53.Extricate•Kebenaran yang menyakitkan❄

8.9K 679 67
                                    

Seseorang pernah berkata,"Hei,jangan banyak mengeluh,masih banyak orang yang lebih-lebih darimu,Itu tidak perlu dikhawatirkan,itu hanya biasa,blabla,"Bagimu itu tidak seberapa,sebab kamu tidak menderitanya.Bagiku sungguh berat,berat menampung apa yang aku rasakan.Setiap harinya,dikelilingi dengan bayangan kematian,mungkin menurutmu itu salah tapi bayangan itu sulit untuk dihilangkan.Jadi,jangan menganggap enteng penyakit mental ini.Aku gila?haha mungkin?I don't care,i just want dead.

-Catatan seorang
penderita Depresi.

❄-Extricate-❄

Sepanjang koridor,tatapan orang-orang seperti ancaman baginya.Tatapan dan desas desis yang terdengar membuatnya semakin tak kuat untuk menatap kedepan.Yang ia lakukan hanya menunduk,tanpa berani menatap orang-orang disekitarnya.

Arima gak salah.

Dirinya selalu mengucapkan kata-kata itu didalam hatinya.Orang-orang itu hanya mempercayai apa yang mereka lihat,tanpa mendengar fakta yang sebenarnya.

Kedua tangannya mengepal erat,rasanya ia ingin mengalihkan rasa sakit dihatinya pada fisiknya.Namun,goresan luka itu sudah penuh ditangan dan kakinya.

Ingin sekali berteriak pada semuanya,bahwa dirinya kesakitan selama ini.

Tubuhnya seketika terjungkal kebelakang disaat ada seorang perempuan menabraknya dengan sengaja.Arima mendongakkan wajahnya,perempuan itu menendang sedikit kakinya lalu berlalu pergi.

Apa salahnya?

Apa yang ia lakukan,sehingga dirinya diperlakukan seperti ini?

Mengapa tidak ada satupun membela dirinya?

"Lo gak papa?"Arima menatap uluran tangan itu dalam diam lalu meraihnya agar ia bisa bediri.

"Makasih."

"Lo Arima kan?"

"Iya."

"Kenalin gue Hafika,"Arima agak sedikit takut mempercayai orang.

"Gue gak jahat ko,gak akan bully lo kayak orang lain."

"Salam kenal Hafika."

"Gue harap,kita bisa temenan.Gue di Ips 2."

"Hafika!!!!!Lo bener-bener temen laknat ya!!"seorang perempuan menatap Hafika dengan kesal.

"Alay bener sih lo Ca."

"Lagian lo main ninggalin aja!"

"Udahlah bacot amat,oh iya Arima,ini Caca temen gue,"Arima tersenyum kecil menatap perempuan bernama Caca itu.

"Woahhh lo Arima!?Salam kenal!"

"Nanti kekantin bareng mau gak?kita bakal dateng kekelas lo."

"Hafika tau kelas Arima?"

"Taulah,kita duluan ya Arima,"Hafika menarik tangan Caca dna berlalu pergi.

Senyuman kecil mulai tercetak diwajah Arima,ternyata masih ada orang baik yang tersisa didunia ini.Masih ada yang membantunya disaat dirinya tercap buruk oleh orang-orang.

Arima segera menuju kekelasnya karena bel masuk hampir berbunyi.Langkahnya terhenti disaat mejanya sudah tercoret banyak tulisan tak senonoh.

Disitu tertera bahwa dirinya menjual diri,simpanan om-om,miskin dan lain-lain yang mampu menyayat hati sang pembaca.

"Siapa?"Arima menatap teman kelasnya yang menahan tawanya.

"SIAPA YANG NGELAKUIN INI KE ARIMA!?!!!!!!"

"Jangan so suci deh Rim,sebenernya gue jijik temenan sama lo,"Arima menatap tidak percaya pada seseorang dihadapannya.

"Wulan?"

"Kaget?gak nyangka?"

"Tapi kenapa?"kedua mata Arima sudah berkaca-kaca menahan tangisnya.

"Gue muak temenan sama lo,kelakuan kayak anak kecil!Jijik gue."

"Arima punya salah ke Wulan?"

"BANYAK!"

"KATAKAN SEMUANYA PADA ARIMA WULAN!BUKAN KAYAK GINI CARANYA."

"Gue benci ngeliat lo selalu jadi pusat perhatian,gue benci disaat gue cuman jadi bayang-bayang lo aja.Gue benci ngeliat tingkah lo kayak jalang yang ngejar-ngejar Riko dengan gak tau malunya!Gue malu punya temen kayak lo!"

Kata-kata itu seakan menusuk tepat pada hatinya,temannya,sahabatnya bahkan seseorang yang sudah ia anggap saudara ternyata menusuk dirinya dari belakang.

"Jadi Wulan yang nyebarin semua berita palsu itu?"nada suara Arima melemah,ia menundukkan kepalanya tak tahan melihat wajah Wulan.

"Akhirnya lo sadar,harusnya lo intropeksi diri."

"Maaf."

"MAAF KALAU ARIMA BODOH,KELAKUAN ARIMA KAYAK ANAK KECIL,MALU-MALUIN WULAN,MAAF ARIMA KAYAK JALANG DIMATA WULAN,MAAF..MAAF..DAN MAAF!!"Arima berlalu pergi dengan genangan air mata,ia berlari sembari memukuli dadanya yang terasa sesak.Pernapasannya mulai terganggu,namun ia tidak berniat menghentikannya.

Disaat itu pula,hujan mulai turun dengan lebatnya.Arima yang sudah berada dilapangan sekolah itu terguyur oleh hujan sehingga baju seragamnya basah dan mungkin buku-bukunya akan basah kuyup.

I don't care.

Arima terus saja berlari mengelilingi lapangan,berharap rasa sakit itu bisa luruh oleh air hujan.Rasa sakit didadanya semakin menjadi.

Dirinya berharap,ia bisa menghilang saat itu juga.Langkahnya seketika terhenti saat ada sebuah tangan menahannya.

"BERHENTI ARIMA!!"

"BERHENTI NGELAKUIN HAL BODOH!"Arima menatap Riko yang basah kuyup itu dengan sendu.

"Kenapa?"

"Kenapa Riko basah kuyup kayak gini?nanti Riko sakit.Pergi!"

"Sadar Arima!!!"Riko mencengkram kedua bahu Arima.

"Arima bodoh,gila Riko.Pergi,Arima lebih baik seorang diri.Arima malu-maluin,"Arima melepaskan cengkraman Riko dengan paksa lalu kembali berlari mengelilingi lapangan sekolah yang tidak bisa dibilang kecil.Riko ikut berlari mengejar perempuan keras kepala itu.

"Arima!"

"I'm fine Riko."

Air mata Arima sebenarnya sudah mengalir,namun untung saja tertutupi oleh air hujan.

Hujan,Terima kasih telah menutupi bagian diriku yang lemah.

"ARIMA!!!"Riko segera merengkuh tubuh Arima yang sudah luruh dilapangan.

"Bodoh!"

ExtricateWhere stories live. Discover now