48. First kss?

2.8K 138 0
                                    

Sean hanya memejamkan matanya sambil menghembuskan nafas kasar melihat Renanda yang begitu saja pergi meninggalkannya karena akan balapan, ia lalu mengikuti Renanda yang kini sudah keluar dari ruangan berasama yang lainnya. Ternyata diluar sudah ramai, tentu dengan orang orang yang mendukung Renanda. Sebenarnya acara balapan akan selalu diselanggarakan minimal satu bulan sekali, mengapa Renanda bisa ada disini dan menjadi ketua dari geng yang bernama Black Rose? Karena dulunya itu, neneknya adalah pendiri sekaligus pembalap yang tidak bisa dikalahkan yang pada saat itu juga harus pergi meninggalkan dunia karena kecelakaan dalam balapan, selanjutnya adalan Ananta dan diakhiri oleh putri satu satunya Renanda. Jelas orang orang disini sudah mengetahui Renanda, bahkan beberapa orang tua yang memang dulunya adalah anggota dari Ananta juga mengenalnya dan menjadi orang tua dari anggota yang bersama Renanda kali ini.

Rose, nenek dari Renanda yang dulunya memang sangat nakal bahkan doyan tawuran. Mungkin hal itu juga sampai pada cucunya sekarang, saat ini ia terlihat sedang memakai helmnya. Mau tidak mau ia pasti harus menerima keputusan gadis itu, daripada melarang kan?. Begitu sampai diposisi yang sama dengan Renanda, ia mendekat. "Re, kamu harus inget sama janji yang kamu bilang tadi ya?"

Renanda menganggukkan kepala lalu Sean pergi dari sana, beberapa menit kemudian bendera dijatuhkan tanda balapan dimulai. Bersama teman temannya yang lain Sean ikut berharap dengan harapan yang sama, yaitu Renanda selamat dan menang. Bagaimanapun lawannya kali ini adalah musuh bebuyutan dari dulu dan Sean pasti tau tentang itu, temannya yang berada disebelah kirinya menyenggol untuk mengatakan jangan terlalu khawatir. Sean hanya membalas dengan senyuman karena ternyata ia tetap saja merasa khawatir, merasa hatinya tidak tenang dengan kata kata yang terlontarkan tadi. Namun lampu motor dari kejauhan membuat riuh suasana semakin menjadi jadi karena ternyata keduanya hampir sampai digaris finish, semuanya berlalu begitu cepat. Dari kejauhan tidak terlihat siapa yang menang, keduanya memang sangat lihai dalam hal ini jadi jika dua duanya yang menang menurut mereka semua itu hal yang wajar. Sean tersenyum begitu Renanda berdiri dan membuka helmnya seraya tersenyum bahagia, ia tau gadis itu menang.

"selamat pacar," ucap Sean

"makasih, aku bisa buktiin kan kalo aku tuh bisa lawan dia ya gak?"

Sean terkekeh karena merasa lucu dengan apa yang diutarakan Renanda, "iya kamu hebat tadi,"

"masuk yuk? Aku pengen ngobrol sama kamu,"

Sean hanya menganggukan kepalanya beberapa kali lalu menggandeng Renanda pergi masuk keruangan yang mereka tempati sebelumnya, sesampainya disana Sean hanya diam ingin Renanda yang terlebih dahulu membuka pembicaraan. Namun ternyata gadis itu hanya senyum senyum padanya sambil sesekali membuang muka karena sepertinya malu, tidak tahan dengan sikap menggemaskan dari Renanda ia langsung beranjak dari tempatnya dan mendekati Renanda. Mata gadis itu membulat ketika sesuatu yang diluar dugaannya terjadi, belum sempat ia menolak ternyata Sean sudah menjauhkan dirinya kembali.

Tangan Renanda dengan perlahan bergerak menuju bibirnya dan mengusapnya beberapakali lalu menatap kembali Sean yang masih berada didekatnya, tidak ada suara yang muncul diantara keduanya karena kini Renanda malah sibuk memikirkan apa yang baru saja terjadi. Sean yang ditatapnya hanya tersenyum sambil menggeleng gelengkan kepalanya, ia bahkan menatap Renanda balik membuat gadis itu malu.

"yang tadi itu apa?"

"yang tadi itu ini," ucap Sean seraya mendekat kembali membuat gadis itu bingung dan diam ditempatnya, mematung layaknya orang yang terkena sihir.

Bahkan setelah Sean kembali menjauh, ia masih diam dan memikirkan sesuatu yang tidak terpikirkan, Ah bukan, tapi ia rasa pikirannya benar benar blank. Lelaki itu hanya tersenyum sambil mengusap ngusap kepalanya, lalu tidak lama tangannya beralih kedagu Renanda dan membawanya kembali mendekat. Kini Renanda tau apa yang terjadi tadi dan sekarang, ia mulai memegang lebih erat tangan Sean yang melingkar dipingganya. Laki laki itu tersenyum disela sela kegiatannya lalu kembali membuat Renanda terkesiap dengan perasaan yang campur aduk, kupu kupu terasa berterbangan diperutnya. Ia bahkan tidak tau sudah lama atau tidak dirinya ada dalam situasi yang seperti ini, karena yang Renanda tau sekarang Sean tengah menahan tubuhnya yang tiba tiba lemas seperti jelly ini agar tidak terjatuh.

...

Esoknya Renanda bertemu kembali bersama Sean, tepatnya sore itu Sean akan kembali pulang ke Bogor. Hal itu jelas membuat ia sedih, kebersamaannya dengan Sean bahkan bisa terhitung jari. Kini keduanya tengah berada disebuah kafe yang tidak jauh dari rumah Renanda, sedari tadi gadis itu merengek setiap kali Sean melepaskan genggamannya terlebih dahulu karena memang ada hal lain namun ternyata gadis itu merengek bahkan hampir menangis karena hal itu.

"Sayang, aku mau pipis nih."

"ih tahan dulu Sean!"

Sean terkekeh karena hal itu, "yaudah ikut yuk ke toiletnya?"

"yaudah ayo!"

"eh kamu tuh ya,"

Renanda memajukan bibir bawahnya seraya merajuk, "tahan dulu ya? kan aku gak mau lepasin pegangan ini."

"iya sayang iya,"

"kamu disana jangan genit genit loh ya?"

"kamu gak percaya nih sama aku?"

"ya bukan gitu, orang kamu kan-"

"kamu apa?"

"ih kan kamu suka modusin cewe cewe,"

"yang harusnya khawatir kepincut yang lainnya itu harusnya aku loh,"

"hah? Maksudnya gimana?"

"iya, harusnya aku yang khawatir kalo nanti kamu bakal berpaling sama yang lain."

"kenapa?"

"ya karena aku gak suka siapapun disekolah, beda kalo kamu."

"ih ko ngomongnya gitu?"

"ya emang gitu,"

Renanda lalu membawa tangan Sean dan mengecupnya beberapa kali, "aku gak gitu ko orangnya,"

"aku percaya ko sama kamu,"

Sean tersenyum lalu setelah itu ia mengangguk dan menggerakan kepalanya kearah kanan memberikan tanda bahwa keduanya harus meninggalkan café karena Sean harus berangkat setengah jam kedepan, setelah itu kini keduanya berada didalam mobil yang membawa mereka menuju rumah Renanda. Lagi, gadis itu mengambil kesempatan setiap kali tangan Sean yang sebelah kanan sedang tidak sibuk. Sean mengusap ngusap tangannya memberikan pertanda bahwa ia akan melepaskan genggaman, lalu setelah belokan terlewati Renanda kembali meraih tangannya. Sean tersenyum lalu mengecup punggung tangan Renanda seraya menatapnya sekilas, bukan bukan senyuman yang ia dapatan melainkan raut wajah sedih yang pasti sebentar lagi akan ditunjukkan lebih menyedihkan lagi. Kini mobil Sean mulai memasuki perumahan, Renanda yang sadar bahwa sebentar lagi ia akan sampai langsung menoleh sambil mengeratkan pegangannya yang kini berada dilengan Sean karena telapak tangannya kini sibuk untuk memegang stir yang berbelok kearah utara.

Sesampainya didepan rumah, Renanda masih terdiam ditempat tidak ingin turun. Memandang tangannya yang masih digenggam oleh Sean, melihat hal itu jelas Sean merasa ikut bersedih.

"huft, sini sini."

Renanda merubah posisinya menjadi berhadapan dengan Sean, "apa?"

"peluk gak?"

Renanda memberenggut lalu memeluk Sean dan menelusupkan wajahnya, "aku bakal kangen,"

"aku janji sering kesini ya? Udah jangan sedih nanti aku ikutan sedih huhuhu."

"lebay kamu,"

Sean terkekeh lalu Renanda merasa pucuk kepalanya dikecup beberapakali oleh Sean sebelum kecupan itu kini berhenti didahinya, hal itu malah membuat Renanda kembali mengeratkan pelukannya seraya menggeleng pertanda menolak kepergian Sean.

D R E A M [Completed]Where stories live. Discover now