Sembilan

5.5K 179 1
                                    

"Raffa...." panggil seorang cewek yang tak lain adalah Kia.

Raffa mengabaikannya, ia tak menoleh sedikit pun ke arah Kia. Kia mengejarnya masuk ke dalam halaman rumah Raffa. Ia menahan lengan Raffa. Dan Raffa pun sontak berhenti.

"Raffa, kamu masih marah ya sama aku?" ucapnya dengan manja.

Raffa hanya diam seribu bahasa. Ia sudah malas untuk meladeni Kia.

Kia membenamkan wajahnya pada dada Raffa, ia memeluk Raffa dan "Apaan sih...." ucap Raffa dengan melepaskan pelukan Kia yang membuatnya risih.

"Raffa.... udahan dong marahnya." kali ini Kia semakin manja pada Raffa, ia semakin menjadi dan melingkarkan tangannya ke leher Raffa.

Raffa melepaskan tangan Kia secara paksa, ia pun mencengkram tangan Kia dengan kasar. "Dengerin gue baik-baik. Kita udah ngga ada hubungan apa-apa lagi. Jadi..... stop ngga usah ganggu gue lagi." pungkas Raffa sambil meninggalkan Kia dan masuk ke dalam rumahnya, mengunci pintunya dan menutup gorden jendela rumahnya.

Saat ini, ia benar-benar membenci cewek itu. Raffa berhenti mendadak, melihat Ibunya berdiri tegap dihadapannya.

"Mama.." ucap Raffa kaget.

"Gak boleh seperti itu sama perempuan, Sayang."

Raffa mendapatkan nasihat dari Ibunya. Tapi, Rafa tentu saja masih mengingat kejadian dimana Kia dan Glen kepergok berselingkuh.

Dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat Kia dan Glen sedang bercumbu tepat di depan halaman rumah Kia, dimana saat itu ia datang untuk menjemput Kia dan mengajaknya pergi menonton.

Raffa yang tak ingin melihat Ibunya kecewa terhadapnya, ia pun menerima semua nasihat yang diberikan Ibunya. Terlebih lagi, saat ini Ibunya merasakan bagaimana rasanya di bentak dan diabaikan oleh seorang lelaki yang tak lain adalah Ayahnya sendiri.

Raffa benar-benar membenci Ayahnya. Ia serasa ingin memukul Ayahnya dan mencuci otak Ayahnya supaya sadar dan kembali seperti sedia kala. Raffa juga bingung, kenapa Ayahnya lebih memilih wanita murahan itu dibandingkan Ibunya yang merupakan wanita kelas atas di kalangan keluarga dan rekan-rekannya.

Ponsel Ibu Raffa berbunyi. Raffa sempat melihat nama yang tertera di layar ponsel milik Ibunya itu.

"Papa."

Dengan cepat, Raffa menarik ponsel Ibunya dan mengangkat panggilan tersebut.

Raffa terdiam.

Ibunya pun bingung melihat putranya yang terdiam saat mengangkat telpon Ayahnya.

Saat Ibu Raffa ingin menarik ponselnya dari telinga Raffa. Dengan cepat, Raffa mematikan panggilan tersebut.

"Ada apa, Nak?" tanya Ibu.

"Mama gak perlu dengar itu." jawab Raffa.

"Tap..."

"Kalo Papa nelpon lagi, Mama ngga usah angkat! Raffa sudah tidak mengganggap Lelaki itu Papanya Raffa!" pungkas Raffa dan berdiri sambil meninggalkan Ibunya yang hanya diam mendengar perkataan putranya tersebut.

Raffa pergi ke kamar dengan membanting pintu. Ia juga menyalakan radio dan memutarkan lagu sekencang-kencangnya.

Ia tak mau mengingat desahan wanita murahan itu yang sedang bercumbu dengan Ayahnya lewat telpon yang ia angkat.


Seandainya, waktu bisa dihentikan. Raffa lebih memilih tidak mengangkat telpon tadi. Tapi, ia lebih tidak bisa membayangkan jika Ibunya yang mendengar semua itu.


Sampai akhirnya, Raffa pun tertidur pulas dikamarnya dengan suara radio yang masih menyala sekencang-kencangnya.

"Raffa..."

Ibu Raffa memanggilnya dan mengetok pintu kamarnya.

Raffa masih tertidur.

Berkali-kali Ibu Raffa memanggilnya. Tak ada sepatah kata pun yang terdengar dari mulut Raffa. Kemudian, Ibu Raffa masuk ke dalam kamar putranya itu. Untungnya, kamar Raffa tidak dikunci.

Ibu mematikan radio Raffa. Seketika, kamar yang tadinya berisik menjadi sepi dan hening.

"Raffa... Mama mau ke rumah Tante Mella."

Ibu Raffa menggoyang-goyangkan bahunya. "Sayang.."

Raffa pun terbangun dari tidurnya, sedikit demi sedikit ia buka matanya.

"Hoaaamm.." Raffa menguap lebar.

"Di tutup dong, Sayang. Anak bujang." ledek Ibunya.

Raffa terkejut melihat Ibunya yang sudah berpakaian rapih. "Mama mau kemana?" tanyanya.

"Mama mau ke rumah Tante Mella."

"Oh, ya sudah Ma."

"Jaga rumah ya, Sayang. Sepertinya Mama akan pulang malam."

Raffa menganguk mengerti.
Tak bisa dipungkiri, jika Ibunya sudah bertemu dengan Tante Mella. Pasti Ibunya tidak dapat mengingat waktu.

Ibu Raffa dan Tante Mella sudah bersahabat dari masih sekolah dasar. Dan sampai pada umur setengah abad ini pun, mereka masih bersahabat. Walaupun, Tante Mella sekarang lebih milih menetap tinggal di Bali. Tapi, rumah Tante Mella di Jakarta masih ada dan ditempatin oleh Ibunya Tante Mella.

"Ya, Ma. Hati-hati." ucap Raffa.

Ibu Raffa pun pergi meninggalkan putranya yang masih terbaring di kamarnya. Begitu juga dengan Raffa, ia masih ingin melanjutkan tidurnya.

Saat Raffa membalikkan badannya, ia melihat ke arah jam dinding tepat berada di depan pandangannya. Waktu menunjukkan pukul empat sore.

Raffa berpikir sejenak, entah apa. Tapi, ia merasa bahwa pukul empat sore itu ia mempunyai jadwal.

Raffa terus mengingat.
Berfikir.

Raffa langsung meloncat dari ranjang tidurnya dan membuka isi lemari, membongkar semua baju dan memilah nya untuk ia gunakan saat bertemu dengan Almyra.

"Ah. Shit. Gue udah terlambat."
















Yahhh begitulahhh...
Bagaimana ceritanya??
Tolong tinggalkan jejak kalian yaa;)
Please!!! Vote and Comment.
Thank you..
Selamat membaca.

My Love Almyra (END)Where stories live. Discover now