34. Restu

4.2K 413 145
                                    

Andhira sedang membaca dokumen salinan kerja samanya dengan perusahaan lain saat ponselnya berdering. Sebuah nomor yang tak dikenal. Tapi itu bukan nomor Agah. Jadi, Andhira segera mengangkatnya. Namun ternyata yang meneleponnya justru Agah.

"Ini nomor mertuaku. Aku sengaja menghubungimu lewat nomor ini karena jika aku menggunakan nomor lamaku kamu pasti akan mengacuhkannya."

"Langsung saja. Ada apa?"

"Nalini mau bicara, Dir," jawab Agah.

"Oh, iya. Aku sudah dapat kabar kalau Nalini sudah siuman. Syukurlah. Bagaimana keadaannya sekarang?"

"Dia ingin bertemu denganmu," kata Agah.

"Iya. Aku pasti kesana. Begitu pekerjaanku selesai, aku akan kesana tapi..."

"Dia ingin bicara sekarang," potong Agah.

"Hmmm, apakah orang tua kalian ada di sana?"

"Iya."

"Gah, kamu tahu kalau aku..."

"Aku bisa mengatakan pada mereka untuk keluar sebentar jika kamu tidak ingin bertemu mereka. Begitu kamu sampai di rumah sakit, beritahu saja biar aku bisa meminta mereka untuk keluar dari ruangan."

"B-baiklah..." Jawab Andhira ragu-ragu. "Tapi ada apa? Semuanya baik-baik saja kan?"

"Ini semua atas permintaan Nalini. Ia bersikukuh ingin bicara pada kamu. Kami sebisa mungkin menuruti bsemua keinginannya."

"Iya. Aku akan segera kesana," pungkas Andhira sembari menutup dokumen dan merapikan meja kerjanya. Setelah sambungan telepon diputus, ia langsung bergegas pergi keluar dan memberitahu pada stafnya kalau ia ada urusan penting diluar.

***

"Aku sudah menelepon, Dira. Sebentar lagi dia kesini," kata Agah sambil menaruh ponsel ke dalam saku celananya.

Ia kemudian mendekati orang tua dan besannya.

"Aku minta maaf sebelumnya sama papa dan mama. Dira keberatan jika ada kalian di sini," beritahu Agah.

"Ndak apa-apa. Kita ngerti kok. Kita akan keluar sebentar nanti selagi kalian bicara," kata Eyang Putri.

"Kenapa sih Tante Dira gak mau ketemu?" Tanya Wira.

Mereka saling berpandangan, seakan-akan menunggu satu sama lain untuk buka suara. Namun semuanya tetap bungkam yang membuat Wira jadi kesal.

Tapi tiba-tiba saja Nalini memanggilnya, sehingga ia urung mengungkapkan kekesalannya atas sikap Papa, eyang, kakek, dan neneknya yang menurutnya sangat menyebalkan.

"Iya, Ma?" Tanya Wira berusaha meredam emosinya.

"Mama mau bicara sama kamu."

"Ngomong aja, Ma."

Nalini tak segera berkata, melainkan melempar pandangan ke arah suami, orang tua dan mertuanya.

"Aku ingin bicara dengan Wira berdua saja," katanya kemudian.

Tanpa memberikan protes, mereka semua meninggalkan ruangan diikuti tatapan mata Nalini dan Wira.
Setelah hanya mereka berdua di ruangan itu, Nalini menatap wajah sang putra lekat.

"Ada apa, Ma? Kenapa mereka nggak boleh dengar?" Tanya Wira.

"Mama ingin bicara empat mata sama kamu."

Wira mangut-mangut. Apakah sang mama ingin menyampaikan sesuatu yang rahasia? Hati Wira bertanya-tanya.

"Mama minta maaf karena nggak bisa jadi orang tua yang selalu menyenangkan kamu," kata Nalini lagi.

PERWIRA YUDA (TAMAT)Where stories live. Discover now