62 | Menunggu

6.2K 532 7
                                    

Kesehatan Bella mulai membaik, mentalnya juga sudah stabil. Setelah berapa kali diberikan obat penenang. Menurut dokter, Bella mengidap gangguan panic disorder, merupakan gangguan yang muncul saat kehamilan meski perempuan itu tak memiliki riwayat penderita panic disorder. Hal ini dapat muncul dari rasa cemas dan stress yang meningkatkan hormon kortisol, dan jika tidak segera ditangani bisa berdampak pekerkembangan pada janin di dalam kandungan Bella.

"Jadi gimana cara penanganannya, Dok?"

"Penanganan tanpa obat dapat dilakukan dengan cara terapi perilaku kognitif dan supportif, menerapkan teknik relaksasi, juga menjaga pola makan sehat."

"Baik, Dok. Saya ingin Bella mendapatkan penanganan terbaik, jadi saya percayakan pada dokter."

"Saya siap membantu."

Setelah berkonsultasi dengan dokter yang menangani Bella, Tiana kembali ke kamar inap sahabatnya.

"Gue bisa pulang, kan?" tanya Bella dengan wajah yang lebih cerah.

Tiana mengangguk. "Yap, gue udah urus semuanya. Lo bisa balik hari ini."

"Syukurlah, gue udah bosan banget terkurung di kamar ini."

"Tapi lo harus tetap istirahat." Bella mengangguk.

Tiana mendekat lalu duduk di samping Bella. "Lo nggak sendiri, Bell. Ada gue di sini."

Bella memeluk Tiana. "Thanks, Ti. Lo emang sahabat gue yang terbaik."

Tiana membalas pelukan Bella seraya menepuk pelan punggungnya. "Lo tahu gue sayang banget sama lo, Bell." "Dan gue akan melakukan apa pun agar lo tetap bahagia," lanjutnya dalam hati.

Tiana menuntun Bella masuk ke unit apartemennya, lalu membawanya masuk ke kamar untuk istirahat. Tadi setelah semua urusan administrasi telah selesai, dia langsung membawa Bella pulang sebab perempuan itu sudah mengeluh bosan.

"Lo sebaiknya lanjut istirahat, Bell. Gue keluar dulu, mau beresin baju kotor lo sebelum dibawa ke laundry." Tiana akan beranjak ditahan oleh Bella.

"Ti, apa Darius pernah jenguk gue di rumah sakit." Tiana menggeleng pelan, hingga wajah Bella berubah mendung.

"Gue kangen Darius, Ti. Lo harus bantuin gue ketemu sama Darius, gue mohon, Ti," pinta Bella memelas.

"Bentar lagi, gue akan bawa Darius pada lo."

Sinar mata Bella berubah cerah. "Beneran, Ti? Lo nggak bohong, kan?"

Tiana mengangguk yakin. "Makanya lo harus sabar ya, kali ini gue nggak boleh gegabah."

"Iya iya, Ti. Gue akan ikutin semua rencana lo." Bella tersenyum merekah membuat Tiana juga ikut tersenyum.

"Ya udah, istirahat, Bell."

Tiana membantu membaringkan tubuh Bella ke ranjang, menarik selimut sebatas dada. Perutnya yang mulai membesar Tiana elus lembut, lalu hatinya bergetar begitu merasakan gerakan kecil di dalam sana.

"Bell, anak lo gerak." Bella mengangguk semangat, ikut mengelus perutnya, merasa haru. "Lo jangan sampai stress, Bell. Anak ini akan membawa Darius kepada lo." Seringai Tiana melebar.

"Apa masih ada kesempatan, Ti?"

"Tentu aja, Bell."

"Emang apa rencana lo?"

"Istirahat, Bell. Begitu keadaan lo membaik, gue akan kasih tahu."

"Oke." Bella pun menutup matanya.

Tiana beranjak dari duduknya keluar dari kamar, langsung ke dapur membereskan baju kotor Bella selama di rumah sakit. Begitu selesai dia kemudian turun ke lantai dasar di mana tempat laundry langganan penghuni gedung ini.

Loveable Ties (TAMAT) Where stories live. Discover now