70- karena Renanda

2.2K 110 1
                                    

Mendengar kabar bahwa Sean sudah sadar langusng membuat Renanda bergegas pergi ke Rumah sakit, sesampainya disana Renanda terpaku di daun pintu menyaksikan Sean yang kini tengah dipeluk oleh perempuan disana. Sudah beberapa menit namun mereka tetap saja tidak melepaskan pelukannya, hal itu jelas membuat Renanda lebih lama lagi merasakan rasa sakit melihat mereka.

Renanda tersadar, seharusnya ia menutup kembali pintu dan kembali lagi pada esok hari atau mungkin tidak usah kembali lagi. Tiga bulan Sean berada di dalam komanya dan tiga bulan juga dirinya berhasil memendam perasaan rindunya karena harus menjauhi Sean, dia tau dan dia cukup untuk sadar akan posisinya dibandingkan perempuan yang tengah memeluk Sean disana.

"Renanda?"

Telat untuk dirinya menghilang dibalik pintu dan tidak bertemu Sean mulai saat itu, nafas Renanda bahkan terdengar bergemuruh karena yang memanggilnya bukanlah Sean melainkan... Dara?

"Oh jadi perempuan yang memeluk Sean adalah Dara?"

Renanda lalu tersenyum dan menghampiri keduanya dengan langkah terpaksa, sebenarnya ia bisa saja berbalik dan meninggalkan mereka namun gengsinya yang tinggi membuatnya tetap melanjutkan langkahnya. Renanda terdengan menghela nafasnya lalu mendongakan kepala bersiap menatap Sean disana, senyum yang sebelumnya pudar kini kembali terbentuk karena Sean yang tersenyum kearahnya.

"Gue kangen lo Re."

DEG...

"Gue juga kangen Sean, lebih dari apa yang lo rasain sekarang."

Tidak, Renanda tidak mengatakan apa yang ada dihatinya melainkan ia membalas apa yang dikatakan Sean dengan senyuman saja. Lalu lelaki itu beralih menatap Dara, kemudian beralih kembali menatap Renanda.

"Kalian belum kenalan kan?" Tanya Sean

Renanda kemudian mengalihkan pandangannya kearah Dara dan menemukan gadis itu tengah tersenyum tanpa ada beban setelah apa yang diucapkan Sean sebelumnya, bukankah Dara adalah perempuan yang sangat menyukai Sean? Tapi tidak ada tanda tanda bahwa dirinya merasa terluka.

"Adara, panggil aja Dara."

"Renanda, panggil Rere."

"Oh iya mumpung ada kalian disini, gue minta maaf buat kesalahan yang dilakuin kaka gue."

"Kakak lo? Siapa?" Tanya Renanda kepada Dara

"Putra, orang yang nusuk gue Re." yang menjawab malah Sean bukannya Dara.

Renanda membulatkan matanya, Putra adalah kaka dari Dara. Lelaki yang selama ini dijauhi olehnya, lelaki yang tidak tanggung tanggung memberikan segalanya untuk Renanda karena rasa yang ia punya untuk Renanda. Namun apa daya? Renanda menyukai temannya yaitu Angkasa, bukanlah Putra. Sedikitnya Renanda merasa berdosa pernah menolak secara kasar segala kebaikan dan juga perasaan yang diberikan Putra untuknya, sedangkan Angkasa? Dia tidak memberikan sedikitpun rasa kasihan dan juga perasaan kepadanya. Bodoh sekali dirinya tidak dapat melihat dan mengetahui yang baik untuknya dan mana yang salah.

Lalu sekarang dirinya yang telah menyakiti orang lain ingin mempunyai sebuah hubungan yang baik dengan Sean? Tidak mungkin akan menjadi sebuah hubungan yang baik, ia tau takdir itu adil dan tak senang becanda kala tentang pembalasan. Harusnya Renanda biasa menerima dengan baik apa yang takdir lakukan padanya, bukankah Renanda sendiri yang telah menyakiti lelaki lelaki yang memberikan perasaan padanya.

Kini Renanda mengerti apa arti dibalik seorang penulis bernama DardaWirda. "Ketakutan untuk menyakiti orang lain biasanya berimbas pada diri sendiri.", mereka sama sekali tidak menyakiti Renanda sehingga mereka sendirilah yang tersakiti olehnya. Balasan apa lagi yang akan Renanda terima kali ini?

...

Kepala Renanda terasa berat kala matanya terbuka, bukan rasa pusing yang membuat kepalanya terasa berat namun sebuah tangan yang dengan sengaja menepuk nepuknya untuk membuat Renanda teridur.

"Ko bangun?"

Renanda sengaja tersenyum lalu menggelengkan kepaanya, "Nepuk nepuknya terlalu keras Sean..."

"Tapi ngga sakit kan? Maaf maaf, sini mana yang sakit biar diusap."

Renanda merasakan pipinya memanas, ia sungguh merindukan perhatian yang diberikan oleh Sean kepadanya apalagi setelah tadi sore ia terbakar karena melihat Dara dengan Sean.

"Ngga sakit ko, eh btw ini udah mau malem ya?"

"Iya, terus kenapa? Lo mau pulang ya?"

Renanda mengangguk, setelah itu ia mengambil tas pada meja disebelah kirinya.

"Lo bakal kesini lagi kan?"

Papah Raynald bilang kalo gue gak boleh deket deket sama lo lagi Sean, lalu gue harus jawab apa sekarang?

"Iya." Jawab Renanda mantap

"Lo harus nemuin gue setiap hari Re, karena gue udah sadar dan bentar lagi pulih."

"S..setiap hari?"

"Iya, gue denger dari suster. Ini pertama kalinya lo nginjek ruangan gue lagi setelah tiga bulan lamanya, lo kemana aja selama itu?"

"Ngga mau tau perkembangan kesehatan gue? Lo ngga kangen sama gue Re? Atau lo emang ngga peduli lagi sama gue?" Lanjut Sean.

Jelas apa yang dikatakan Sean itu salah, Renanda sama sekali tidak bermaksud untuk seperti yang dikatakannya. Hanya saja perkataan dari Raynald membuatnya berusaha mati matian untuk tidak egois, tidak menganggu Sean dan tidak menyakitinya lagi.

"Gue cuma gak mau ganggu lo dan gue gak mau semakin banyak orang yang khawatir sama lo karena adanya gue di deket lo."

Sean seketika menampilkan wajah kebingungan serta kecemasan, ada apa dengan gadisnya ini? Sean bukan orang bodoh yang tidak tau apa arti dari gurat wajah kesedihan dan kalimat yang ia Renanda ucapkan tadi.

"Re, jangan pernah pergi disaat gue butuh lo."

"Tapi Sean, gue gak bisa."

"Kenapa?"

"Kita bahas ini besok, udah malem. Lo harus istirahat, biar cepet sembuh. Nanti-"

"Sekarang, kita bahas sekarang Re. Gue gak bakal izinin lo pulang, gue bisa nelpon ayah buat minta izin kalo anaknya mau gue pinjem buat beberapa menit ke depan."

"Tapi Sean, kita bisa bahas ini besok." Atau tidak sama sekali, apa yang dikatakan oleh papah memang benar Sean.

"Lo bisa aja ninggalin gue lagi berbulan bulan lamanya, gue gak mau Re."

Renanda sekarang merasa mati matian menahan air mata yang ingin tumpah luruh di pipinya, ia bingung harus berbuat apa.

"Benar apa yang dikatakan Sean, jelaskan saja sekarang. Biar soal ayahmu, nanti papah yang bilang setelah mengantarmu." Ucap seseorang dari arah belakang.

Renanda berbalik, "Papah Raynald?"

"Kalau sudah selesai masalanya, setelah itu papah antarkan kamu pulang. Sean, papah tunggu di luar."

Oh papah Sean sepertinya mengerti apa yang mereka bicarakan adalah privasi hingga akhirnya ia memilih keluar, setelah itu tinggalah Renanda dengan Sean saja.

"Jadi kenapa?" Tanya Sean

"Gue cuma gak mau kalo lo celaka untuk kesekian kalinya, itu aja."

D R E A M [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang