37. Laksana Obat

4.3K 362 89
                                    

Buah Duku Buah Rambutan
I love You, Guys.

Wira Yuda nongol lagi nih...
Happy Reading.

===

Dua Minggu berlalu pasca kepergian Nalini...

Orang tua Agah pulang kembali ke Sukabumi. Sementara Eyang Kakung dan Eyang Putri sudah duluan pulang ke Solo dua hari sebelumnya. Sekarang yang ada di rumah hanya Agah, Andhira, Wira dan Yuda beserta asisten rumah tangga saja.

Meskipun baru saja disatukan di bawah satu atap, tapi kedekatan antara mereka sangat terasa, seolah-olah mereka memang berasal dari satu keluarga sejak semula.

Agah yang berubah menjadi sosok kharismatik dan family man terasa begitu pas bersama sosok Andhira yang anggun serta keibuan. Apalagi ditambah dua putra yang kepribadiannya bertolak belakang, Yuda yang kalem dan Wira yang tengil, menjadikan potret keluarga ini terlihat makin berwarna.

Sekarang ini mereka kembali menjalani rutinitas sehari-hari. Jika Wira dan Yuda disibukkan dengan urusan sekolah, berbeda dengan orang tua mereka. Agah dan Andhira selain disibukkan dengan mengurus dokumen kematian serta segala sesuatu yang berurusan dengan mendiang Nalini dibantu dengan kuasa hukum tentunya, tapi tetap saja mereka harus memantau perkembangannya. Mereka juga mengurus dokumen pernikahan mereka untuk didaftarkan pada catatan sipil. Selain itu tentu saja mengurus masalah pekerjaan mereka masing-masing.

"Neng, gimana kalau kamu berhenti kerja?" Tanya Agah suatu malam sebelum mereka tidur.

"Emang kenapa?" Tanya Dira.

"Ya, kamu kerja buat nyari apa?"

"Yang jelas finansial. Emang kenapa? Kok tiba-tiba nyuruh berhenti kerja?" Tanya Dira lagi seraya mematikan lampu dan naik ke tempat tidur.

"Masalah uang kan udah ada Akang... Akang sanggup lah buat memenuhi kehidupan kita. Apa yang kamu mau Insyaallah bisa akang penuhi..."

"Iya, tauuu. Terus maksud akang aku berhenti kerja dan tinggal di rumah gitu?"

"Huum. Jadi ibu rumah tangga aja."

"Emang kenapa gitu? Akang gak suka aku jadi wanita karier? Ikut menghasilkan uang juga? Punya usaha juga?"

"Bukan nggak suka. Tapi Akang lebih suka kalau Neng di rumah aja. Urus keluarga kita. Pergi dianter, pulang disambut. Pokoknya selalu ada buat akang. Intinya, Akang gak mau kehilangan momentum kebersamaan kita karena sama-sama sibuk bekerja di luar..."

Andhira mangut-mangut.

"Eneng gak usah khawatir sama usahanya, Neng. Kita cari pengganti yang bisa menjalankan usahanya. Kita bikin usahanya lebih besar lagi. Kerja keras kamu selama ini akan tetap jadi milik kamu seutuhnya, tapi Akang minta biar orang yang menggerakkan rodanya. Eneng ngawasin aja. Sesekali aja ke kantornya. Selebihnya tinggal di rumah, ngurusin keluarga, ngurusin akang sama anak-anak. Gimana?"

Mata Andhira sedikit berkaca-kaca.

"Tapi kalau kamu keberatan, ya nggak apa-apa. Kamu boleh tetap ngantor, asal jangan lupa sama suami yaa."

"Aku nggak keberatan kok, Kang," kata Andhira. "Aku cuma keingat sama omongan almarhum Mas Sada. Dia juga bilang kayak gitu, nyuruh aku di rumah aja biar dia yang nyari nafkah. Tapi dianya malah pergi ninggalin aku berjuang sendirian..." Suara Andhira tercekat.

Agah langsung merengkuh bahu Andhira. Ia membawa tubuh itu ke dalam pelukannya. "Tuhan tahu kamu wanita tangguh dan bisa melewati semuanya. Akang berharap takdir baik yang sudah menuntun kita bertemu di titik ini. Sekarang kamu gak sendirian lagi berjuang. Kita berdua akan berjuang sama-sama menapaki jalan kehidupan..."

PERWIRA YUDA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang