Dua Puluh Sembilan

4.5K 146 2
                                    

Kaki Almyra kini di balut oleh gips untuk beberapa hari. Almyra juga harus menggunakan kursi roda atau pun tongkat untuk berjalan.

"Emangnya parah ya, Dok?" tanya Raffa cemas.

Dokter menjelaskan kepada Raffa perihal kaki Almyra.

"Ngga, hanya saja kakinya cedera, makanya harus di gips agar tetap lurus dan tidak bergerak."

Raffa yang mengerti kemudian pergi menghampiri Almyra yang sedang duduk diruang tunggu.

Kemudian, Raffa duduk di samping Almyra dan menatapnya.

"Kalau butuh apa-apa, bilang aku." ujar Raffa.

Almyra kemudian mencubit lengan Raffa. "Apa sih, orang ngga kenapa-kenapa juga." katanya sambil menggerakan kakinya yang di gips.

"Jangan di gerak-gerakin, Almyra." kata Raffa cemas.

Almyra hanya tersenyum kepadanya, entah gimana, ada perasaan senang dalam dirinya saat Raffa cemas.

Almyra memegang pipi Raffa dengan kedua tangannya, kemudian ia memiring kanan-kirikan wajah Raffa dan menatap wajah Raffa yang ternyata membengkak akibat perkelahian tadi.

"Raffa, muka kamu?" tanya Almyra yang sedikit cemas.

Raffa sedikit kaget dan bingung akan perlakuan Almyra terhadap dirinya. Entah bagaimana, ia senang diperlakukan seperti itu oleh Almyra. Terlebih lagi, sekarang Almyra sudah Aku-Kamuan padanya.

"Kenapa?" tanya Raffa heran. "Ganteng ya?" lanjutnya lagi.

Almyra pun kemudian mendorong wajah Raffa seraya bercanda kepadanya. "Wooh... Sok ganteng malah iya." ledeknya.

"Hehehe. Ngga apa-apa sok ganteng, yang penting kamu suka kan?"

"Suka apanya?"

"Suka aku." kata Raffa menegaskan.

"Hahaha." Mereka pun tertawa.

Mendengar tawa Almyra membuat Raffa semakin jatuh cinta kepada gadis cantik ini. Ia pun ingat dengan niatan awal untuk menyatakan cintanya kepada Almyra. Tapi, ia rasa saat ini belum tepat untuk menyatakan perasaannya itu. Akhirnya, ia urungkan niatnya.

"Muka kamu harus diobatin Raffa." kata Almyra kemudian.

Raffa menaikan alisnya. "Ngga usah."

"Tapi, sudut bibir kamu berdarah." kata Almyra menjelaskan.

Raffa kemudian mengelap darah yang ada di sudut bibirnya dengan ibu jarinya. Raffa sedikit merintih kesakitan.

"Sakit?" tanya Almyra yang cemas.

"Engga... kalau kamu cium pasti sembuh." balas Raffa sambil bercanda memonyongkan bibirnya ke Almyra.

Almyra langsung menangkis wajah Raffa dengan tangannya. "Dasar." Hanya ucapan itu yang keluar dari mulut Almyra.

Mereka pun tertawa lagi. Kemudian, Almyra bertanya kepada Raffa terhadap pria setengah baya yang berkelahi dengan dirinya.

"Tadi siapa?" tanya Almyra.

"Siapa apanya?" tanya Raffa bingung.

"Yang kamu ajak berkelahi." kata Almyra.

"Oh.... Papaku." jelas Raffa. "Aku ngga ngajak dia berkelahi. Tapi dia yang memulai." lanjutnya.

Almyra meraih tangan Raffa, kemudian ia menompangnya di atas paha Raffa. Tangan Almyra pun mengelus punggung tangan Raffa.

"Engga seharusnya kamu lakukan seperti itu, apalagi kepada Papa kamu Raffa." ucap Almyra.

Entah itu nasihat atau apa, Raffa hanya mendengarkan Almyra. Sebenarnya, ia sudah malas untuk membicarakan Ayahnya.

"Tapi... kamu liat kan? Dia yang bikin Mama sampai jatuh ngga berdaya di lantai." kata Raffa menjelaskan.

"Iya, Raffa. Aku mengerti. Tapi ngga seharusnya kamu ngebales pukulan juga ke Papa kamu." kata Almyra.

Ada benarnya juga kata Almyra. Tak seharusnya ia memukul Ayahnya. Apalagi dengan tangannya sendiri, ia juga tadi sempat melihat Ayahnya yang babak belur akibat perbuatan dirinya. Tapi Raffa sudah kehilangan kendali tadi. Ia sangat kesal dan marah melihat Ibunya yang tak berdaya di lantai akibat ulah Ayahnya itu.

Raffa hanya ngga habis pikir dengan pemikiran Ayahnya yang berani sekali memukul seorang wanita sampai tak berdaya.

"Keluarga aku hancur, Almyra." kata Raffa sambil menundukkan wajahnya.

Melihat itu Almyra memajukan badannya, mendekat ke Raffa dan mengelus pundak Raffa.

"Papaku sangat keterlaluan. Bisa-bisanya ia meninggalkan Mama demi wanita lain." pungkasnya.

Mendengar hal itu, Almyra kemudian menarik badan Raffa dan memeluknya.

"Sudah Raffa, ngga usah diceritain." kata Almyra sambil mengelus punggung Raffa. "Kamu akan lebih sakit hati jika diceritain. Aku bisa mengerti semuanya." lanjut Almyra yang seolah-olah mengerti keadaan keluarga Raffa saat ini.

Raffa membalas pelukan Almyra, ia sedikit mengeluarkan air matanya, kemudian sedetik itu juga langsung ia tangkis air mata itu. Ia sama sekali tidak mau mengeluarkan sedikit air mata untuk pria yang sudah menyakiti hati Ibunya, yaitu Ayahnya sendiri.

"Aku ingin keluargaku seperti semula, Almyra." ujar Raffa.

Almyra mengangguk mengerti, dan masih mengelus punggung Raffa seraya menenangkan laki-laki itu.

"Hidup kita udah diatur. Kita hanya perlu menjalankannya. Yang penting kita ikhlas." katal Almyra sambil melepaskan pelukannya.

"Hidup itu ngga semulus pahanya artis-artis Raffa." lanjut Almyra yang sedikit bercanda kepada Raffa, entah bercandanya ditanggapi oleh Raffa atau tidak urusan belakangan, yang penting niat Almyra hanya ingin membuat Raffa tidak sedih.

Raffa kemudian tersenyum ke Almyra, ia mendekatkan bibirnya ke telinga Almyra dan berbisik kepadanya. "Kalau paha kamu mulus ngga?"

Almyra langsung memukul Raffa dan menjewer telinga Raffa. "Dasar mesum."

"Hahaha." Mereka pun tertawa.

Raffa tak menyangka Almyra orangnya asyik. Ia bisa memberikan suasana hati Raffa yang campur aduk. Dan Raffa suka itu.

"Terima kasih, Almyra." ucap Raffa ke Almyra disela-sela ketawanya mereka.

Almyra pun memberhentikan tawanya dan kemudian mengubahnya menjadi senyuman.

"Sama-sama, Raffa." balasnya.
















Haiii semuanya..
Bagaimana ceritanya? Haha
Yaa begitulah..
Please! Vote and comment guys..
Selamat membaca, semoga suka


My Love Almyra (END)Where stories live. Discover now