15 | Sekali Saja

9.3K 787 24
                                    

Sejak makan siang itu keanehan semakin Keifani rasakan, Fuad secara kebetulan selalu bertemu tanpa sengaja di setiap jam makan siang. Di manapun.

Di restoran maupun cafe, bahkan pernah Keifani makan di restoran pasta yang sangat jauh dari area kantor. Fuad juga terlihat di sana, apa bosnya adalah penguntit?

Keifani merinding memikirkannya, dia tidak mau percaya pada pemikirannya tetapi kenyataannya dia seperti dikuntit. Bukan percaya diri atau apa? Keifani memang merasakan ada janggal dari sikap Fuad.

"Makan siang yuk, Kei," ajak Karmila yang sudah siap dengan dompetnya. "Anak-anak mau makan ayam gepreknya Mas Kasim."

Keifani melirik ruangan admin managernya, gelap. Fuad memang belum keluar dari ruangannya sejak selesai meeting pagi yang biasa dilakukannya, kacanya pun Fuad gelapkan agar tidak terganggu saat bekerja.

"Maaf, Mil. Gue ada janji makan siang bareng mertua sama adik ipar."

Keifani tak berbohong, sejak tadi dia memang sudah diteror mami dengan pesan beruntun mengingatkan akan makan siang bersama.

"Ciee tahu deh udah punya mertua sama ipar. Ah, kapan ya gue punya mertua sama ipar juga." Karmila meletakkan telapak tangannya di pipi, membayangkan masa depannya dengan senyum tersungging di bibirnya.

Cella datang dari belakang menoyor kepalanya. "Nggak usah halu lo! Masih siang," cibirnya.

Karmila mendelik. "Apaan sih lo?! Ayo, makan siang. Kei, mau sekalian turun." Keifani mengangguk mengiyakan, langkahnya cepat seperti orang terburu-buru.

Cella yang sadar lantas bertanya. "Lo kenapa deh? Kayak dikejar orang."

Keifani meringis, tingkahnya terlalu kentara hingga menimbulkan kecurigaan Cella dan Karmila yang kini menatapnya tanya.

"Ah, nggak, gue hanya takut Mami dan Deana lama nunggu." Keifani menjawab tenang.

"Oh." Karmila dan Cella berseru kompak. "Lo dijemput sama suami lo?"

"Nggak, gue bawa mobil kok."

Ting...

Pintu lift terbuka di lantai dasar, mereka bertiga berjalan di lobi dengan santai. Keifani mencoba untuk tenang walau hatinya was-was, hanya saja dirinya sangat takut. Keifani menoleh sekilas ke belakang dan ketika tak menemukan sosok bosnya, diam-diam dia menghela napas lega.

Sepertinya dia terlalu berlebihan.

"Bento dan Rahmat udah di sana, kan?" Suara Cella memusatkan Keifani pada temannya itu.

"Iya, si Bento udah teriak tuh." Karmila menjawab.

Warung geprek pak Kasim hanya beda lima ruko dari gedung kantornya, makanya Cella dan Karmila memilih jalan kaki. Bukan apa-apa di sana susah cari parkiran apalagi jam makan siang seperti begini.

"Gue duluan, Kei." Keifani melambaikan tangannya, dia berbelok ke area parkir di mana mobilnya berada.

Mobil honda jazz dibeli bundanya lima tahun yang lalu dengan uang dari saudaranya, adik bundanya. Omnya yang sekarang tinggal di Bogor bersama istrinya dan anaknya.

Keifani harus bersyukur mempunyai keluarga bundanya yang sangat baik, selalu sigap saling membantu jika yang lainnya kesusahan. Walau dia tak dapat lagi merasakan kasih sayang dari kedua orangtua yang lengkap tetapi dia bisa mendapatkan itu dari keluarga bundanya.

Sesampainya di restoran di mana Shalu dan Deana berada, ketika masuk matanya langsung tertuju pada dua perempuan dua beda generasi dengan wajah dan warna rambut yang sama. Matanya membulat begitu menyadari Mami berhasil membujuk Papi mewarnai rambutnya.

Loveable Ties (TAMAT) Where stories live. Discover now