Berharga

119 12 0
                                    

Hanya berada di dekapan orang tersayanglah yang bisa membuat hati lebih tenang, sehebat apapun masalah datang menghampiri, ketika diri ini memilih untuk berada di dekapan orang-orang tersayang. Masalah yang membuat hati tak tenang pun perlahan sirna.

Efeknya sungguh luar biasa, dan Raina bisa merasakan hal itu saat ia berada di dekapan sang Ayah. Tangan halus Ayahnya bergerak mengelus rambut Raina yang dibiarkan terurai. Sementara Raina memilih mencari tempat ternyaman di dalam dekapan Ayahnya, ia menyenderkan kepalanya di dada sang Ayah.

Ini sudah hari ketiga Raina berada di kediaman Ayahnya. Sampai saat ini pun Raina belum berani menceritakan semua masalah yang sedang ia hadapi, Ayahnya baru saja keluar dari rumah sakit setelah sekian lama masuk keluar rumah sakit akibat penyakitnya yang selalu tiba-tiba menyerang, Raina tidak ingin membuat Ayahnya khawatir hanya karena masalah yang masih bisa Raina hadapi. Namun semakin lama ia pendam, rasa sesak semakin ia rasa, Raina seolah sulit bernapas kala memendam semua masalahnya sendiri tanpa membagi-baginya pada orang terdekat.

"Ayah masih sakit?" Tanya Raina sambil mendongak menatap wajah Ayah yang semakin hari semakin keriput. Wajahnya pun sedikit pucat.

Ilham tersenyum, lalu menggeleng, "Enggak. Keadaan Ayah jauh lebih baik sekarang, sepertinya sekarang putri Ayah nih yang lagi sakit. Kamu kenapa Rain?" Tanya Ilham.

Raina menegakan tubuhnya. Ia menatap ke arah Ayah yang juga tengah menatap ke arahnya.

Semakin hari keadaan Ayahnya tidak baik semenjak keluar masuk rumah sakit, sehari keluar dari rumah sakit. Ayahnya kembali pergi bekerja, jika kelelahan sedikit, Ayahnya kembali masuk ke rumah sakit. Raina tidak bisa melihat hal itu terus terjadi, ia ingin Ayahnya berhenti berkerja. Biarkan saja nanti Raina yang menggantikan Ayahnya bekerja. Toh sebentar lagi Raina akan lulus, Raina hanya tak ingin melihat orang-orang tersayangnya kenapa-napa. Terutama Ayah, saat ini. Yang Raina miliki hanya Ayahnya, sementara yang lain pergi meninggalkannya seorang diri.

Raina tak memberitahukan kepada siapapun jika ia pergi ke sini. Bahkan kepada Bundanya sendiri, karena Raina rasa semua orang tak perlu tau bagaimana Raina sekarang, toh mereka tidak ada yang peduli. Ponsel Raina pun selalu sepi. Tidak ada Notif pesan, Chat atau panggilan dari teman-temannya yang barangkali sedang mengkhawatirkannya. Raina tidak berharap hal itu terjadi, yang ia harapkan sekarang. Ia bisa melupakan sesuatu hal yang membuatnya rapuh.

"Kenapa Rain? Gak biasanya kamu kayak gini, lagi ada masalah?" Tanya Ilham.

Raina memilin bajunya karena ia bingung harus menjawab apa.

Tangan Ilham terulur menyentuh tangan Raina.

"Rain, kalau ada masalah. Raina cerita aja sama Ayah, Ayah siap jadi pendengar yang baik buat kamu. Selama kamu ada di sini. Ayah merasa gak kenal sama kamu, kamu lebih sering melamun," ujar Ilham.

Raina memeluk tubuh Ayahnya lalu ia menangis.

"Maafin Raina Yah...Raina sadar ini salah Raina, karena Raina semua orang pergi ninggalin Raina termasuk sahabat-sahabat Raina. Raina gak punya siapa-siapa lagi selain Ayah. Cuma Ayah tempat Raina pulang saat ini." Raina terisak-isak di dekapan Ayahnya.

Sementara Ilham hanya mampu diam melihat putri kesayangannya menangis terisak-isak di pelukannya seperti ini. Ilham rasa sekarang Raina tengah di hadapkan dengan sebuah masalah yang sulit membuat putrinya tidur. Hingga berakhir seperti ini, Ilham tidak bisa jika terus-terusan melihat Raina seperti ini. Sesak rasanya melihat putrinya tertekan karena masalah yang saat ini dia hadapi.

"Raina cerita sama Ayah. Bagi semua masalah Raina sama Ayah, jangan pendem masalah kamu sendiri Nak. Ayah gak suka liat Raina kayak gini, Ayah sedih liat Raina nangis kayak gini. Ayah gak bisa liat putri Ayah kehilangan arah."

We Are Forever ✓Where stories live. Discover now