19 | Budak Cinta

10.2K 787 24
                                    

Keifani membuka matanya, mencoba bangkit tetapi kepalanya seperti ditusuk ribuan jarum. "Auchhh." Dia memegang kepalanya, sebuah sapu tangan jatuh dari keningnya.

"Kamu sudah bangun." Darius masuk membawa nampan berisi bubur dan segelas air hangat, lelaki itu mendekat lalu menyimpannya di atas nakas.

"Aku kenapa, Mas? Dan ini," tunjuknya pada sapu tangan berwarna biru.

Darius duduk di tepi ranjang. "Kamu demam, badan kamu menggigil tapi mengeluarkan keringat. Saya bingung, kamu nggak kunjung bangun tadi, makanya saya telepon Kiki untuk memeriksa kamu, sayangnya Kiki ada di luar kota mengikuti seminar. Jadi dia cuman menyarankan supaya saya kompres dengan air es untuk menurunkan demam kamu," jelas Darius. Kiki yang dimaksud Darius adalah teman SMA yang berprofesi dokter.

Keifani meraba keningnya, masih hangat. "Makasih, Mas. Maaf merepotkan," lirihnya pelan.

"Nggak kok, sudah kewajiban saya sebagai suami."

Keifani mengangkat kepalanya menatap Darius lekat hingga lelaki menjadi salah tingkah.

"Maksud saya, walaupun pernikahan kita kontrak tapi kamu tetep menjadi tanggung jawab saya sampai pernikahan kita berakhir," ralat Darius cepat. "Oh iya, kepala kamu masih pusing?" Keifani mengangguk pelan. "Ya udah, ini saya belikan bubur ayam di bawah. Makan dulu terus minum obat, abis itu baru istirahat lagi."

Keifani mengangguk.

Jika kalian pikir Darius akan membantu Keifani makan dengan menyuapinya itu hanya ada dipikiran kalian saja sebab Darius memilih keluar membiarkan Keifani makan sendiri di dalam kamar. Bukan apa-apa, Darius hanya menjaga privasi istri kontraknya.

Keifani pun tidak mempermasalahkannya, walau kepalanya sakit luar biasa dia masih bisa makan sendiri. Tekstur bubur ayam yang lembut membuatnya dapat lebih mudah menelannya, memaksanya menghabiskan bubur ini meski lidahnya terasa pahit. Keifani terus menyuapkan bubur hingga benar-benar tandas tak bersisa, dia lalu minum obat seperti yang diperintahkan Darius karena tidak ingin merepotkan lelaki itu lebih lama lagi.

Sudah cukup, dia harus kembali sehat. Mungkin kejadian kemarin benar-benar memukulnya telak, masalah rumah tangga ayahnya yang rumit sungguh membuatnya sangat malu terhadap Darius, andai lelaki itu tak perlu mendengar penjelasan ayahnya kemarin, dia tak akan terlihat selemah ini di hadapan suami kontraknya.

"Huuhhh." Keifani menghembuskan napasnya, matanya mulau mengerjab menahan kantuk setelah meminum obat penurun demam. Sesekali menguap sebelum Keifani tak tahan lagi dia pun menutup matanya menuju alam mimpi.

Darius sedang menonton berita saat ponselnya berdering, dia melirik meja di mana ponselnya berada yang menampilkan nama Taufik di sana.

"Ya, halo." Darius mengangkat setelah dengan sengaja mengabaikan panggilan Taufik.

"Lama banget diangkatnya, lo ngapaian aja sih?" Darius memutar bola matanya bosan.

"Ada apa?" tanyanya malas berbasa-basi.

"Lo di mana sih? Katanya hari ini mau ke kantor, kok sampai sekarang belum nyampe. Jangan bilang kalau jalanan lagi macet, monyet peliharaan ipar gue juga tahu Jakarta macet. Tapi masa lo dari apartemen ke kantor bisa kebablasan telatnya gara-gara mecet sih." Ocehan Taufik diabaikan Darius, lelaki bahkan sempat menjauhkan ponsel dari telinganya.

"Woii, Us! Lo dengar gue nggak sih?!"

"Iya gue dengar, lo berisik amat sih! Ngomong pake rem kali, congor lo nyamber aja kayak bajaj!"

"Abisnya gue kesel sama lo! Katanya hari ini mau ke kantor tapi Udah jam segini muka lo nggak muncul-muncul sampai sekarang, terpaksa gue harus meninggalkan istri dan anak gue di rumah!"

Loveable Ties (TAMAT) Where stories live. Discover now