58- gadis kecil

2.2K 111 2
                                    

Setelah membaca surat tersebut Renanda lalu melimpatnya dan memasukkan nya kedalam tas, setelah itu ia berjalan menuju ayunan untuk duduk disana. Setelah ia duduk, ia kemudian mendorong ayunan menggunakan kakinya sendiri sehingga ayunan itu bergerak namun tidak terlalu kencang seperti dahulu saat terakhir kali ia duduk disini.

Pikirannya langsung menuju pada pesan yang ia terima tadi, bagaimana seseorang bisa tahu bahwa dirinya pernah terjatuh disini, lagipula mana bisa seseorang itu juga bisa tau jika Renanda sedang berada disekitar sini?. Ah Renanda resah ia takut bahwa seseorang tersebut ada disini dan mencelakakan nya, ia lalu beranjak dan berniat kembali ke cafe dan menyusul Akang yang pasti masih menunggunya disana.

Namun saat ia berbalik, ada seorang anak perempuan cantik berdiri didekatnya sambil tersenyum manis kepadanya. Renanda sempat kaget namun ia tersenyum begitu menyadari itu hanyalah anak kecil bukan si pengirim pesan itu, ia kemudian berjongkok dan mengelus kepala anak kecil itu.

"Ko sendirian? Mamah kamu kemana?"

Anak kecil itu lantas menggeleng, senyumnya bahkan pudar. Renanda mengerutkan keningnya bingung, pasti ada yang terjadi dengan anak kecil itu. "Kakak, udahan main ayunan nya?"

"Kenapa? Kamu mau ya naik ayunan?"

"Iya kak,"

"Kenapa gak bilang tadi?" Lagi lagi ia menggeleng, ia lalu melangkahkan kakinya dan duduk di ayunan. Setelah itu Renanda mendorong ayunan tersebut pelan sehingga senyum yang tadinya pudar kini kembali terbentuk membuat Renanda senang.

"Kak, kalau nunggu itu harus yang pasti pasti aja ya?"

"Maksudnya gimana? Kamu lagi nunggu siapa?"

"Kata mamah aku harus diem disini, nanti katanya mamah balik lagi."

"Oh itu, yaudah kamu tinggal tunggu aja. Mamah kamu bentar lagi dateng ko, emm kakak temenin kalo gitu ya?"

"Gak usah kak, emangnya kakak mau tidur disini?"

"Loh ko tidur disini? Emangnya nungguin mamah kamu nya lama? Sampe jam berapa? Kalau lama ko kamu nya malah disuruh nunggu disini bukan dititipin ke saudara atau siapa gitu?"

"Kak aku pusing, aku jawab yang mana dulu."

Anak kecil itu terlihat menggemaskan saat tadi ia memegangi kepalanya sebagai tanda bahwa ia sedang kebingungan, bahkan ia sendiri juga tertawa kecil atas dirinya sendiri. Hal itu membuat Renanda tersenyum dan tertawa kecil merasa gemas terhadapnya.

"Mamah kamu masih lama datangnya ya?"

"Iya kali kak, soalnya aku udah nungguin dari kemaren ternyata gak datang datang."

Renanda lantas memberhentikan gerakan tangannya pada ayunan, ia lalu melangkahkan kakinya mendekati anak kecil itu. Ia kemudian berjongkok dan menatapnya yang ternyata masih sibuk dengan ayunan dan juga kaki yang ia goyang goyangkan, kemudian Renanda memberhentikan ayunan yang masih bergerak tersebut agar dirinya bisa memulai obrolan. Saat ayunan berhenti, gadis kecil itu nampak kebingungan dan menolehkan kepalanya kepada Renanda.

"Kenapa kak?"

"Kamu nunggu dari kemarin? Memangnya mamah kamu bilang dia mau kemana?"

"Katanya mau pergi dulu sebentar, kesana." Ucapnya sambil menunjuk jalanan yang terdapat sebuah pertigaan.

"Papah kamu gimana? Pergi sama mamah juga?"

Dia lantas menggeleng dan menatap Renanda, "malam kemarin mereka bertengkar kak, aku katanya disuruh pilih mau tinggal sama mamah atau papah. Aku bingung kak, mamah saat itu langsung ngajak aku pergi naik mobil, sampai akhirnya aku disuruh diem disini."

"Rumah kamu dimana? Mau kakak anterin?"

"Kak, rumah aku jauh. Di bogor,"

"YaAllah dek,"

Renanda menundukkan kepalanya, lagi lagi kasus seperti ini yang didengarnya. Semua selalu saja menjadikan anaknya sebagai korban atas tindakan yang mereka perbuat, seharusnya kasus seperti ini tidak terdengar olehnya lagi. Apa bedanya gadis kecil ini dengan anak anak panti di Bogor?, Renanda berpikir apakah Bunda Tasya juga mengalami hal yang sama seperti dirinya? Menemukan anak kecil yang ditelantarkan oleh ibunya hanya karena sebuah hubungan keluarga yang tidak dapat diselesaikan. Mau bagaimanapun anak tentu pantas diperjuangkan, tidak peduli dengan adanya sebuah perpisahan.

"Kak?" Renanda lalu menatapnya, ia sebisa mungkin tersenyum dihadapan gadis kecil ini.

"Gimana kalau kamu nungguin nya di rumah kakak aja?"

Gadis kecil itu menggeleng, "kata mamah, aku gak boleh gampang diajak sama orang lain."

"Kakak kelihatan jahat?"

Ia hanya terdiam tidak mau menjawab, Renanda tersenyum karena menyadari bahwa ternyata anak ini mampu mematuhi hal hal penting yang dikatakan ibunya untuk keselamatan dirinya. Perlahan Renanda merongrong ponsel didalam tasnya, kemudian ia mengetik nomor di layar. Setelah itu suara seseorang disana membuat Renanda terburu buru menempelkan ponselnya di daun telinga.

Renanda lalu menceritakan kronologis kejadian yang dialami oleh gadis kecil yang kini sedang menatapnya, perlahan ia kemudian menyodorkan ponselnya kepada anak kecil tersebut yang segera diambil olehnya.

"Mamah kak?"

Renanda tersenyum lalu menggelengkan kepalanya, "kakak telpon polisi, kamu takut kan kalau kakak jahat sama kamu?"

"Polisi? Kenapa?"

"Kakak mau ngajak kamu ke rumah, biar nanti kalau mamah kamu nyari terus lapor sama polisi jadi gampang nemuinnya. Bener kan?, nah sekarang kamu ngomong sebentar ya sama polisinya?"

Ia kemudian mengangguk, "hallo bapak,"

"Nama aku Nita, panggilan Tata."

"Umur aku lima tahun, lahir di Bandung. Tanggal lima juga pak, bulan januari."

Renanda tersenyum senang, tangannya ia gunakan untuk mengelus ngeluh kepala Renanda sambil memainkan pita dirambutnya. Gadis itu terus bercengkerama dengan polisi, harapannya saat ini tidak lain tidak bukan adalah ia berdoa semoga orang tua dari keduanya cepat menyadari kesalahan meninggalkan anaknya sendirian seperti ini. Kemudian pikirannya melayang saat bagaimana ia juga pernah ditinggalkan seperti ini, tidak lama namun mampu membuatnya marah bahkan ingin dibelikan sesuatu oleh Bundanya.

"Iya pak pol, aku gak sedih ko. Bye bye!"

"Udah percaya belum?"

"Iya kak aku percaya,"

"Yaudah yuk kita ke mobil kakak?"

Seseorang yang sedari tadi bersembunyi dibalik semak semak tersenyum menatap kepergian Renanda dengan anak kecil yang sangat ia ketahui, sedari tadi ia memang mendengar pembicaraan dari keduanya. Bahkan dirinya juga sempat kaget mendengar bahwa anak kecil yang dikenalnya itu ditelantarkan begitu saja oleh orang yang lagi lagi dikenalnya. Tidak salah lagi, Renanda tidak seperti apa yang dipikirkannya. Ia pikir Renanda merupakan seseorang yang keras kepala dan egois karena selalu melakukan apa yang diinginkannya tanpa peduli siapa orang tersebut dan bagaimana kesalahan yang ia lakukan, lagi ia juga ternyata mengemukakan sesuatu yang penting bahwasanya dirinya tidak boleh terburu buru menilai seseorang di luarnya saja. Untung saja waktu itu tak sengaja ia menyentuh tangannya, sampai akhirnya semua terbuka sudah. Ia tahu, bahkan tahu bagaimana kehidupan Renanda, dahulu hingga sekarang.

Merasa cukup dengan hari ini, ia kemudian berdiri dan meninggalkan tempat tersebut. Tidak lupa dengan topi, kupluk dijaketnya dan juga kacamata ia pakai agar seseorang tidak dapat mengenalnya atau bahkan lebih parah lagi sampai bisa menemukannya.

D R E A M [Completed]Where stories live. Discover now