47.Extricate•Malam kelam❄

8.3K 601 27
                                    

"It's okay, I'm
already immune if
I keep getting hurt."

-Extricate-❄

"Arima!!"Arima terlonjak kaget saat mendengar suara teriakan Mamahnya dari luar pintu kamarnya.

Arima segera membuka pintu untuk menemui Mamahnya.

"Kenapa?"

"Jika tidak ada siapa-siapa dirumah,harusnya kamu bersih-bersih!!Bukannya malah ngeberantakin rumah!"tangan Arima ditarik paksa oleh Hani,ringisan kesakitan terdengar karena Hani menarik tangannya yang terdapat luka.Namun,sekuat mungkin Arima menahan ringisan itu agar tidak terdengar.

"Liat kelakuan kamu!!"kedua mata Arima membulat saat melihat keadaan rumah jauh dari kata rapih.Sebelumnya,rumah ini terlihat rapih mengapa menjadi seperti ini?

Ah,siapa lagi yang menyukai dirinya dimarahi oleh orangtuanya selain Kayla?

Hani menghempaskan tangan Arima secara paksa.Kedua matanya menutup menahan rasa sakit diarea tangannya.

"Mamah gak mau tau,kamu beresin ini semua!!"Hani hendak beranjak pergi,namun sebuah panggilan menghentikan langkahnya.

"Mah,segitu bencinya Mamah ke Arima?"

"Apa maksud kamu?"Arima menatap Hani dengan derai air mata.

"Cukup Kayla yang benci Arima,Mamah jangan."

"Dari pada kamu bicara ngelantur,cepat bereskan semuanya."

"Begitu sulitkah mendapat perhatian seorang Ibu?Apa benar Arima anak kandung Mamah?"Hani mendekati Arima dengan tatapan tajam.

"Berhenti beromong kosong."

"Mamah selalu menyayangi Kayla karena dia pintar kan Mah?dia selalu ngebanggain Mamah kan?Arima juga bisa Mah!"

"Sampai kapanpun kamu tidak bisa menyaingi Kayla,"Arima terkekeh kecil diiringi derai air mata yang kian deras.

"Bahkan Mamah gak tau,prestasi apa yang udah Arima dapatkan selama ini,"gumam Arima pelan.

"Ah,Arima terlalu ngomong ngelantur kan?Mamah mending sekarang tidur,Arima yang bakal beresin semua ini,"Arima menghapus air matanya secara kasar dan berusaha tersenyum meyakinkan bahwa dirinya tidak apa-apa.

"Baguslah,"Hani berlalu pergi meninggalkan Arima seorang diri.Sedangkan Arima segera membereskan rumah.

Saat hendak mengepel lantai,mpelan ditangannya terjatuh karena rasa sesak menghinggapi dadanya.Tubuhnya tersungkur kebawah seraya memukul-mukul dadanya berharap ia dapat bernafas dengan lancar.Arima menggigit bibir bawahnya berusaha meredam suaranya.

Arima memaksakan tubuhnya bangkit,walaupun sangat sulit ia harus tetap berusaha mengambil obat miliknya dikamar.Dengan segala upayanya,ia berhasil memasuki kamarnya dan mengambil obatnya lalu segera menelannya.

Tubuhnya terasa lemah,sangat lemah.Arima mengusap hidungnya saat merasakan ada yang mengalir,alangkah terkejut dirinya saat melihat dijarinya terdapat cairan kental berwarna merah.

Ingin rasanya dirinya berteriak sangat kencang dan menangis sejadi-jadinya.Perkataan Mamahnya seakan menjadi duri yang menusuk hatinya berulang-ulang.

Diusapnya kasar darah dihidungnya,ia sudah tidak peduli lagi dengan semuanya.Arima mengambil sebuah silet dilacinya dan menggoreskannya pada tangan kanannya.

Darah mulai keluar,dan itu membuat Arima tenang.Rasa sakit dihatinya lagi-lagi teralihkan oleh rasa sakit fisiknya.

Kedua sudut bibirnya tertarik saat melihat semakin banyak darah yang mengalir ditangannya.

Diambilnya pil obat tidur dan segera menelannya tanpa air.Kedua matanya mulai menutup karena efek obat itu mulai bekerja.

Selamat tinggal malam kelam.

Extricate

  Dipagi hari,Arima sudah siap dengan seragam dan jaket tipisnya untuk menutupi luka ditangannya.Ia melihat pantulan dirinya dicermin dalam diam.

Lihatlah Arima,dirimu sangat menyedihkan.

Langsung saja ia segera berjalan keluar rumah tanpa menghiraukan keluarganya dimeja makan.Langkah kakinya terhenti saat melihat seseorang didepan rumahnya.

Senyumnya merekah melihat sosok itu,Arima berlari mendekat dan memeluk tubuh itu erat.

"Paman!!"

"Senang melihat kamu keluar dari kamar dan bersekolah lagi Arima."

"Maaf udah bikin Paman khawatir,"Andi mengelus rambut Arima lembut.

"Gapapa,yang penting kamu sudah bangkit dari kesedihan paman sangat senang.Mimpimu mungkin sudah hilang,namun Paman tidak ingin kebahagiaanmu juga hilang,"Arima hanya bisa tersenyum menanggapi ucapan Pamannya itu.

"Ayok,Paman anterin kamu kesekolah."

ExtricateWhere stories live. Discover now