61 | Licik

6.2K 545 4
                                    

"Kei, ada kiriman buat lo nih." Cella datang dari pantry membawa sebuah amplop besar berwarna cokelat.

"Dari siapa?" Kening Keifani berkerut, pasalnya dia tak pernah mendapat kiriman apa pun ke alamat kantornya.

Cella mengangkat bahunya tak acuh. "Kagak tahu, nggak ada nama pengirimnya sih. Tapi yang jelas amplop ini buat lo, nama lo masih Keifani Mahalani, kan?"

Keifani mendengus. "Ya ya, thanks, La."

"Sama-sama, Beb." Cella melenggang kembali ke kubikelnya.

Keifani membalikkan amplop, memang benar atas namanya serta alamat kantornya. Dia semakin penasaran, siapa yang mengirimkan amplop ini dan apa isinya. Baru akan membukanya suara Ami memanggilnya membuat mengurungkan niatnya.

"Kei, laporan kemarin udah selesai belum?"

Keifani mengangguk. "Udah aku kirim ke email Mas Rahmat, Mbak."

"Oke, thanks ya, Kei."

Keifani kembali menatap amplop di atas mejanya, lalu mengangkat bahunya acuh. Dia bisa membukanya jika sudah di apartemen nanti, sekarang saatnya menyelesaikan pekerjaan yang sudah menunggunya.

Berjam-jam berlalu, senja perlahan menghilang di balik awan hingga memancarkan warna orange yang indah, saatnya pulang ke apartemen setelah mengerjakan tumpukan laporannya. Keifani merenggangkan ototnya ke kiri dan ke kanan, dia bersiap-siap ketika tangannya tak sengaja menyenggol tempat pensilnya hingga terjatuh di bawah meja. Dia menundukkan kepala berniat mengambilnya terhenti saat matanya menangkap sebuah amplop yang tergeletak di lantai.

Hampir saja dia melupakan amplop ini jika saja tempat pensilnya, Keifani bahkan tak ingat jika amplop itu terjatuh dari meja.

"Kei, lo ngapain di situ?" tanya Bento bingung.

Keifani segera meneggakkan badannya, lalu meringis pelan. "Tempat pensil gue jatuh di bawah meja."

Bento manggut-manggut. "Ya udah, lo nggak mau pulang. Sekalian turun bareng yuk."

"Oke." Keifani membereskan kertas-kertas yang berserakan di atas meja, mematikan komputernya lalu mengambil tasnya. "Yuk."

Mereka berdua berjalan beriringan, yang lain sudah pulang duluan. Menyisahkan dirinya dan Bento yang tadi masih tinggal mengerjakan laporan.

"Suami lo jemput, Kei?" Bento kembali bertanya, lelaki bertubuh bongsor itu lagi asyik mengunyah Doritos di tangannya.

"Nggak, Ben. Gue palingan naik ojol lagi." Ya, karena Darius lagi sibuk dia terpaksa naik gojek lagi.

"Lo nggak bawa mobil emang?"

"Kagak, malas bawanya apalagi jam pulang jalanan biasanya macet parah." Bento membenarkan, setiap hari jam pulang, jalanan akan macet parah. Beruntung dia hanya punya motor yang lebih praktis menghadapi kemacetan, selain bisa selap-selip, si Malika---nama motor Scoopy Bento---bisa juga melewati jalan tikus.

Saat mendengar Bento menyebut nama motor kesayangannya, yang lain tertawa terbahak. Bagaimana tidak? Nama Malika itu diambilnya dari iklan kecap di TV. Bento bilang masa cuma kecap yang bisa punya nama Malika, motor juga dong.

Dasar, si Tono.

"Atau lo mau nebeng gue nggak? Kebetulan gue bawa dua helm, tadi pagi Mpok Rohaye minta di drop pasar senen." Mpok Rohaye adalah ibu kos Bentono.

Keifani menimbang-nimbang sebelum mengangguk mengiyakan. "Boleh deh."

Dibonceng Bento tidak buruk juga, bukannya apa? Dari cerita Cella yang pernah nebeng Bento, kalau lelaki bertubuh tambun itu selalu melarikan kecepatan bagai jalan raya itu adalah area sirkuit balap motoGP. Sejak saat itu Cella ogah dibonceng sama Bento.

Loveable Ties (TAMAT) Where stories live. Discover now