Terbongkar.

122 10 1
                                    

Ayu bersikeras ingin pulang sore ini juga. Muak berlama-lama berada di tempat seperti ini, apalagi setelah mengatahui fakta-fakta yang amat mengejutkan itu. Dokter tak bisa berbuat apa-apa selain menuruti maunya gadis itu, namun Ayu dianjurkan agar sering-sering Check up. Karena sebagian luka-lukanya belum membaik, ditambah ayu pernah koma selama beberapa hari.

Ayu hanya dijemput oleh keluarganya. Karena memang ia tak mengabari teman-temannya yang lain jika ia akan pulang hari ini. Biarkan saja menjadi kejutan.

Ia sudah duduk di sebuah kursi roda, sementara Mamahnya tengah membereskan semua barang-barangnya. Dan Ayah tirinya sudah menunggu di luar ruangan.

"Udah Mah?" Tanya Ayu.

Julia mengangguk, "Yuk." Julia segera mendorong kursi roda yang diduduki oleh Ayu.

Senang rasanya bisa keluar dari tempat itu, Ayu tak berbohong. Ia benar-benar muak berada di dalam ruangan yang di dominasi warna putih itu. Selama berada di tempat ini, Ayu sama sekali tidak diizinkan keluar. Ia hanya boleh berjalan itupun hanya ke toilet saja.

"Pulang ke rumah Mama dulu ya," ujar Ayu yang langsung diangguki oleh Julia. Selama perjalanan pulang. Pikiran Ayu terus bergelayut kemana-mana, ia memikirkan soal kejadian itu. Kejadian dimana foto-foto itu berhasil memancing emosinya. Sampai sekarang Ayu masih belum mempercayai hal itu sebelum ia membuktikannya sendiri, tapi dari hasil foto yang ia lihat, sepertinya itu foto asli bukan hanya sekedar editan. Dan Ayu juga tahu jika Reysya tak mungkin berbohong.

Rain...

Ayu tak menyangka jika sahabatnya yang selalu menemaninya sedari kecil hingga sebesar ini. Ternyata menyembunyikan sebuah rahasia, dalam pertemanan mereka. Tidak ada yang boleh menyembunyika apapun, dan itu pun sudah disepakati bersama. Lalu ada apa dengan Raina? Kenapa Raina tega melakukan hal ini. Hal yang berhasil menyakiti hati sahabat-sahabatnya.

Bagaimana jika Ify tahu yang sebenarnya. Akankah Ify akan semarah ini sama seperti dirinya atau bahkan Ify lebih murka, mengingat Ify sangat mencintai sosok Arga.

🌈🌈🌈🌈

Malam itu seluruh penghuni rumah berkumpul, semuanya sibuk menyaksikan sebuah film layar lebar yang ditayangkan di televisi.

Suara isak tangis terdengar dimana-mana. Semuanya menangis hanya karena sebuah Film.

"Del--Delisa hiks..hiks..Gue kasian sama dia, gak apa-apa deh gue gantiin Uminya," ujar Pian.

Plak

Aksa menggeplak kepala Pian kencang.

"Mana bisa lo jadi Uminya. Lo kan laki-laki!"

"Di dunia ini apa si yang gak bisa," jawab Pian sambil menyeka air matanya yang menetes.

Laki-laki maupun perempuan yang berada di rumah ini, semuanya menangis sesegukan. Film layar lebar yang berjudul Hafalan Shalat Delisa berhasil menguras air mata. Betapa menyedihkannya jadi Delisa kala harus ditinggal pergi oleh Kakak-kakaknya bahkan oleh Uminya. Sementara dia dibiarkan berdua hanya bersama Abinya.

Delisa sungguh gadis kecil yang tegar. Ia mau menerima takdir kejam yang menghancurkan hidupnya.

Mereka, mana bisa seperti Delisa. Ditinggal oleh kekasih saja sudah seperti oleh gila yang tak tahu arah.

Semua orang asik dengan film. Sementara Raina, sibuk dengan dunianya sendiri. Mengingat kejadian di sekolah, membuat Raina merasakan desiran aneh yang tak biasa. Ia terus menyentuh bibirnya sambil terus tersenyum. Ciuman pertamanya telah diambil. Dan orang yang mengambilnya adalah Arga, sosok laki-laki yang ia sayangi dan ia cintai.

We Are Forever ✓Where stories live. Discover now