18. Lu Jual, Gue Beli.

5.8K 535 44
                                    

Wira berjalan cepat menuju kamarnya dengan dada bergemuruh. Emosi bercampur kesedihan mengaduk-aduk perasaannya.

"Dasar bajingan...!" Umpatnya sesampainya di kamar. Ia menendang kaki kursi belajarnya.

"Di balik sikap diamnya, keparat itu adalah orang yang licik. Ia tak perduli dengan perasaan orang lain. Sial!"

Wira menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Ia menghembuskan napasnya keras. Mencoba menenangkan gejolak hatinya yang meledak-ledak.

Gue gak ngerti kenapa si bangsat nikahin mama kalo dia nggak cinta? Sampai-sampai punya anak lagi... Dan gue lebih bingung lagi kenapa mama terus bertahan hidup sama si Keparat itu sih? Apa karena harta? Apa karena status sosial-ekonomi? Tapi keluarga Mama bukanlah orang miskin. Bahkan mama masih keturunan darah biru. Lantas mengapa masih bertahan sama Papa?

Entahlah. Yang jelas pertanyaan itu sudah ratusan bahkan ribuan kali menyerbu pikiran Wira dan tak kunjung menemukan jawabannya. Semua bungkam ketika ditanya. Tak ada yang bersimpati akan jeritan hatinya. Belasan tahun berlalu dan semuanya tidak berubah. Sang papa tetap menjadi sosok Keparat di matanya dan sang mama tetap menjadi wanita lemah yang tersakiti seakan tak mau bangkit.

Wira mencoba menghalau pikiran itu. Toh tak ada gunanya. Sekeras apapun ia memeras otaknya, sepertinya tak akan mengubah apapun.

Lebih baik gue menghubungi Aduy, batin Wira. Besok deh gue temuin itu si Bangsat!

Wira menghubungi Yuda dengan menggunakan fitur video call. Tak butuh waktu lama, panggilannya diterima.

"Malam, Kang..." Yuda melambaikan tangannya. Cowok itu mengenakan kaos tanpa lengan dan sedang duduk di atas kursi belajarnya.

"Malam, Duy..." Balas Wira. "Cepat banget angkat panggilannya? Lu dari tadi nungguin gue ya?" Goda Wira.

"Ge-er. Aku lagi belajar. Nih...!" Yuda menunjukkan buku yang terbuka di hadapannya.

Wira terkekeh sambil menyamankan tubuhnya dengan bersandar ke kepala ranjang.

"Akang gak belajar ya?"

"Nggak ada ulangan."

"Belajar bukan cuma buat ulangan doangan kali," jawab Yuda sambil memainkan pena di tangannya.

"Gue ganggu gak nih?" Tanya Wira.

"Nggak kok..." Jawabnya. "Oh, iya, seminggu lagi aku bakal les tambahan di sekolah, Kang..." Beritahu Yuda.

"Untuk menghadapi UN ya?"

"Iya. Mungkin aku bakal jarang pulang. Makan siang di sekolah aja karena kalau pulang waktunya mepet."

"Nggak apa-apa. Biar gue yang antar-jemput."

"Nggak usah. Aku nggak mau bikin akang repot," tolak Yuda.

"Nggak kok. Justru gue senang ada kerjaan. Gue kan gabut tiap hari."

Yuda tersenyum tipis.

"Eh, lanjutin belajarnya," Wira mengingatkan.

"Iya. Sebenarnya cuma ngisi latihan soal aja buat besok. Jawabannya sudah ada semua di LKS."

"Oke. Gue temenin."

Yuda lagi-lagi tersenyum. Ia menyandarkan ponselnya ke tumpukan buku di hadapannya dan kembali menyalin jawaban ke buku latihannya.

Sementara itu, Wira bergerak turun dari tempat tidur sambil tetap memegang ponselnya dan berkata, "Duy, gue ke toilet dulu ya... Mau pipis."

"Iya, Kang..." Jawabnya Yuda melirik ke kamera sebentar lalu kembali menulis lagi.

Tiba-tiba ia mendengar suara bunyi air seperti sedang dituang dari teko. Ia langsung mengangkat kepalanya.

PERWIRA YUDA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang