Tauran

203 13 0
                                    

SMA Arwana nampak ramai karena bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, di lapangan ramai oleh siswa-siswa yang tengah bermain bola.
Dan di kantin adalah tempat yang paling padat di saat bel istirahat berbunyi.

Saat ini Raina, Siska, Ify dan Ayu tengah berjalan di koridor lantai dua untuk menuju ke lapangan. Istirahat kali ini tidak akan mereka habiskan dengan makan di kantin melainkan di lapangan, itung-itung irit. Rencananya mereka akan bermain bola bersama kelas dua belas.

"Rain, mau ke toilet dulu ya," kata Ayu yang berjalan tepat di samping Raina.

"Gue anter."

"Gak usah, aku sendiri aja."

"hati-hati."

Setelah meminta izin kepada sahabat-sahabatnya. Ayu segera membelokan langkahnya untuk menuju toilet yang berada di lantai dua. Toilet khusus wanita.

"Raina, Siska, Ify!"

Seketika langkah kaki ketiga gadis itu terhenti kala seseorang memanggil nama mereka, ketiga gadis itu menoleh dan melihat Pak Windu guru olahraga berdiri di belakang mereka.

"Ada apa Pak?" Tanya Siska.

"Jangan pura-pura tidak tahu kalian, siapa yang ngasih kursi reot di tempat saya?" Tanya Pak Windu dengan tegasnya menatap ketiga gadis tersebut.

Seketika Raina, Siska maupun Ify membulatkan mata mereka, bagaimana bisa Guru dengan kepala hampir botak ini tahu aksi mereka tadi di kelas, ya memang tadi pagi ketika pelajaran olahraga, Raina dan ketiga sahabatnya sempat dimarahi habis-habisan oleh gGuru itu karena tidak mengerjakan tugas, padahal mereka sudah menjadikan Ayu alat berlindung mereka dari amukan Guru berpostur tubuh pendek itu. Karena hanya Ayu saja yang mengerjakan tugas tapi tetap saja mereka kena marah Guru yang berasal dari Bali itu dan alhasil mereka jadi bahan tawaan teman-teman di kelas.

Ketika Pak Windu keluar sebentar, Raina, Siska dan Ify menukar kursi Guru tersebut dengan kursi reot. Alhasil ketika Pak Windu masuk kelas kembali kemudian duduk di kursinya, ia terjungkal ke belakang dengan keadaan kursi yang patah bagian kakinya.

"Pak, Bapak tau sendiri kan ini sekolah bentukannya bijimana. Bukan cuma kursi Bapak aja yang reot. Punya saya juga sama," kata Ify berusaha untuk membela diri.

"Saya gak peduli mau kursi kamu reot atau enggak, yang penting sekarang kalian tanggung jawab atas perbuatan kalian!" Kata Pak Windu dengan nada suara naik satu oktaf.

"Selama saya sekolah di sini sering banget dituduh ngehamilin orang, miris banget jadi saya," kata Siska sambil merubah raut wajahnya menjadi sedih.

"Siapa yang bilang kamu hamilin anak orang?" Tanya Pak Windu.

"Itu barusan, saya disuruh tanggung jawab," jawab Siska.

Pak Windu menghembuskan napasnya kasar, bagaimana bisa ia di beri tugas oleh pihak sekolah untuk mengajar kelas anak-anak bangor ini. Bisa-bisa kepala botaknya pecah akibat tak tahan menghadapi sikap mereka.

"Lari," bisik Raina pada Ify yang berada di sampingnya. Kemudian ketiga gadis tersebut bersiap-siap untuk berlari menghindari Guru berkepala botak ini.

"Saya akan huku---HEY MAU KEMANA KALIAN!"

☆☆☆☆

Raina, Siska dan Ify nampak mengatur napas mereka yang tersenggal-senggal akibat lari menghindari amukan Guru olahraga tersebut.

Saat ini mereka sudah berada di tengah-tengah lapangan yang masih ramai oleh siswa-siswa yang bermain bola.

Tiba-tiba saja mata Ify menangkap sosok Didi yang berjalan sambil membawa tiga botol aqua dingin, Ify langsung mengisyaratkan kedua sahabatnya untuk menghampiri Didi.

We Are Forever ✓Where stories live. Discover now