19.Extricate•Memories❄

9.1K 674 18
                                    

"I hate a bad memory where I acted as the main character there

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"I hate a bad memory where I acted as the main character there."

❄-Extricate-❄

Waktu istirahat sedang berlangsung,Arima sama sekali tidak berniat berdiam diri dikantin dan mengisi perutnya.Entahlah,hari ini rasanya perutnya terasa kenyang walaupun belum dimasuki asupan apapun.Hanya sebotol air minum saja,karena lelah saat latihan basket tadi.

Arima kini sedang berada di taman belakang sekolah,seperti biasa dengan headset putih menyumpal kedua telinganya.

Dibawah rindang pohon kedua matanya menutup dengan alunan lagu menggema ditelinganya.

Rasanya sangat menyejukkan dan menyenangkan.Ia tidak mendengar suara ribut orang-orang yang ia benci.Hanya sebuah lagu favoritnya yang dapat ia dengar.

Seketika headset satunya terlepas membuat Arima mau tidak mau membuka matanya melihat siapa sang pelaku.

"Riko?"

"Pergi."

"Gak,"Arima kembali menyumpal telinganya dengan headset.

"Pergi,"ucapan Riko sama sekali tidak ditanggapi oleh Arima.Tubuh Arima seketika bangkit saat tangannya ditarik secara paksa oleh Riko.

"Riko!!"Arima menatap Riko kesal,sedangkan Riko sudah menutup matanya dengan bersandar dipohon.

"Cuman ini tempat yang bisa buat gue tenang,"gumam Arima pelan.Matanya melirik keseluruh sudut tempat,mencari tempat sepi.Memang ada,tapi sinar matahari menyorot langsung.Berbeda dengan tempat itu,menyejukkan dan dapat menghalau sinar matahari.

"Kekelas aja deh,"Arima berlalu pergi meninggalkan Riko seorang diri disana.Moodnya sedang tidak baik untuk menganggu Riko saat ini.Tujuannya adalah kelas,dimana selalu bising oleh teman kelasnya.

Dan benar saja,kelas nampak sangat ramai.Arima membenci itu,tapi mau bagaimana lagi?

Arima melangkah menuju kursinya berada,disampingnya sudah ada Wulan yang sedang mengobrol bersama Nuna.

Tidak memperdulikan itu,Arima menelungkupkan kepalanya dibalik lipatan tangan dimeja.

Saat akan menutup matanya,tangannya serasa digoyang-goyangkan oleh seseorang.Arima mendongakkan kepalanya dengan malas,headsetnya pun dilepas sebelah.

Disampingnya,sudah berada Nino dengan cengiran lebarnya.Sedangkan Wulan sudah berpindah tempat duduk.

Arima menatap Nino dengan tatapan malas.

"Apa?"

"Makan dulu,lo belum makan kan dari pagi?"Nino memberikan sebuah roti dan sekotak susu strawberry.

"Gak laper."

"Lo lagi diet apa gimana?"

"Kasih Wulan aja,"Nino menyimpan makana itu didalam lipatan tangan Arima.

"Makan,jangan nyiksa diri lo sendiri,"setelah mengatakan itu,Nino sudah berlalu pergi ke mejanya sendiri.

Arima hanya menatap malas makanan dihadapannya,lalu menyimpannya diloker bawah meja.

Headsetnya kembali ia pasangkan dan menambah volume suara.Karena keadaan kelas sangat bising,Rima tidka menyukainya.

Kepalanya ia tolehkan kesamping dimana ada orang-orang yang sedang tertawa bersama,bermain bersama dan makan bersama.

Arima hanya bisa menyunggingkan senyum kecilnya saat melihat itu semua.Mereka tampak bahagia dan tidak memiliki beban.

Mereka bisa saling terbuka,saling menceritakan satu sama lain,dan saling membantu.

Arima ingin mempunyai persahabatan semacam itu,namun ia tidak memilikinya.Wulan memang sahabatnya,tetapi ia terkadang sibuk dengan teman lainnya.Disaat ia ingin menceritakan masalahnya,Wulan selalu mengatakan hal lain padanya

Maka dari itu,Arima lebih memilih sendiri ketimbang bersama orang lain saat istirahat.

Arima memiliki seorang sahabat,sahabat kecil.Namun,dia pindah disaat dirinya berumur 12 tahun dan sampai sekarang Arima tidak tau kabarnya bagaimana.

Ah rasanya ia sangat merindukan sosoknya yang ceria dan terkesan usil padanya.

Lagu masih mengalun,bersamaan dengan memori memori indah yang terngiang diingatannya.

"Mah!!!aku dapet juara 2 loh dikelas,"seru Arima dengan nada ceria sembari memperlihatkan sebuah piagam kepada seorang perempuan cantik yang berperan sebagai Ibu.

"Wah Arima hebat!anak Mamah pinter!"Hani mengelus rambut anaknya dengan lembut,tak luput senyuman merekah tertera diwajahnya.

"Mamah bangga kan sama Arima?"

"Bangga banget sayang."

"Berarti cita-cita Arima tercapai yak!?"kening Hani berkerut saat mendengaar Arima berbicara seperti itu.

"Cita-cita?"

"Iya,cita-cita Arima kan pengen buat Mamah sama Papah bangga,dan buat kalian tersenyum karena Arima,"kedua sudut bibir Hani tertarik.

"Kamu akan selalu jadi kebanggaan Mamah sama Papah,"Hani memeluk tubuh mungil Arima erat.

-

"Mamah!Arima dapet juara 1 dikelas!!"Arima yang berumur 14 tahun tersenyum merekah sembari memperlihatkan sebuah piagam pada Hani.

"Oh,baguslah,"setelah mengatakan itu Hani berlalu pergi begitu saja meninggalkan sosok Arima yang masih terdiam mencerna ucapan Mamahnya tadi.

"Oh iya,kamu harusnya kayak kakak kamu.Dia juara 1, satu sekolah bukan kelas.Kamu belum seberapa dibandingkan dia,"kata-kata itu bagaikan beribu-ribu jarum menusuk tepat dihatinya.Kedua mata Arima nampak berkaca-kaca siap meluncurkan air mata.

Arima menggelengkan kepalanya menyadarkan dirinya kembali dari memori itu.Memori yang sangat kelam baginya,masa lalu yang paling ia benci hingga sekarang.

Sebuah memori buruk tidak akan pernah menghilang dari sebuah ingatan.

  ❄

  Cerita ini tidak terlalu ke romance nya,ada bumbu² konflik tentang keluarga.Dan juga ini bercampuran dengan persahabatan dan juga musik.

Karena aku ingin membuat cerita yang berbeda,terlalu mainstrem kalau menceritakan tentang romancennya doang.

So kalau gak suka,pindah lapak lain aja ya;)aku gak pernah maksa untuk suka sama cerita yang aku buat.

Semoga sukaa❤

ExtricateWhere stories live. Discover now