38 | Mengaku

9.2K 853 13
                                    

"Gue kira lo bakal bolos, Us. Secara kan gue udah rekomendasikan restoran dan hotel yang terbaik di Jakarta." Taufik sebenarnya cukup terkejut dengan kehadiran Darius di kantor mereka, padahal dia sudah menduga jika hari ini sahabatnya akan bolos kerja. Ya dia sedang berbaik hati untuk membiarkan Darius bulan madu kesekian kalinya, siapa tahu Darius butuh suasana baru karena bosan suasana apartemen.

Apa tidak berhasil?

Darius hanya melirik sekilas lalu kembali menatap layar laptop di depannya, berteman bersama selama satu dekade membuatnya yakin ada yang tidak beres pada Darius.

"Muka lo nape, Us?" Taufik memasang wajah terkejut yang dibuat-buat. "Jangan bilang Kei sedang mens jadinya kalian nggak jadi mantap-mantap?" pekiknya heboh sendiri.

Sedang Darius malah mendengus tanpa mengalihkan pandangan.

Taufik semakin yakin dengan dugaannya, dia meringis membayangkan Darius semalam suntuk menderita menahan siksaan tidur seranjang bersama istri tanpa bisa menyentuhnya. Karena dia pernah merasakannya sewaktu awal-awal nikah dengan Sinar, mandi air dingin tengah malam membuatnya bergidik.

"Sori, Us. Gue nggak nyangka aja waktunya nggak tepat, lo juga sih nggak bilang kalau Kei mens." Taufik menggaruk kepalanya. "Oh iya, gue baru ingat. Kan gue sendiri yang inisiatif pesanin lo kamar hotel."

Darius mengangkat kepalanya. "Jadi ini rencana lo? Bonus vocher hanya fiktif belaka?"

Taufik cengegesan. "Iya, Us. Gue kan udah bilang yang punya restoran teman gue, waktu gue telepon buat reservasi meja, gue juga pesan satu kamar buat lo sama Kei. Gue minta tolong jangan bilang-bilang kalau gue juga pesanin kamar, akhirnya dia kasih usul bonus vocher itu. Ya gue sih ngikut aja."

Darius menghela napas panjang. "Nggak pa-pa." Hanya itu yang bisa dikatakannya, pikirannya sedang kacau saat ini.

Taufik mendekatkan tubuhnya pada Darius, meski begitu mereka tetap terhalang meja. "Sabar, Us. Cuma seminggu kok, kalau Kei udah selesai pasti lo bisa mantap-mantap lagi, atau lo pakai cara gue."

Alis Darius terangkat sebelah, dari reaksi Taufik membuatnya waspada. Pasti setelah ini sahabatnya itu akan mengatakan yang aneh-aneh. "Nggak deh, makasih!"

Taufik memasang wajah sedih. "Lo yakin nggak mau tahu? Ini cara yang paling tokcer lho, gue sering coba dan nggak pernah nggak ngerasa puas." Rupanya sahabatnya itu masih berusaha membujuknya, sayangnya dia takkan tergoda.

"Gue bilang nggak ya nggak, Pik. Sekarang lebih baik lo kembali ke ruangan lo deh," usir Darius.

"Ya nggak asyik lo, Us!" Taufik beranjak dari duduknya, sebelum membuka pintu dia berbalik sejenak. "Gue serius, Us. Nanti gue chat caranya ya."

Brak...

Bersamaan dengan Taufik lari keluar ruangan, dia terkekeh pelan karena berhasil menggoda sahabatnya. Apalagi dia sekilas melihat rona wajah Darius, yakin sekali kalau Darius pasti mengerti maksudnya tadi.

"Akang," panggil Sinar seraya mneggendong si kecil.

"Eh, kenapa keluar, Neng. Adek rewel ya?" Sinar mengangguk lesu.

"Kang, kayaknya Dedek demam deh." Taufik menyentuh kening mungil putranya.

"Iya demam, Neng. Tapi bukannya kalau abis imunisasi biasanya memang demam ya?"

"Iya sih, Kang. Mungkin aku yang berlebihan."

Taufik mengelus lembut punggung istrinya sayang, meski ini bukan anak pertama mereka tetapi setiap anak kan punya pertumbuhan yang berbeda-beda. Anak keduanya ini memiliki fisik yang lemah, karena lahir prematur. Sejak lahir anaknya sudah menjadi langganan rumah sakit, baru memasuki empat bulan anaknya itu sudah lebih kuat makanya kepanikannya dan Sinar beralasan.

Loveable Ties (TAMAT) Where stories live. Discover now