67 | Sulit

7K 539 13
                                    

Berita kehamilan Keifani membawa kebahagian bagi seluruh keluarga besar dari pihak Darius maupun Keifani, mami dan bunda sampai heboh menebak jenis kelamin si cabang bayi dalam perut Keifani. Padahal usia kandungan masih sangat muda, baru mau masuk dua bulan.

Semuanya tersenyum bahagia tetapi tidak dengan Darius, sejak tadi dia memasang wajah cemberut, merajuk, dikarenakan dia bukan orang pertama yang tahu istrinya mengandung. Masih dalam keadaan lemas dan bersandar pada kepala ranjang, dia melakukan aksi merajuknya.

"Mas, aku nggak maksud gitu, cuma beneran aku lupa kasih tahu Mas." Matanya melirik pintu kamarnya yang tertutup, di luar sana ada mami dan bunda sedang menonton sinetron ikatan cinta. "Masalah kemarin buat aku benar-benar kepikiran, Mas. Aku han---"

Ucapannya terhenti saat Darius memajukan badannya memeluk Keifani. "Maaf," ucapnya lemas. "Mas ngerti, Sayang. Mas yang nggak peka sama keadaan kamu selama ini, bahkan sampai nggak tahu kamu mendapatkan tekanan dari Bella."

Keifani membalas pelukan suaminya. "Mas, kita lupakan masalah kemarin ya. Sekarang yang kita pikirkan hanya masa depan aku, Mas, dan anak-anak kita. Ya?"

Darius mengangguk dalam pelukannya, memang benar sebaiknya masalahnya kemarin bersama Bella sebaiknya dilupakan. Lagian mereka sepakat untuk tak memberitahu keluarga masing-masing, sudah kah Darius bilang jika dia sangat beruntung mendapatkan Keifani sebagai istrinya? Kalau sudah, maka kalian akan bosan mendengar mengatakan hal itu terus menerus.

"I love you, Kei," lirihnya suaranya terbenam di ceruk leher Keifani.

"We love you, Papa," balas Keifani lembut seraya mengusap lembut kepala belakang Darius.

Seulas senyuman terbit di bibir Darius, megeratkan pelukannya seolah takut kehilangan Keifani. Dia harus berterima kasih pada mami karena kegigihannya menjodohkan mereka, hingga Darius benar-benar dilimpahi rasa luar bahagia hidup bersama Keifani.

Sementara di dapur Deana sibuk mengaduk susu strawberry kesukaannya seraya melamun, sudah hampir dua bulan dia menghindari Iffa. Segala macam mulai dari chat WA, telepon, DM di instagram, sampai massenger di Facebook. Tak satupun balasan yang dibalas olehnya, harinya terlalu kecewa dengan keputusan Alizam yang memilih menikahi Lalisa padahal lelaki itu bagaimana besarnya cinta untuk Alizam. Ditengah kegalauannya bersyukur dia punya sahabat seperti Rayyan, yang tak pernah absen menghiburnya.

Sayangnya sahabatnya itu memutuskan melanjutkan kuliahnya keluar negeri, kabar itu dia ungkapkan bersamaan dengan pernyataan cintanya yang selama ini sahabatnya pendam untuknya.

"Juga sayang sama lo, Ray, tapi sebagai sahabat, nggak lebih. Lo tahu kan De cintanya sama siapa," lirihnya pelan.

"Tapi dia udah mau menikah, De. Lo nggak bisa terus-terusan menyimpan cinta pada suami orang."

Dada Deana terasa terhimpit batu besar, sesak sekali. Rayyan baru mengatakan saja dia sudah sakit hati begini apalagi membayangkan pernikahan itu secara langsung. "Iya, Ray, De tahu nggak seharusnya menyimpan cinta untuk dia."

Rayyan menghembuskan napasnya. "Jadi gue nggak ada kesempatan, De?"

Deana menggeleng lemah. "Maaf, Ray. Lo pantas dapat perempuan yang lebih baik dari De."

Rayyan menyugar rambutnya ke belakang seraya terkekeh miris. "Gue mau lanjut S2 ke Jerman, De."

Deana membelalakkan mata, kaget. "Lo mau pergi, Ray?"

"Ya," Rayyan mengangguk pelan, menatap lekat perempuan yang menjadi sahabatnya sekaligus yang dia cintai mati-matian.

"Kapan?" tanya Deana lirih.

Loveable Ties (TAMAT) Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz