53 | Mengalah

8K 672 13
                                    

"De, Kei di mana?" Darius bertanya ketika menyadari Keifani tidak ada di ruangan keluarga.

Deana yang sedang asyik mengecat kuku kakinya mendongak. "Di kamar mungkin," jawabnya pelan. "Hemm, Mas. Mbak Kei belum makan siang."

"Lho, kok bisa? Emang kamu nggak ajak makan bareng?" pekik Darius kesal.

Deana bergerak gelisah. "Bukan, Mas. De udah ajak makan tapi waktu keluar dari kamar Mami, muka Mbak Kei udah kayak orang nahan nangis gitu. De nggak berani tegur apalagi Mbak Kei diam aja lagi, terus langsung naik ke kamar dan belum keluar sampai sekarang."

Darius membuang napasnya kasar. "Emang ngapain Kei ke kamar Mami?"

"Bawain bubur jagung buatannya, awalnya Mbak Kei minta tolong De yang bawa tapi karena De pikir ini kesempatan Mbak Kei bicara sama Mami jadi De nolak dan bilang biar Mbak Kei aja yang bawain. Nggak tahu mereka bicara apa di dalam soalnya Mbak Kei cukup lama di kamar Mami." Deana sudah meletakkan kuteks-nya di atas meja, tak niat lagi memperbaiki kuku-kukunya.

"Ya udah, aku ke kamar dulu ya. Jagain Mami karena Papi mampir ke minimarket di depan." Deana mengangguk pelan, sungguh dia tak enak dengan kakak iparnya. Sebenarnya Deana juga mengerti kekecewaan yang mami rasakan, bagaimana tidak kecewa? Mami sangat berharap besar pada Keifani, belum lagi mami selalu saja membanggakan menantu kesayangannya pada keluarga besar, tetangga, dan teman arisannya. Bahkan mami lebih sayang pada Keifani daripada dirinya.

Tentu saja Deana tak pernah iri, malah dia sangat bahagia. Teman mainnya sekarang bisa menjadi kakak iparnya sekarang, jadi bisa dibayangkan sesayang apa Deana pada Keifani? Oh jelas lebih sayang dari Darius, kakak kandungnya sendiri.

Sementara Darius membuka pintu kamarnya dengan gerakan pelan, tubuh Keifani di tengah ranjang sedang meringkuk bagai janin. Bahunya bergetar pelan seiring isakan lirih menyapu gendang telinganya.

Hati Darius berdenyut nyeri melihat pemandangan itu kembali di depan matanya, apa dia sudah katakan jika tangisan Keifani bisa membuat hatinya ikut sakit? Perasaan itulah yang dia rasakan saat ini.

Maka, dengan langkah pelan Darius mendekat ke ranjang. Tak lama dirinya ikut bergabung, berbaring dengan istrinya. Dia memeluk tubuh mungil itu dari belakang, membenamkan ke leher Keifani agar bisa menghirup aroma menenangkan yang menguar pada diri perempuan itu.

Entah bagaimana Darius selalu nyaman setiap kali memeluk Keifani? Dia selalu bisa merasakan pulang ke rumah, seolah Keifani memang diciptkan hanya untuknya.

Apakah dia sudah mencintai Keifani? Mungkin saja.

Tetapi yang dia rasakan saat ini adalah rasa sayang yang luar biasa pada istrinya, Darius selalu ingin melindunginya, menjaganya, dan selalu memeluknya setiap hari.

"Sayang," bisik Darius lembut seraya mengecup daun telinga Keifani. "Kenapa nangis di sini? Mami ngomong apa sama kamu, hm?"

Keifani membalikkan badannya lalu balas memeluk tubuh Darius tak kalah erat, wajahnya dia benamkan di dada bidang suaminya sembari menghidu aromanya. Dia tak menjawab pertanyaan beruntun dari Darius dan lebih memilih memeluknya saja karena saat ini hanya pelukan yang dia butuhkan.

Darius seakan mengerti, maka dia hanya menepuk pelan punggung kecil Keifani dalam diam. Dia tak akan memaksa karena jika istrinya sudah siap pasti Keifani akan cerita padanya. "Ya udah, nangis aja sepuasnya. Mas di sini nemenin kamu."

Darius bahkan melupakan niat untuk memberitahukan soal siapa dalang yang memberikan surat kontrak mereka pada papi dan mami, dia tak mau menambah beban pikiran Keifani saat ini.

Biarlah dia menyimpannya sendiri, begitu masalah mereka dengan mami beres barulah Darius menceritakannya.

***

Loveable Ties (TAMAT) Where stories live. Discover now