53- jam 11 horror.

2.3K 115 0
                                    


"Maaf tadi saya gak sengaja, kamu gapapa?" tanya seseorang yang tadi menghampiri Renanda

Renanda menggeleng lalu tersenyum walau kepalanya terasa sakit dan pusing akibat benturan dari bola tadi, lelaki yang dihadapannya ini menatapnya khawatir sambil memegangi kepalanya. Tiba tiba tangan yang tadinya berada dikepala harus terhempas begitu saja, Renanda menoleh dan disana ada Sean dengan sorot mata yang menghunus.

"lo bisa main basket kan Yo?" tanya Sean

"gue gak sengaja," ucapnya

"makanya hati hati dong, liat kan cewe gue sampe lemes gini." Ucap Sean

"iya, gue minta maaf."

"yaudah sana pergi," ucap Sean

Renanda masih dalam posisinya yang tentu mendengar perdebatan antara kedua lelaki itu, namun ternyata pusing yang berada dikepalanya kini membuat lehernya terasa berat. Sean yang saat itu duduk disebelahnya mengangkat dagunya sambil menatap dirinya penuh khawatir, "jangan nunduk, nanti nambah pusing." Ucap Sean

Saat kepalanya sudah tidak lagi menunduk dan terpaksa menatap Sean, ia merasa bahwa pandangannya semakin kabur. Benturan tadi memanglah keras membuatnya terhuyung sampai jatuh.

"hei, Re. are you oke?" tanya Sean lebih mendekat dan merangkul tubuh Renanda yang terlihat lemas itu.

Tepat saat itu pandangannya kabur dan gelap seketika, "Astaga Renanda."

Dengan cepat Sean menggendong Renanda untuk membawanya ke uks, tatapan orang orang dikoridor kali ini ia abaikan karena Renanda lebih penting menurutnya. Sesampainya di uks, Sean membaringkan tubuh Renanda setelah itu anggota pmr yang menjaga langsung memberi penanganan. Anggota pmr itu terlihat mengoleskan sesuatu kebawah hidung Renanda, tidak hanya itu ternyata ia juga mengoleskan kayu putih ke perut Renanda yang untungnya anggota pmr itu adalah perempuan jika tidak Sean juga akan bingung harus bagaimana. Tidak lama mata Renanda bergerak, tangannya bahkan kini sudah berada dikepalanya menunjukan bahwa disana ada rasa sakit. Setelah itu anggota pmr tadi beranjak dan pergi ke kasur yang lainnya duduk sambil memperhatikan Sean yang kini tengah menatap Renanda.

"teh manis mau kan?" tanya Sean

Renanda tidak menjawab namun Sean beranjak dari kursinya dan membuatkan teh manis yang memang disediakan di uks, tidak lama ia berbalik dan duduk kembali dikursinya.

"bisa bangun gak?"

Renanda tetap diam dan enggan untuk berbicara apapun kepada Sean, bahkan ia mulai memunggungi Sean yang kini tengah menyodorkan teh manis yang dibuatnya tadi. Lelaki itu terdengar menghela nafas, "aku minta maaf."

"Gak usah dijawab, tapi yang penting kamu minum dulu teh nya biar enakan. Aku suapin ya?" Tanya Sean.

Namun Renanda tidak kunjung bicara, ia hanya diam memperhatikan tembok putih dihadapannya. Suara Sean dibelakangnya benar benar harus ia hiraukan, masa bodo intinya ia sakit hati.

"Mau ya? Ayo dong, kamu boleh marah tapi minum dulu tehnya." Lagi lagi Sean membujuk Renanda yang memunggunginya.

Satu menit kemudian Renanda mengubah posisinya dan berusaha untuk bangun namun kepalanya masih pusing, "udah kamu tidur aja," ucap Sean.

Renanda terdiam lalu Sean mulai menyodorkan sendok berisikan teh, kali ini gadis itu tidak menolak ia terlihat membuka mulutnya. Sean tersenyum karena ternyata Renanda masih mau mendengarkannya, ia lalu menyuapi kembali Renanda dan gadis itu ternyata tetap menerima suapannya. Namun perlahan ia tau gadis itu matanya kian memerah bahkan sudah terlihat berkaca kaca mungkin setelah menahan rasa sakit dikepalanya tadi, setelah itu Sean beralih kepada bibir gadisnya yang memerah bahkan lebih tebal dari sebelumnya. Hal itu membuatnya bingung kenapa bisa seperti itu, ia berpikir apakah tadi bola mengenai bibir dari Renanda? Namun itu tidak mungkin karena Sean melihat sendiri bahwa tadi bolanya jelas membentur kepala bagian sisi bukan wajah. Teh yang berada disendoknya miring karena pergerakan yang tidak disadari Sean, kini lelaki itu sedang memikirkan sesuatu yang membuat bibir gadis itu membengkak bahkan lebih merah dari biasanya. Karena sendok yang makin memiring, teh yang ada disana jatuh bebas ke kaki Sean karena ia memakai celana basket pendeknya.

Erangan terdengar dari Sean, gadisnya hanya menautkan alis bingung dengan apa yang terjadi sehingga Sean mengeluarkan erangan kesakitan. Beberapa detik kemudian Sean menoleh kearah Renanda dan disana terlihat rahang Sean yang menegang bahkan urat urat disekitarnya ikut menegang dan terlihat mengerikan, ia menyadari penyebab dari bibir gadisnya yang berbeda.

"Kamu bilang dong kalo teh nya kepanasan, kan aku bisa tiupin dulu. Liat kan bibir kamu jadi merah gitu, perih gak?"

"aku minta maaf, jangan diemin aku." Lanjut Sean.

Renanda merutuk dalam hati bahwa dirinya tidak suka terhadap perasaanya yang selalu membuatnya cengeng, melihat Sean seperti itu saja sudah membuatnya menangis seperti ini.

"hiks kamu hiks jahat,"

"enggak, udah ya jangan mikir macem macem."

"tapikan tadi hiks kamu kayanya-"

"udahan dong nangisnya, maaf."

Renanda lalu berhenti, tiba tiba saja tersenyum karena malu telah menangis didepan Sean karena masalah sepele. Tangan lelaki itu bergerak menghapus air mata Renanda setelah itu tangannya beralih dan berhenti dipucuk kepalanya, Sean terlihat bergerak mendekati Renanda dan menyimpan dagunya tepat dipucuk kepala Renanda lalu setelah itu ia mengecupnya beberapakali sehingga membuat Renanda tertawa kecil merasa geli.

...

"aku mau nonton film ini ya?" tanya Renanda meminta persetujuan Sean

"kamu gak mau romance, fiksi atau action?"

"emangnya kenapa kalo aku mau nonton horror?"

"gapapa sih,"

"gak boleh ya?"

"boleh ko,"

"tapi aku mau nontonnya jam sebelas,"

"hah? Ini masih jam delapan sayang,"

"gapapa, biar kita berdua aja yang nontonnya. Kan seru!"

Sean menghela nafasnya, jika bukan karena untuk menebus kesalahannya dan membuat Renanda tidak marah lagi ia tidak mau menurutinya menonton Film jam 11 malam.

"Boleh kan?" tanya Renanda lagi

"Iya boleh, yaudah berarti kita makan dulu ya?"

"Aku gak laper,"

"Yaudah, kamu mau apa?"

"Terserah,"

"Timezone yuk?"

"Gak ah nanti cape,"

"Hmm, kalo gitu kita cari novel di gramed ya siapa tau aja kan kamu lagi pengen baca atau beli buku gitu?"

"Gak ada, novel yang aku incer belum terbit."

"Yaudah baca baca aja disana,"

"Gak mau, males tau baca buku selain di kamar."

"Oke. Kamu mau beli tas? Sepatu? Baju? Atau make up gak? Kali aja make up kamu abis, kita beli sekarang yuk?"

Sean langsung tersenyum kala Renanda seperti berpikir untuk meng-iya kan.

"Enggak deh kayanya, soalnya make up aku tuh baru beli lima hari yang lalu." Ucapan itu membuat Sean menghela nafasnya.

"kalo jalan jalan aja mau gak?"

"Gak ah pegel ntar."

"Terus kamu maunya kemana?"

Sean mengalihkan pandangannya dari arah Renanda kemudian ia menunduk dan menghitung mundur 3, 2 , 1. Sean yakin kata kata sakti itu akan keluar, pertanyaan nya salah besar.

"Terserah,"

Lagi, demi apapun jika bukan karena untuk menembus kesalahannya dan juga membuat Renanda tidak marah lagi ia pasti sudah berdebat bahkan mengantarkan Renanda kerumahnya yang berada di Bogor saja. Sean kini benar merasakan apa yang dikatakan seseorang yang katanya perempuan akan lebih menyebalkan ketika ia sudah berkata 'terserah'.

D R E A M [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang