48 | Tamu tak Diundang

7.4K 638 19
                                    

"Udah bangun, De?"

Keifani yang baru saja menyelesaikan masakannya bertanya pada Deana saat masuk ke dapur.

Dengan wajah bangun tidur Deana mengangguk pelan tanpa menjawab, dia memilih duduk depan meja makan seraya merebahkan kepalanya di atas meja. Matanya kembali tertutup, rambut blonde-nya pun tampak acak-acakan serta daster bunga-bunga milik Keifani masih melekat pada tubuhnya.

"Kalau masih ngantuk lanjut tidur aja, De." Keifani mengelus bahu Deana saat duduk di sampingnya.

"Hmm." Deana hanya bergumam sebelum dengkuran halus mulai terdengar.

"Astagaaa, anak ini! Aku udah suruh bangun malah lanjut molor di sini." Darius datang dengan pakaian rapi untuk kerja, dia menepuk lengan Deana, membangunkannya. "Woi, bangun woiiii! Dasar pemalas, gimana mau dapat jodoh kalau lo aja malas bangun pagi!" omel Darius mirip sekali dengan Shalu.

Ternyata betul, buah tak jauh jatuh dari pohonnya.

"Mas, jangan dikasarin gitu dong, kasihan Deana." Keifani menegurnya..

"Abis lihat sendiri, Kei. Anak harus sadar usainya berapa? Mau sampai kapan terus begini."

"Ish berisik banget sih! Mirip Mami," gerutu Deana serak membuka mata seraya mengangkat kepalanya, dia menggaruk kepalanya pelan. Tingkahnya sungguh membuat Darius geleng-geleng kepala.

"Lo kenapa lagi? Masalah Alizam?"

Deana yang ditanya itu lantas membelalakkan mata, kantuk yang masih dirasakan tadi mendadak diganti oleh gemuruh di hatinya. Ingatan dia terlempar pada siang kemarin saat dirinya---seperti biasa---bermain di rumah Atiffa.

Saat itu, Deana dan Atiffa mendengar curhatan Monik tentang pacarnya yang bernama Lanang.

"Gue heran ya kenapa sih Mas Lanang selalu aja mengutamakan Sulfa sedangkan yang pacarnya kan gue!"

Keluhan Monik seputar itu-itu saja, tentang Sulfa yang merupakan sepupu jauh dari Lanang.

"Wajar kan mereka keluarga, pasti Mas Lanang lebih mengutamakan Sulfa lah, apalagi dia itu sakit-sakitan sejak kecil. Bukannya Mas Lanang udah jelasin ya." Atiffa menanggapi santai, karena sebenarnya gemas dengan kisah cinta Monik dan Lanang.

"Ya tapi gue jangan diabaikan juga dong, gue kan nggak minta apa-apa selain waktu. Dan kalaupun mau nemenin Sulfa ke dokter, gue bisa ikut. Eh, Mas Lanang malah bilang nggak usah ntar ngeropotin kamu. Ish, nyebelin, nggak peka banget anaknya, maksud gue kan bisa sekalian pacaran gitu!"

Deana mengelus lembut lengan Monik, diantara mereka bertiga selain kisah cintanya, kisah cinta Monik dengan pacarnya itu memang paling ngenes. Tetapi Monik lebih beruntung karena statusnya jelas, pacar dari Lanang. Sedangkan dia, hanya dianggap anak kecil padahal usianya sebentar lagi menginjak dua puluh enam.

Padahal Deana kan sudah bisa diajak bikin anak! Ah, kesal jika memikirkannya.

Sesi curhat itu berlanjut sampai akhirnya suara buriton dari arah belakang menghentikannya lalu ketiganya menoleh kompak secara bersamaan.

"Atiffa, Ayah pergi dulu ya." Alizam mendekat ke gazebo tempatnya duduk sambil ngopi cantik.

"Ayah mau ke mana?"

"Jemput Lalisa, sekalian mau langsung cari cincin buat acara lamaran."

Tubuh Deana menegang, dia mencerna kalimat yang keluar dari lelaki yang dicintainya ini.

Lamaran? Siapa yang mau menikah? Bukannya Atiffa sudah tunangan ya? Banyak pertanyaan dibenaknya, sampai matanya bergerak menatap Atiffa menuntut penjelasan. Sayangnya wajah tak enak yang ditampilkan Atiffa membuatnya jantungnya terasa terhenti, aliran darahnya melambat, hatinya dipenuhi rasa sesak sampai rasanya sulit bernapas.

Loveable Ties (TAMAT) Where stories live. Discover now