29 | Selembar Foto

8.5K 701 40
                                    

Bella menatap pantulannya di cermin besar kamar mandi hotel, wajahnya yang polos tanpa makeup, handuk putih menutupi dada sampai paha, rambut yang basah sehabis keramas.

Malam ini seperti biasa, sehabis dinner bersama Frans. Mereka lanjut ke hotel untuk kencan selanjutnya, hampir sejam mereka menghabiskan waktu berdua sampai Frans kembali pulang ke pelukan istrinya.

Senyum tersungging di bibirnya begitu pesan masuk dari ponselnya, dari Frans yang mengabarkan dia sudah mengirim sejumlah uang ke rekening pribadi Bella.

Lalu jarinya mengetik layar ponsel sebelum menempelkannya di telinga, terdengar nada sambung yang cukup lama lalu mati. Nomor Tiana tak dapat dihubungi, sekali lagi mencobanya tetapi belum juga diangkat.

"Ke mana sih nih anak!" gumam Bella kesal.

Bella menghembuskan napas kasar, dia sangat kesal pada Tiana. Padahal sudah berapa kali Bella ingatkan Tiana untuk membawa ponselnya ke manapun perempuan berada, apalagi ketika dia masih diluar seperti saat ini. Bella tak mungkin pulang sendiri tanpa Tiana.

Setelah memakai kembali dress-nya, ponselnya berdering. Nama Tiana muncul di layar.

"Dari mana aja lo? Kok telepon gue nggak lo angkat," sembur Bella mengeluarkan rasa kesalnya.

"Sori, Bell, gue lagi ada kerjaan nih. Gue udah di lobi nih, lo turun gih."

Klik.

Bella segera turun, langkahnya terburu-buru menuju lift hingga sampai di lobi, Tiana menyambutnya.

"Pulang sekarang! Gue capek," perintah Bella begitu Tiana mendekat yang diangguki sang asisten.

"Kerjaan apa sampai lo nggak angkat telepon gue, hah?" tanya Bella saat mobil yang membawanya keluar dari area parkir.

Tiana yang fokus pada kemudi menoleh sekilas. "Klien gue butuh cewek, gue bantu cariin dulu."

Bella mengalihkan sepenuhnya pada Tiana. "Siapa?"

"Om Andrean."

Mata Bella berbinar. "Yang punya tambang emas di Papua?"

"Yup, Om Andrean ada pekerjaan di Jakarta selama seminggu, jadi butuh teman bobo untuk menemani malamnya yang sepi." Tiana tertawa dengan perkataannya sendiri.

"Kok lo baru bilang sih Om Andrean ada di Jakarta, tahu gitu gue yang nemanin."

"Lo kan sama Om Frans."

"Kan abis sama Om Frans langsung bisa sama Om Andrean," ujar Bella tertawa.

"Yakin lo kuat?" Tiana ikut tertawa.

"Sialan!"

Tiana memarkirkan mobilnya di depan lobi apartemen. "Lo mau mampir nggak?"

Tiana menggeleng. "Nggak deh, gue capek."

"Oke." Bella turun dari mobil. "Hati-hati, Ti."

Tiana mengangguk.

Begitu mobil yang dibawa Tiana menghilang dari pandangannya Bella melangkah masuk gedung apartemennya, mengabaikan sapaan ramah dari satpam juga resepsionis. Bella berjalan angkuh dengan anggun, banyak mata yang menatapnya, ada juga yang diam-diam meliriknya.

Aura dipancarkan Bella memang tidak dapat diragukan, kecantikannya membuat banyak lelaki terpesona.

Ting...

Lift sampai ke lantai unitnya, tidak seperti lobi yang ramai, koridor tampak sepi. Bella membuka kaca mata hitam yang membingkai wajahnya, kening mulusnya berkerut bingung melihat sosok perempuan berdiri di depan apartemennya.

Loveable Ties (TAMAT) Where stories live. Discover now