5. Cowok Manis yang Homo

9.1K 684 98
                                    

Sebuah sedan mewah menepi di pinggir jalan. Pintu pun dibuka lalu keluarlah Yuda. Belum semenit ia turun, sedan itu langsung melaju dengan cepat.

Seorang pengendara moge yang sedari tadi membuntuti mobil itu dari belakang menatap Yuda yang sedang menatap layar HP-nya.

Pengendara yang tak lain adalah Wira itu tersenyum lalu menghampiri Yuda.

"Pagi..."

Yuda menoleh. Ia sedikit terkejut melihat siapa yang menyapanya.

"Kamu...?" Yuda memperhatikan penampilan Wira yang jauh berbeda dari biasanya. Pagi ini ia mengenakan seragam sekolah.

"Iya. Wira si pemalak kelas teri."

"Mau ngapain? Sekarang waktunya sekolah. Kalo mau ganggu ntar saat pulang sekolah aja."

"Eit, ketahuan yang seneng digangguin yaaaa? Lu suka gue gangguin kaaannn???"

"Apaan sih. Maksudnya mendingan diganggu sepulang sekolah dari pada sekarang. Soalnya aku buru-buru. Nunggu angkot nih... takut telat."

"Kok lu turun di sini? Kenapa nggak sekalian dianter sampe sekolah?"

Yuda nggak jawab.

"Emang yang nganter lu tadi siapa? Bokap lu?"

"Bukan."

"Nyokap?"

"Bukan. Kakak."

"Nah, kenapa kakak lu gak nganterin lu nyampe sekolah?"

"Biasanya nyampe sekolah. Tapi tadi ada tugasnya yang ketinggalan. Jadi dia harus balik lagi..." jawab Yuda.

"Oohh... gitu."

"Kamu sendiri ngapain di sini? Pratama kan nggak lewat sini arahnya."

"Ngikutin lu lah," jawab Wira terus terang.

"Asli kamu tuh kurang kerjaan banget ya?"

"Udah, ayo naik!"

"Hah?"

"Gue antar. Angkotnya nggak datang-datang. Ntar lu telat."

Yuda manggut-manggut. Ia melihat ke kejauhan. Memang belum ada satu pun angkot yang lewat.

"Udah, nggak usah kebanyakan mikir. Katanya lu mau nanya banyak. Sekalian aja pas di jalan. Ntar siang belum tentu gue bisa nemuin lu..."

"Siapa juga yang mau ketemu kamu..."

"Mungkin sekarang nggak. Tapi yakinlah, kedepannya lu bakal pengen ketemu gue."

Yuda ngakak.

"Mau naik nggak nih? Ntar gue telat nyampe sekolah..."

"Ya udah pergi sana."

"Dari pada lu yang telat, mending gue. Tapi bagusnya kalo kita berdua gak ada yang telat. Jadi buruan, jangan buang waktu..."

"Ya udah deh, kalo kamu maksa..."

"Nggak ada yang maksa."

"Aku terpaksa."

"Sekarang terpaksa. Ke depannya dengan sukarela..."

***

"Ayo pengen nanya apa?" tanya Wira saat mereka dalam perjalanan ke sekolah Yuda.

"Kok kamu nggak bilang kalo masih sekolah?"

"Lu juga nggak bilang kalo nama lu Yuda, bukan Aduy," balas Wira.

"Nggak penting juga kamu tahu."

"Nggak penting gimana? Semua itu berawal dari mana. Lu bakal susah mencari informasi apapun tanpa nama."

"Jadi kamu mau cari informasi tentang aku?"

"Iya. Kenapa?"

"Buat apa?"

"Belum saatnya lu tahu."

"Pasti punya niatan buruk..."

"Nggak. Kalo aku berniat jelek ke lu, gue gak bakal nolongin lu waktu itu."

"Waktu penyerangan itu? Jelaslah. Yang mo nyerang teman-teman kamu!!! Nggak mungkinlah mereka bakal gebukin kamu..." sindir Yuda.

Wira terkekeh.

"Aku kirain kamu emang rela berkorban buat nolongin aku. Gak tahunya kamu salah satu anggota penyerang nya... coba kalo waktu itu yang nyerang orang lain, pasti kamu udah kabur duluan! "

"Nggak kok. Gue gak terlibat sama sekali dengan itu. Bahkan gue udah mencoba memperingatkan lu sehari sebelumnya. Tapi lu puasa ngomong. Besoknya gue kasih tahu, lu malah gak percaya..."

"Anggi bilang kamu tukang onar."

"Iya, hehe. Tapi gue kok yang ngelaporin ke polisi kalo bakal ada penyerangan itu. Tapi lu jangan bilang kesiapa-siapa ya? Kalo senior tahu, gue bisa digebukin beneran."

"Kenapa kamu ngelapor?"

"Karena gue gak mau sekolah lu rusak. Ntar lu sedih lagi. Pasti di sana juga banyak orang-orang yang lu sayangi."

"Sumpah, aku nggak ngerti sebenarnya mau kamu itu apa?"

Wira kembali terkekeh.

"Anggi bilang apa aja tentang gue?"

"Nggak ada."

"Tadi lu bilang dia ngomong kalo gue tukang onar. Berarti dia cerita dong."

"Cuma itu doang. Rupanya dia gak tau kalo kamu bukan cuma sekedar tukang onar, tapi tukang palak juga."

Wira tertawa keras.

"Emang ngapain kamu malak? Uang jajan kamu kurang?"

"Sebenarnya gue bukan tukang palak. Waktu itu iseng-iseng aja."

"Hah? Malak kok iseng-iseng?!"

"Iya. Ditantang sama teman-teman. Tapi malah apes. Eh, apes atau berkah ya???"

Yuda geleng-geleng kepala.

"Jadi jangan nyebut gue tukang palak lagi, oke?"

"Terus apa? Tukang onar?"

"Wira dong. Eh, kita belum resmi kenalan. Gue Wira. Dan lu...?"

"Aduy."

"Come on...!"

"Sebenarnya nama aku selama ini udah terpampang nyata di seragam aku. Kamu aja yang buta atau nggak bisa baca?"

"Oh...! Hehehe... sorry, wajah lu mengalihkan dunia gue. Gue jadi gak fokus buat memandang yang lain..."

"Selain tukang onar, tukang gombal juga? Gombalin cowok lagi. Ckck...!"

"Serius. Wajah lu itu manis gila. Lu cowok apa cewek?"

"Kamu ngeliatnya apa?!" Yuda mulai kesal.

"Cowok. Cuma sekarang lagi in transgender gitu. Cowok jadi cewek, cewek jadi cowok, cowok jadi homo, homo jadi banyak..."

"Jadi menurut kamu, aku kategori yang mana?"

"Cowok manis yang homo. Hahahaha...!"

"Oh, gitu. Ya udah..."

"Cuma bercanda... jadi mau dipanggil Yuda atau Aduy nih?"

"Aduy itu kan kebalikan dari Yuda..."

Wira terdiam sejenak lalu berkata,
"Oohh... iya, ya? Kok gue nggak ngeh ya?"

"Otak kamu cetek sih..."

***

PERWIRA YUDA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang