62- Jadi, maksudnya apa?

2.1K 103 12
                                    


Renanda kembali menutup surat kedua yang telah ia baca, banyak sekali sebenarnya yang ingin ditanyakan olehnya kepada seseorang yang misterius ini. Beberapa kali dirinya mencoba untuk menghubungi seseorang tersebut namun tidak pernah ada jawaban, bahkan beberapa kali nomor tersebut sedang dalam keadaan tidak aktif. Renanda menyandarkan punggungnya pada tembok, memejamkan mata sambil sesekali menghembuskan nafas kasar karena memikirkan hal ini.

Mata yang memejam itu kini perlahan menangkap bayangan anak kecil, ada Tata disana yang kini tengah menepuk nepuk tangan Renanda.

“Ada apa?” Tanya Renanda

“Kakak ngantuk?”

Renanda lantas menggeleng dan terkekeh, “Kakak cuma mejamin mata aja.”

“Kak, kata bibi semuanya sudah siap.”

“Oh ya? Yasudah kalau begitu kita kebawah yuk. Kamu udah siap kan?”

“Udah kak, sesuai dengan apa yang kakak minta kalau aku harus pakai jaket.”

Renanda tersenyum lalu ia menoleh kearah dimana pembantunya berada, “Bi, nanti tasnya bawa aja ya kebawah atau langsung kasih aja ke supirnya ayah. Oh iya sekalian ya bi, ini kotaknya juga bawa ya.” Renanda bermaksud untuk membawa kotak yang diberi oleh seseorang yang misterius.

“Baik non.”

Renanda dan Tata langsung turun untuk memberitahu Ananta bahwa mereka sudah siap, sehingga dirinya dan juga Tata tidak akan menunggu lebih malam lagi untuk pulang ke Bogor. Namun saat itu juga Renanda lupa bahwa Sean ada bersama dengan ayahnya, namun terlanjur sudah Karena kini mereka sudah menoleh dan menyadari dirinya.

“Semuanya udah siap, jadi kapan pulangnya?” Tanya Renanda mencoba untuk biasa biasa saja walau disudut matanya, ia tahu Sean sedang mengarahkan pandangan kepada dirinya.

“Kamu sudah gak sabar mau pulang Re?”

“Lebih tepatnya gak sabar ninggalin Bandung dan segala isinya.” Kali ini dengan degup yang sudah tidak beraturan, Renanda memberanikan diri melirik Sean.

Sean yang saat itu sadar maksud dari perkataan Renanda langsung mengangguk dan tersenyum kecut, bagaimanapun perempuan itu tidak akan bertahan bersamanya sebagaimanapun kalimat kalimat yang diajukannya kemarin soal perkara cintanya kepada Sean.

“Om harap kamu selalu bisa dihubungi Sean.” Ucap Ananta

“Iya om, pasti.”

“Bagus kalau begitu, langsung pulang atau…?”

“Iya pulang,”

“Tapi setelah Om pergi.” Lanjut Sean

Ananta mencoba untuk tidak tersenyum begitu kata kata yang cukup manis untuk anaknya ini terlontar, bagaimana bisa lelaki itu tetap memberikan perhatian kecil kepada Renanda pada saat hubungan keduanya sudah usai.

“Om atau Renanda?”

Sean lalu menatap Renanda yang ternyata menatapnya juga, Sean melemparkan senyum kearah Renanda membuat gadis itu terdiam. “Keduanya Om.”

“Kakak ini siapa?” Tanya Tata menintrupsi

Renanda menoleh kearah Tata lalu setelah itu saat ia akan mengatakan sesuatu, Sean terlebih dahulu mengucapkan hal yang diluar pikirannya. Gila, saat saat seperti ini
Dia bisa bercanda?.

“Oh namanya kak Sean, kenapa putus sama kak Renanda?”

“Gapapa.”

“Kakak suka ya sama perempuan lain? Hayo ngaku?”

Renanda membulatkan matanya seraya menggeleng, “Huss ko ngomong gitu sih Ta?”

“Harusnya gimana kak?”

“Harusnya, harusnya kita pergi dari sini sekarang juga.”

Setelah mengucapkan hal itu, Renanda dan juga Tata langsung pergi kearah luar. Ananta menyandarkan punggungnya pada lemari yang berada dibelakangnya, kemudian ia melipat tangannya diatas dada. Ia lalu tersenyum melihat Sean yang masih menatap kepergian Renanda, padahal yang dilihatnya kini adalah ksoosng karena Renanda sudah menghilang dibalik tembok.

“Lebih baik kamu susul saja kedepan, hitung hitung menikmati waktu perpisahan bukan?” Ananta bersuara, ketika itu Sean menoleh dan setelahnya ia mengangguk. Tidak lama setelah itu Sean pergi meninggalkan posisinya, dengan langkah tergesa Sean mengikuti arah kemana tadi Renanda berjalan.

Sesampainya disana Sean melihat Sanjaya tengah mengobrol bersama keduanya, namun ketika melihat kehadiran Sean disana obrolanpun terhenti. Dengan niat yang memang sudah mantap, Sean meminta izin  kepada Sanjaya untuk dirinyabisa mengobrol dengan Renanda berdua saja. Jelas hal itu langsung dikabulkan oleh Sanjaya sehingga mereka berdua kini berada di teras, dengan Tata yang dibiarkan bersama Sanjaya masuk kedalam rumah. Renanda yang pada saat itu sedang dalam posisi berdiri, ia langsung duduk dikursi panjang yang berada disana. Suasana yang tadinya haru kini berubah menjadii menegangkan kala Sean mulai mendekati Renanda dan duduk bersebelahan dengan Renanda, setelah Sean duduk bersebelahan dengan Renanda tidak satupun obrolan yang sepertinya akan meluncur dari keduanya.

Setelah beberapa menit berlalu, barulah Renanda merasa tenang karena Sean mulai membuka pembicaraan.

“Jadi diantara kita keknya cuma gue yang bakal ngasi ucapan perpisahan, ya Re?” Tanya Sean

“Hah? Ak.. Gue kira lo mau ngomong duluan, ya jadi gitu.”

“Berarti ada yang mau lo omongin setelah gue ngomong?”

Renanda merutuki dirinya yang sangat bodoh dalam hal memilah dan memilih alasan yang harusnya ia ucapkan tadi, apalagi ketika Sean yang kini malah menatap Renanda penuh tanya.

Renanda mengangguk ragu, “Iya.”

“Oh, oke. Gue duluan kalo gitu,gue Cuma mau nyampein beberapa hal.”

“Jadi apa yang mau kamu omo… Maksudnya lo, bukan kamu.”

“Yaudah jan ngeribetin diri sendiri, kalo emang enaknya manggil aku kamu yaudah gak usah dipaksain.”

“Iya.”

“Yang pertama yang pengen gue tau, lo benci sama gue?”

“Nggak, aku cuma benci sama sikap kamu bukan sama kamunya.”

“Maaf kalau suatu saat nanti lo benci sama gue, sejauh ini gue gak ada maksud lain selain ngebahagiain lo.”

Renanda berusaha menahan tawa kecilnya, namun tetap saja tawa itu sampai terdengar ke telinga Sean yang direspon oleh kepalanya yang menoleh. Renanda tertawa hanya karena semata mata ia merasa aneh terhadap Sean yang kemarin melukai hatinya dengan kata kata yang membuatnya menangis semalaman, tapi kali ini ia mengatakan bahawa apa yang dilakukannya tidak lain dan tidak bukan hanya untuk membuat Renanda bahagia? Itu sama sekali tidak lucu.

“Kenapa ketawa?”

“Lucu aja.”

“Apa yang lucu?”

“Lucu aja, kemarin kamu nyakitin hati aku sampe aku mati rasa dan sekarang kamu bilang itu buat kebahagiaan aku? Gak salah?”

“Lo masih belum ngerti ternyata, padahal gue udah sedikit kasi tau apa yang gue maksud.”

“Disaat saat gue sakit hati kaya gini, lo nyuruh gue buat mikirin hal itu?”

Sean terdiam, ia membenarkan apa yang dikatakan oleh Renanda. Pikirannya berada dimana saat ia dengan waktu bersamaan menyuruh Renanda untuk mengerti posisinya melalui sebuah kode, sedangkan dia sendiri memberikan luka dihatinya yang pasti membuatnya hanya fokus terhadap luka itu sendiri. Sean menghela nafasnya, ia ingin sekali memeluknya sambil mengatakan permintaan maaf namun lagi lagi apa yang dilakukannya hanya akan membuat Renanda semakin kacau dan bahkan terpuruk.

“Tapi Re, itu ada hubungannya sama rasa sakit yang lo rasain sekarang.”

“Kalo gitu kasih tau, karena luka gue aja belum bener bener sembuh buat bisa mikirin hal yang lo maksud itu.”

DEG!.

D R E A M [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang