17.Extricate•Nada❄

9.4K 682 9
                                    


"I love music, because music can represent my feelings."

❄-Extricate-❄

"

Assalamu'alaikum Ibu,"melihat kehadiran Arima,Rini mendekati Arima dengan senyuman terukir diwajahnya.

"Wa'alaikum salam sayang,Ibu udah nunggu kamu dari tadi,"Rini mendudukkan tubuh Arima dikursi dihadapan piano.

"Hehe,maaf telat Bu.Nungguin hujan reda dulu."

"Bentar,itu hoodie siapa ya Arima?Ko kegedean,kayaknya punya laki-laki deh,"Rini menatap Arima dengan tatapan jahilnya.

"Ini punya temen Ibu,"ucap Arima dengan nada malu-malu.

"Temen apa temen?"

"Calon pacar,"Rini mencubit pipi Arima gemas.

"Dasar kamu,pentingin dulu buat lomba baru pacaran!"

"Iya Ibu,Arima gak akan lupa ko.Aku bakal selalu latihan setiap hari!!"Rini mengambil tas gendong Arima dan menyimpannya dikursi terdekat.

"Ibu buatin kamu cemilan dulu ya,"Arima mengangguk dengan antusias,Rini berlalu pergi menuju dapur.

Arima meregangkan tangannya terlebih dahulu sebelum memainkan pianonya.Setelah itu,ia menekan tuts piano secara perlahan sesuai dengan nada yang ia mainkan.Kedua matanya menutup merasakan sebuah nada mengalun ditelinganya.

Rasa senang,sedih,amarah seolah bercampur menjadi satu saat ini menghasilkan sebuah nada.Nada yang mampu menghipnotis siapapun yang mendengarnya.

Musik,itulah yang Arima sukai.Musik selalu mewakilkan perasaan yang tak pernah bisa terungkap lewat kata-kata dan terkadang selalu membuat sang pendengarnya merasa tenang.

Bayangan kejadian tadi seolah terputar dipikarannya.Masih dengan jari menekan tuts piano.

Kedua sudut bibirnya tertarik saat dimana Riko memberikan sebuah hoodie kepadanya.Hal itu tidak pernah terlupakan olehnya.

Namun,itu hanya sementara disaat bayangan keluarganya sedang tertawa bahagia tanpa kehadirannya membuat permainannya menjadi berantakan.

Amarah kini menguasai,ia membenci disaat-saat itu.

"Arima kamu kenapa!?"Rini mendekati Arima dengan tatapan khawatir.

"Nggak Bu,Arima nggak papa ko,"Arima menampilkan senyumannya meyakinkan Rini bahwa dirinya tidak apa-apa.

"Sudahi saja latihan hari ini,kamu pasti capek istirahat aja ya?"

"Arima gak mau pulang Bu,Arima mau disini aja,"Rini mengelus rambut Arima lembut,ia tahu bagaimana terlukanya Arima dirumah itu.

"Arima boleh disini,kapanpun kamu mau.Tapi mau bagaimanapun,rumah kamu disana Arima.Jujur,Ibu ingin sekali kamu menemani Ibu,tapi kamu masih memiliki keluarga Arima."

"Arima benci mereka Ibu."

"Mereka keluarga kamu Arima,terutama keluarga kamu.Mereka yang merawat kamu sedari kecil sampai secantik ini."

"Tapi kenapa mereka gak sayang sama Arima!?!"

"Mereka sayang kamu,mereka hanya tidak memperlihatkannya Arima."

"Arima selalu berharap,bahwa Ibu adalah keluarga Arima."

"Ibupun begitu Arima,jadi sekarang pulang ya?"Arima mengangguk pelan lalu bangkit dan mengambil tas gendongnya.

"Tunggu disini,"Rini melangkah menuju dapur dan kembali dengan tangan mengenggam sebuah kotak makan.

"Ini bolu rasa coklat,kesukaan kamu,"senyum Arima merekah menatap kotak makan yang sudah berada digenggamnya.

"Makasih banyak Ibu."

"Iya sama-sama sayang,sekarang kamu pulang ya?dah sore,"Arima menganggukan kepalanya.Ia menyalami tangan Rini lalu berlalu pergi keluar rumah.

Arima memeluk kotak makan itu erat,masih dengan hoodie Riko melekat ditubuhnya yang kecil itu sehingga hoodie itu terlihat kebesaran.

Melihat angkutan umum sedang berhenti didepan,Arima segera berlari agar tidak ketinggalan.

Akhirnya ia bisa bernafas dengan lega,saat berhasil memasuki angkutan umum.

Diperjalanan,tatapannya tertuju keluar jendela.Angin berhembus rasanya sangat menyejukkan.

"Kiri mang!!!"Arima menuruni angkutan umum itu tak lupa membayar ongkos pada sang supir.

Helaan nafas terdengar saat melihat rumah dihadapannya,ia harus bersiap batin sebelum memasuki rumah yang baginya tidak pantas disebut rumah.

Kakinya melangkah memasuki ruma yang ia yakini semmuanya sedang berada dirumah saat mendengar obrolan menyenangkan mereka.

Dan benar saja,mereka sedang mengobrol dengan kepala Kayla berada dipangkuan Mamahnya sembari rambut dielus oleh Papahnya.

Arima sungguh ingin diperlakukan seperti itu.

"Keluyuran kemana kamu jam segini baru pulang?"langkah Arima terhenti saat mendengar suara Mamahnya.

"Kerja kelompok,"Arima melanjutkan langkahnya memasuki kamar.

Sesampainya dikamar,air matanya luruh begitu saja.Arima menghapus air mata itu dengan kasar terkesan menampar diri sendiri membuat pipinya menjadi memerah.

Sadar bodoh!jangan cengeng,jadilah Arima yang kuat.Sendirian tidak akan membuatmu mati.

ExtricateWhere stories live. Discover now