Pergi

110 10 0
                                    

Tepat pukul tujuh malam, semua penghuni rumah diminta berkumpul oleh sang ketua. Di saat semuanya sudah berkumpul, suasana ramai dan gelak tawa tidak lagi terdengar. Yang ada hanya suasana sunyi yang menemani. Semuanya sama-sama diam, saling lirik-lirik dan hanya berbicara menggunakan tatapan mata masing-masing.

Raina.

Ia sudah siap jika harus mendapat banyak hujatan dari mereka, ia sudah siap jika harus ditampar berkali-kali oleh perkataan pedas mereka, ia sudah mempersiapkan segalanya, termasuk hati. Raina tidak ingin hatinya kembali tergores oleh luka, untuk itu ia berusaha keras memasang benteng yang cukup kuat untuk hatinya agar tidak mudah rapuh.

Sementara semua tatapan jelas-jelas mengarah hanya kepadanya.

"Ehm." Aksa berdeham mencoba mencairkan suasana.

"Kelamaan lo Sa! Gue gak sabar pengen maki-maki nih cewek!" Teriak Ayu sambil menunjuk ke arah Raina.

"Kudu kalem, kudu sabar, gak boleh ngomong kasar. Bangsat lo semua anjing!"

"Woy Sa. Kalem-kalem, ngopi dulu nyok biar gak gila," ujar Anto.

Ayu yang sudah geram pun segera menarik rambut Raina yang berdiri tepat di sampingnya. Sontak hal itu berhasil membuat semua orang terkejut, terutama Raina. Raina menahan tangan Ayu agar melepas jambakannya. Sungguh, Raina bisa merasakan jika seluruh rambutnya rontok akibat kerasnya jambakan Ayu.

Semuanya tak tinggal diam. Mereka segera mencegah Ayu agar tidak lepas kendali.

"Yu udah-udah. Semuanya bisa diselesaikan baik-baik, gak usah pake kekerasan juga," ujar Aksa sambil mencoba menarik tubuh Ayu.

"Lo semua lama, gue cuma minta keadilan di sini. Kenapa susah banget si!" Teriak Ayu.

"Ya udah tunggu dulu. Lo apa-apa gak usah pake emosi bisa gak si! Semua masalah pasti bisa diselesaikan dengan baik!" Jawab Aksa yang juga ikut terpancing emosi.

Ayu memilih diam, ia membiarkan Aksa yang mengambil alih sementara. Jika ia sudah diperbolehkan untuk ikut andil, ia ingin segera menghajar gadis itu meskipun gadis itu adalah sahabatnya sendiri. Tidak, bukan sahabat. Mana ada sahabat yang menghancurkan sahabatnya sendiri. Ayu tak sudi menganggap Raina sebagai temannya lagi. Ia sudah terlanjur kecewa dengan apa yang telah gadis itu perbuat.

Aksa melangkah mendekati Raina yang sedari tadi hanya menunduk saja. Keandaan Raina sungguh berantakan apalagi setelah rambutnya kena jambak oleh Ayu.

"Rain," panggil Aksa pelan.

Raina mendongakan kepalanya. Ia menatap Aksa. Tak lupa dengan senyum tipis yang terbit dari bibirnya.

"Kenapa Sa?" Tanya Raina.

"Kita di sini cuma minta lo klarifikasi semuanya, kita gak mau ada kesalah pahaman di sini," ujar Aksa.

Raina menarik napasnya dalam-dalam. Benar, sampai sekarang mereka masih mengira kalau Raina pelaku yang sebenarnya. Sampai-sampai Raina diintrogasi hingga kesekian kalinya. Namun, Raina tetap berusaha keras untuk menyakinkan semua teman-temannya jika bukan dirinya pelaku yang sebenarnya. Raina tidak mungkin melakukan hal yang menjatuhkan sahabatnya sendiri, dan Raina yakin, pasti ada seseorang di balik ini semua yang mengatasnamakan Raina.

"Gue harus ngomong berapa kali lagi si. Kalau bukan gue orangnya, gue gak mungkin ngelakuin hal yang menjatuhkan sahabat gue sendiri," jawab Raina. Berusaha untuk menahan gejolak emosi yang menguasai dirinya.

"Halah maling mana mau ngaku!" Cetus Ify.

"Masih belum mau jujur Rain?" Tanya Aksa.

"Jujur yang kayak gimana lagi biar lo semua percaya Hah! Gue udah bilang bukan gue!" Lepas sudah. Raina emosi karena merasa tersudutkan di sini, tidak ada satu orang pun yang membelanya. Semuanya menuduh Raina dengan tuduhan yang sama.

We Are Forever ✓Where stories live. Discover now