Sebuah Kepercayaan

158 14 0
                                    

"Sebagai orang tua, tugas kamu menjaganya. Bukan meninggalkannya, dahulu kenapa kamu meminta agar dia tinggal sama kamu tapi kenapa sekarang kamu menelantarkannya, lihat sekarang! Anak kamu seperti ini karena kamu! Di mana tanggung jawab kamu Julia!"

Julia, Mamahnya Ayu. Hanya mampu menundukan kepalanya kala ia terus-terusan kena marah oleh mantan suaminya. Julia juga tak menyangka jika putrinya mengalami kejadian seperti ini, Julia baru mendapat kabar tadi pagi, dari Jawa ia segera ke Jakarta untuk melihat keadaan putrinya.

Cukup teriris hati Julia kala melihat Ayu diikat di atas ranjang rumah sakit, beberapa menit yang lalu. Ayu sempat memberontak bahkan sampai melukai orang, untuk menenangkannya, para Perawat penyuntikan obat penenang untuknya. Agar bisa berhenti melakukan hal-hal yang tak di inginkan. Ayu kerap sekali menjerit, berkata bahwa dia takut. Julia tak tahu kejadian yang menimpa sang putri sehingga menyebabkannya seperti ini.

"Fatir, sudah Nak. Sebaiknya temani putrimu di dalam, kasihan dia." Erna menepuk pundak Fatir.

Fatir mengangguk, ia segera meninggalkan Erna serta mantan istrinya.

"Bertahun-tahun Mama menjaganya, kenapa dengan begitu teganya orang lain menyakiti cucu kesayangan Mama. Melihat keadaan Ayu semakin menurun, Mama sempat punya pikiran untuk membawanya ke rumah sakit lain demi kesembuhan dia," ujar Erna.

Julia menatap mamahnya, "Julia bantu Mah, Julia tau pasti biayanya gak sedikit."

Erna mengangguk, meskipun Julia tak punya waktu untuk Ayu, meskipun Julia sempat melupakan tugasnya sebagai seorang Ibu. Tapi tetap saja Julia adalah Ibu kandung Ayu, Julia berhak bertemu dengan putrinya, berhak membantu putrinya agar bisa bangkit, agar bisa sembuh.

Waktunya memang tak sebentar, tapi mereka akan berusaha demi kesembuhan Ayu.

☆☆☆☆

"Ika! Bangun, molor mulu ya! Itu Ify nunggu di depan!"

Dyah, mengguncang tubuh Aiska yang dibaluti selimut. Sudah berjam-jam gadis itu tidur setelah pulang sekolah.

Sekarang jam sudah menunjukan pukul 19:00 malam, Dyah mengerti mengapa keponakannya ini tidur sampai seperti orang mati, jika sahabat keponakannya itu tidak ada di sini mungkin saja Dyah tak akan membangunkan keponakannya.

"Bentar Bi, ini Ika sebentar lagi dapet cincin nikah dari calon imam."

"Cincin nikah biji mata lu sobek! Cepet bangun, Ify udah nunggu, katanya mau ke rumah sakit Ka!"

Siska segera menyibakan selimutnya.

"Allahuakbar, kenapa Bibi gak bangunin Ika?!"

Dyah memutar bola matanya, "Conge lu beku tuh, dari tadi Bibi bangunin gak bangun-bangun. Cepet, Ify nunggu dari tadi."

Siska segera berlari menuju kamar mandi, tak peduli dengan Bibinya yang menggerutu karena Siska tak sempat membereskan tempat tidurnya terlebih dahulu.

Setelah beberapa menit berada di kamar mandi, akhirnya Siska keluar. Baju lengan pendek berwarna biru dongker bergambar sepasang pengantin, jelana jeans hitam robek di bagian lututnya, rambutnya sengaja ia gerai untuk menyempurnakan penampilannya malam ini.

Siska tak punya waktu banyak, ia segera memakai sepatu vans birunya kemudian ia segera berlari keluar kamar.

"Lumutan gue nungguin lo, lama amat." Ify bangkit berdiri kala melihat kedatangan sahabatnya.

We Are Forever ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang