahnya dengan Sean, bahkan tidak pantas jika dirinya mengeluh tentang Sean kepada mamahnya.

"Tapi mamah hebat, kuat! Rere bersyukur masih bisa kenal mamah, maaf ya mah sebelumnya tapi coba kalo hari itu mamah memang harus bersama disisi Allah. Rere gak bakal kenal perempuan baik, cantik dan kuat, setelah bunda. Renanda bahagia, beruntung banget bisa kenal bahkan deket sama mamah."

Mamah juga beruntung kenal gadis kecil ini, udah baik, pinter, sopan, ah udah deh mamah gak kuat jadi pengen peluk kamu!

"Hehe mamah bisa aja."

Pokonya ya Re, kamu gak boleh sampe salah langkah. Kamu harus mastiin apa yang menurut kamu salah atau benar, oke?

"Maksud mamah?"

Jangan terlalu dipikirin Re, tadi mama ngelantur.

Renanda berusaha mengiyakan, namun kenapa kalimat yang disampaikan mamah Sean sama dengan seseorang yang selalu mengirim pesan, surat, dan juga teka teki.

"Iya mah."

Yaudah, kamu tidur ya Re. Selamat malam

"Selamat malam juga mah."

Mirip, bahkan mirip sekali apa yang dikatakan mamah Sean dengan orang misterius yang mengiriminya pesan. Apakah mamah Sean dibalik semua ini? Tentu Renanda berpikir mamah Sean tidak mungkin melakukan itu, karena menurutnya mamah Sean seharusnya melakukan hal yang lebih bermanfaat. Buang buang waktu saja mengurusi Renanda, apalagi dengan cara teka teki bukan langsung ke inti.

Ia kemudian beranjak mematikan lampu dan menggantinya dengan menyalakan lampu tidur, sepertinya tidur dijadikan penghalang untuk dirinya berpikir yang aneh aneh.

Esoknya Renanda kembali mendapatkan sebuah pesan, sudah beberapa hari lamanya si pengirim misterius itu tidak mengirim pesan dan kali ini pesan yang dia dapatkan hanyalah satu.

Angkat badanmu, pergi mencuci muka terlebih dahulu, kau harus bangun dari lelapmu, lalu maafkan aku, temanmu, dan segala yang aku tahu tentangmu.

Pikiran Renanda semalam tentang Mamah Sean yang menjadi seseorang dibalik si pengirim misterius itu terbukti, 'temanmu' bukan temanku? Itu berarti bukan teman sipengirim pesan misterius? Itu hanya teman Renanda.

Teman Renanda saja.

Tapi bagaimana kalau ini Sean? Dia tidak mempunyai teman yang sama dengannya betul bukan?, apalagi dengan Sean yang sewaktu pagi sudah di rumah kakek dan itu bertepatan dengan datangnya pesan misterius yang Renanda terima.

Rima! Dia juga teman Sean, berarti bisa jadi temanku bukan temanmu.

Renanda mengacak ngacak rambutnya, lalu menyimpan ponselnya diatas nakas. Bisa gila Renanda jika terus memikirkan siapa seseorang misterius itu, lebih baik ia mandi dan keluar untuk sarapan.

...

"Loh? Ko bisa disini?" suara perempuan yang kaget melihat lelaki bertubuh jangkung berada tepat didepannya, hampir Renanda menabraknya jika ia tidak terlebih dahulu menengadahkan kepalanya saat buka pintu.

"Maaf Re, buat semuanya. Gue mau kita kaya dulu, seengganya gue bisa jadi temen lo."

"Sean! Setelah sekian lamanya lo baru minta maaf sekarang?!"

"Biar gue jelasin."

"Apa? Jelasin kalo lo baru sadar dan nyesel udah mutusin gue iya?"

Jari lelaki itu kini berhenti tepat di depan bibirnya, meminta Renanda untuk diam atau mungkin menurunkan suaranya.

Tiba tiba datang Ananta, ia kemudian menghampiri keduanya. Mungkin berkat suara Renanda yang meninggi, Ananta ini memang satu satunya orang yang jarang mendengar Renanda bersuara setinggi itu. Renanda lebih memilih menggunakan nada rendah dengan kata kata tajam, lalu berhenti dengan wajah yang tidak berekspresi.

"Ko ayah bisa bisanya izinin dia masuk?"

"Karena ayah tau maksud kedatangan dia kesini, ayolah dengarkan dulu."

Ananta berkata selembut mungkin, walau pada dasarnya dia memang lembut dan penuh pengertian.

"Apa?"

Lalu mata Renanda jatuh tepat di manik manik mata Sean, oh tidak! Matanya Sean meredup, indah.

Sean tersenyum, "Soal kita dan Dara."

"Kenapa? Kalian mau tunangan? Yauda sini mana undangannya, lo kesini buat undangan itu kan?"

Ananta mendekati Renanda, merangkulnya perlahan dan menepuk bagian bahu dengan tawa hangat darinya.

"Santai dong Renanda nya Ayah, perempuan itu harus lemah lembut."

"Biar apa? Biar kaya si Dara? Atau Haifa? Biar disukain dia?"

Sean terkekeh, jantungnya berdebar bahkan hatinya ikut melebar membuka tekadnya untuk kembali.

Ah menggemaskan sekali gadisnya itu, dia sedang cemburu. Oh ayolah Renanda, aku hanya ingin kamu!

Renanda tambah kesal dengan Sean yang senyum senyum itu, memangnya apa yang lucu?.

"Biar santai, mending kita ngobrolnya sambil duduk. Oh mungkin kalian, ayah percaya Sean bisa jelasin semuanya."

Renanda mengerutkan dahinya bingung, bukankah ayahnya ini paling sensitif terhadap orang yang menyakitinya. Lalu apa ini? Dia malah membiarkan kita berduaan? Mengobrol tanpanya?

Ananta tersenyum sambil menggerakan tangannya mempersilahkan kedua remaja ini untuk segera  menyelesaikan masalahnya, Sean yang seperti diberikan izin langsung meraih tangan Renanda dan berjalan menuju ruang tamu disana.

Sesampainya di ruang tamu genggaman itu terlepas, sengaja Renanda hempaskan tangan itu agar harapannya juga ikut terhempas. Keduanya lalu duduk berhadapan, Renanda mengambil posisi nyamannya lalu menatap lawan bicaranya disana.

"Bismillah."

Renanda mengeratkan tangannya pada celananya, sebermasalahkah itu obrolan ini sampai dia harus memulainya dengan bismillah?

"Re gue mutusin lo itu karena terpaksa, waktu itu Dara dateng ke gue."

"Dan sekarang lo nyesel? Lo mau sujud nih setelah ini? Tetep aja gue gak bakal mau balikan sama lo!"

Sean meringis, berhadapan dengan perempuan memang benar benar membuatnya extra sabar.

"Gue belum selesai cerita, lo bebas ngomong apapun tapi setelah gue selesai kasih lo penjelasan. Oke cantik?"

Panggilan itu lagi, Renanda memutar matanya kesal walau sempat berdebar.

D R E A M [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang