60-Matamu berkata

2.1K 105 2
                                    

Malam harinya Renanda termatung didaun pintu, tatapannya kini jatuh tepat dimata lelaki bernama Sean. Ternyata Sean cukup bijak untuk datang tidak lebih dari waktu yang diberikan kakeknya, tidak ada tanda tanda keseriusan dan tidak juga tanda bahwa ia sedang dalam keadaan tenang. Wajahnya cukup untuk memberikan tanda kepada Renanda bahwa tidak, tidak ada rasa apapun didalam diri Sean setelah melihatnya.

Lagi lagi wajahnya cukup memberikan tanda pada hatinya, tanda luka yang menganga. Kaki itu mulai bergerak membuat pandangan Renanda jatuh kebawah melihat kaki itu yang kini melangkah menujunya, keadaan ini cukup bisa untuk Renanda menyembunyikan kecengengannya sekarang. Kaki itu terus berjalan bahkan melewati tubuhnya, yang terasa hanyalah hembusan udara yang tertabrak oleh tubuh Sean hingga menabrak bagian tubuh Renanda juga.

Setelah kepalanya kembali pada posisi lurus, benar ternyata dia tidak ada disana. Bahkan ketika ia menoleh kearah kanan dimana tadi ia merasakan hembusan udara yang menabraknya, tetap saja dia tidak ada disana. Dengan rasa terpaksa ia menutup pintu lalu berbalik pelan sambil menunduk, punggunya langsung bertabrakan dengan pintu dan terisak disana. Cukup waktu untuk dirinya menumpahkan apa yang ada didalam dirinya, Renanda berdiri tegap seperti biasa dengan kepala yang mulai ia angkat. Jantungnya langsung berdegup cepat, dia ada disana.

"Lo... gapapa kan?" tanyanya cukup membuat Renanda menghela nafas tenang.

Renanda lantas menggeleng, "Gapapa ko,"

Sean mengangguk, "Opa nyuruh gue buat ketemu, terus sekarang gue bisa nunggu dimana?"

"Kamu duduk di ruang tamu aja dulu, nanti aku panggilin kakek."

"Tidak perlu Renata." Ucap Kakek yang tiba tiba sudah berada diantara mereka.

Renanda menunduk kala mata kakek menatapnya cukup tajam, mungkin sepertinya kakek tidak suka melihat dirinya berdekatan dengan Sean. Setelah itu enar saja, ternyata kakek menyuruhnya untuk segera pergi dan masuk ke kamar. Renanda sempat membantah namun setelah melihat tatapan dari Sean dan juga ingatannya tentang apa yang dikatakan Sean di café tadi, tentang diriya yang keras kepala, kekanak kanakan, cengeng, centil, terlalu kaku, cuek, satu lagi yang paling gue gak suka. Lo itu manja Renanda, sadari.

Renanda kemudian mengiyakan suruhan dari kakeknya dan langsung pergi ke kamarnya tanpa basa basi, kali ini Renanda berharap Tata sudah terlelap karena dirinya sedang ingin merenung dan mencari tahu kesalahannya sehingga membuat Sean seperti ini. Namun saat ia membuka pintu kamarnya terlihat disana Tata sedang fokus dengan apa yang dilihatnya ditelevisi, Renanda menghela nafasnya kasar ternyata harapannya tidak terkabul.

"Kak? Ngelamun terus, kenapa?"

Suara itu membuat Renanda kembali tersadar, ia cukup bingung dengan dirinya ketika akhir akhir ini selalu merenung dan melamun.

"Kakak gak ngelamun ko, Cuma lagi mikirin sesuatu aja."

Tata yang gemas pun langsung mencubit hidung Renanda, "Itu sama aja kak, ngelamun."

"Iya deh, kakak ngelamun tadi."

"Oh iya, kamu belum ngantuk?" Lanjut Renanda.

"Aku gak biasa tidur jam segini kak, biasanya aku tidur kalau mamah, papah, dan kaka sudah masuk kamarnya masing masing."

"Kenapa?"

"Kalau berisik biasanya aku gak bisa tidur, makanya aku tidur malam terus kak."

"Mereka berisik? Kenapa?"

"Gak tau, mereka suka teriak teriak dan nyuruh aku untuk diem di kamar."

"Kamu nurut?"

Tata mengangguk, "Nurut, tapi Tata pernah sekali ke luar kamar."

"Terus? Papah marah?"

"Tata gak ketauan makanya gak dimarahin, tapi apa yang Tata lihat itu yang membuat Tata nurut sampai sekarang kak."

"Kamu lihat apa?"

"Mamah dipukul kak, aku sedih."

Merasa cukup dengan obrolan yang akan sedikitnya membuat mental Tata terganggu, bagaimanapun anak kecil seusianya yang harus melihat hal hal semacam itu pasti sangatlah berpengaruh terhadap mental. Beberapa orang yang bahkan sudah dewasa saja mentalnya terganggu, lalu anak kecil yang baik hati seperti Tata ini Renanda bisa berpikir apa? Jika bukan lagi merasa kagum dengannya.

Diluar dugaan, Tata mendekat padanya dan memeluknya seraya tersenyum. "Aku senang bertemu kakak."

"Oh ya?"

"Iya, kakak adalah impian aku selama ini."

"Kakak gak ngerti, maksud kamu apa?"

"Aku ingin Kak Ipa juga sama baiknya kaya kakak."

Renanda sudah tidak tahan lagi dengan obrolannya dengan Tata, "Ini udah malem, mending kita tidur yuk? Besok kita cerita lagi. Oke?"

"Oke kak. Ayo sini kak, biar aku cium dulu pipi kakak yang chubby ini." Ucapnya sambil memainkan kedua pipi Renanda yang sudah berada dihadapannya.

Tata mencium kedua pipi Renanda dan tersenyum malu, "Selamat tidur kak Rere."

"Selamat tidur juga Tata."

...

Paginya Renanda masih tertidur karena semalaman ia bangun dan memastikan semuanya baik baik saja, bahkan sampai Sean keluar dari rumah saja Renanda tetap memastikannya. Seingatnya malam sekali saat itu mereka selesai membicarakan sesuatu yang Renanda sendiri tidak tahu, hanya saja ia pagi hari ini sulit untuk membuka matanya karena kantuk yang tidak dapat ditahan. Namun Tata tetap berusaha membangunkannya sehingga ia dan juga Tata kini berada dikasur dengan keadaan sudah sadar dari tidur pendeknya semalam. Dengan harapan yang semalaman ia panjatkan, semoga pertannyaanya yang akan diajukan kepada kakek mendapatkan jawaban yang seperti diinginkannya. Tidak lain, ia hanya ingin Sean baik baik saja itu sudah cukup untuk membalas sedikit kesalahannya pada Sean.

Ketukan pintu membuat Renanda kaget karena sebenarnya setengah nyawanya belum terkumpul dengan utuh, dengan gerakan malas Renanda membuka pintu dan kali ini seratus persen kesadarannya terkumpul karena seseorang yang ada dihadapannya. Ayahnya, Ananta kini berada dihadapannya dengan wajah yang sepertinya merasa bersalah.

"Ada apa Yah?"

"Ayah mohon, pulang ya Re?"

Lo selalu aja semaunya ngelakuin hal yang lo mau, lo itu keras kepala, dan menyebalkan.

Renanda mengangguk pasrah, "Iya."

Ananta tersenyum lalu merengkuh tubuh putrinya seraya mengecupi pucuk kepala Renanda, "Nanti sore kita pulang, sekarang kamu bebas mau keliling Bandung dulu atau diem dirumah ngabisin waktu sama kakek?"

"Kenapa gak sekarang?"

Ananta menggeleng, "Ayah ada urusan dengan seseorang."

"Siapa?"

"Orang yang ditemui kakek semalam."

DEG.

"Sean?"

"Tenang Re, semuanya bakal baik baik saja. Ayah cukup mengerti dengan hubungan kalian, jangan cemas."

"Ayah janji?"

"Iya, janji."

"Kak?" ucap Tata membuat keduanya melepaskan pelukan dan menoleh kearah Tata yang berada dibelakang Renanda.

"Oh iya Yah, ini Tata." Ucap Renanda kepada Ananta.

"Ayah sudah tau dari kakek, Ayah juga mengizinkan dia untuk tinggal bersama kita atau mungkin panti?"

"Tata, ingin dirumah atau di panti?" Tanya Renanda

"Apa bedanya kak kalau di panti?"

"Kalau di panti kamu banyak teman, kalau di rumah kakak gak bisa janji selalu ada buat kamu. Kakak kan sekolah, pulang sore atau bisa aja malem."

"Itu terserah kakak dan om."

"Kamu boleh tinggal di panti atau rumah om, itu pilihan kamu jadi kalau kamu sudah pilih tinggal bilang sama om atau kak Rere ya?"

"Iya om, makasih banyak dari Tata untuk om." Ucapnya malu malu membuat Renanda dan juga Ananta gemas dengan tingkah lakunya.

D R E A M [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang