Waspada

111 11 6
                                    

Plak

Satu tamparan berhasil mendarat ke pipi mulus Iyan, Iyan hanya mampu menunduk karena tak berani menatap mata tajam Indra. Indra berdiri dengan tegapnya di depan Iyan, kepalan tangan Indra begitu terlihat apalagi saat urat-urat di tangannya terlihat menonjol, kedua matanya memancarkan aura kemarahan

Iyan hanya mampu terdiam, teman-temannya pun hanya mampu menyaksikan tanpa ada niatan untuk membantu karena semuanya takut pada Indra. Apalagi saat Indra sedang marah seperti ini.

"Bodoh! Nyuruh mereka nyerang anak SMA Arwana aja gak bisa! Otak lo dimana si hah?!" Indra menoyor kepala Iyan kencang.

"Maafin gue Bang, gue pikir anak SMA sebelah angkatan sekarang lebih kuat dari pada angkatan kemarin. Ternyata mereka sama aja," jawab Iyan pelan.

"Kalau gini caranya rencana kita buat ngancurin mereka gagal Bodoh! Argahh otak lo tuh dimana si! Punya sodara ko Tolol gini!" Indra melangkah mendekati kursi yang menjadi singgasananya. Iyan pergi dari hadapan Indra. Bergabung dengan teman-temannya yang lain.

"Gue gak mau tau, malam ini kita harus nyerang Aksa sama cecunguk-cecunguknya. Kita bagi tugas aja, sebagian ke rumah Exel. Cari tau soal kode itu, dan sebagian kita nyerang mereka," ujar Indra dan semuanya pun mengangguk.

"Ndra, Aksa sama antek-anteknya mau nyerang club lo, kita harus gimana?" Tanya salah seorang temannya.

"Sial!" Teriak Indra.

Indra bangkit berdiri, ia menatap tajam ke arah teman-temannya.

"Siapin semuanya, gue lepas tuh Club kalau sampe diancurin. Gue gak peduli."

"Terus sama pengunjung gimana, tau sendiri kan Club lo gak pernah sepi."

"Gampang, kalau mereka tau ada keributan. Nanti juga kabur sendiri," jawab Indra.

🌈🌈🌈🌈

Sore ini di kediaman rumah Exel. Semua para penghuni rumah tengah berkumpul,  mereka sedang menonton Tv di ruang tamu ditemani banyaknya cemilan yang sudah berserakan dimana-mana.

Beruntungnya semua penghuni rumah ikut berkumpul, Aldi yang biasanya selalu disibukan dengan kuliahnya, kini ikut bergabung dengan yang lainnya meskipun ia sibuk dengan buku yang ada di tangannya.

Aksa yang biasanya sibuk dengan urusan kantor kini nampak asik duduk lesehan di atas karpet berbulu bersama yang lainnya. Melihat keramaian yang tercipta membuat hubungan mereka semakin erat. Seandainya masih ada Exel. Mungkin, rumah ini semakin terasa ramai dengan suasana yang berbeda. Mereka kembali menghidupkan momen-momen mereka dahulu saat bersama Exel, sekarang mereka ingin kembali mengenang masa-masa dahulu meskipun sudah tak ada Exel di tengah-tengah mereka.

"Sis, selama lo hamil. Gak ada ngidam-ngidamnya gitu?" Tanya Aksa tanpa melihat ke arah Siska yang sedang tiduran di atas soffa.

Siska menggeleng, "Belum kali Ka. Tapi gak apa-apa si yang penting bayi gue sehat."

"Seneng amat nih yang mau punya dedek bayi," celetuk salah satu temannya.

Siska tersenyum, "Mungkin di awal aja gue belum bisa nerima semuanya. Tapi gue sadar, suatu saat nanti kalau bayi ini udah lahir. Gue bisa ngerasain kebahagiaan yang seutuhnya."

"Apalagi kalau udah nikah sama Rean. Beh jadi keluarga bencana dah," celetuk salah satu temannya.

"Keluarga berencana woy, gue colok pake kentang mati lo!"

We Are Forever ✓Where stories live. Discover now