56 | Butuh Usaha

8.2K 677 9
                                    

"Hooeeeekkkk... hooeekk."

Air mata Bella menetes ke pipinya, sudah beberapa hari ini dia muntah-muntah. Entah apa penyebabnya? Mungkin masuk angin. Tenggorokannya terasa sakit, perutnya mual, dan kepalanya pusing. Semua makanan yang masuk hanya bertahan lima menit lalu setelahnya keluar kembali.

"Masih mual?" Tiana masuk ke kamarnya dengan membawa nampan berisi teh hangat.

Bella yang baru keluar dari kamar mandi mengangguk lemah, langkah kakinya pelan menuju ranjang. Tetapi sudah berbalik ke arah lemari mengambil baju ganti, kaosnya basah akibat percikan air kran wastafel saat dia mencuci mulutnya tadi.

Dia membuka lemarinya, tangannya bergerak siap menarik kaos bersih terhenti. Matanya menangkap sesuatu di dalam lemari lalu membelalak, pikirannya berusaha menghitung tanggal terakhir dia datang bulan. Sontak wajahnya yang pucat kini bertambah pucat, setelah mengingat jika bulan ini dia tak mendapatkan tamu bulanannya.

Rasa panik menjalar pada dirinya, keringat dingin mengalir deras di punggung dan keningnya. Kaosnya juga semakin lengket akibat keringat.

Tiana yang melihat Bella terpaku di depan lemari lantas bertanya. "Bell, lo nggak pa-pa?"

Dengan gerakan kaku Bella menolehkan kepalanya. "Ti, gue...."

Tiana segera mendekat. "Lo kenapa?"

"Lo bisa ke apotek di bawah sekarang, gue butuh sesuatu." Bella menelan ludahnya.

"Beli apa? Obat?" tanya Tiana beruntun, mulai kesal dengan Bella yang bicara setengah-setengah.

"Tespack."

Kini giliran tubuh Tiana yang menegang mendengar kata itu keluar dari bibir seksi Bella, dia tak salah dengar, kan?

"Apa? Tespeck?" ulangnya tak sabaran.

"Ya, tespeck."

Mata Tiana membelalak, pikirannya sudah berkelena ke hal yang akan menganggu masa depan Bella ke depannya. "Lo hamil?" jeritnya kemudian.

Bella menggeleng tak tahu. "Nggak tahu, makanya gue mau memastikannya dulu."

Tiana mondar-mandir dengan perasaan kacau. "Terus gimana kalau seandainya lo beneran hamil? Karir lo bakal hancur, Bel." Dia berhenti lalu menatap Bella lekat. "Lo harus gugurin janin itu, Bel."

Bella melangkah dalam diam, dia duduk di pinggir ranjang. Niat awalnya ingin mengganti kaosnya dia urungkan, masalahnya ada lebih besar dari kaos basah. "Nggak tahu ah, Ti. Gue hanya menduga, belum tentu kan gue hamil beneran. Makanya gue minta lo beliian tespek untuk memastikannya, gue harap telatnya datang bulan gue bukan karena hamil tapi hanya karena stress aja."

"Ya gue harap juga gitu." Tiana menghela napas. "Oke, gue ke bawah dulu beli tespek."

Nyatanya Tiana bukan membeli tespeck di apotek apartemen Bella, dia cukup dikenal di lingkungan gedung ini. Bisa gawat jika ada yang mengetahuinya membeli barang yang sangat sensitif bagi seorang perawan sepertinya, ya walaupun dia sudah tak perawan lagi tetapi statusnya kan masih single.

Memang sudah banyak kasus hamil di luar nikah, tetapi tetap saja itu adalah aib. Belum pandangan masyarakat yang awam akan hal itu, gunjingan atau bahkan makian akan terima oleh pelaku dan anak dikandungnya akan menjadi korban.

Hampir sejam Bella menunggu dengan perasaan gelisah, sampai pintu apartemennya terbuka memunculkan Tiana yang masuk membawa kantung plastik putih.

"Lo beli di mana sih? Lama banget!" omel Bella kesal.

Tiana memutar bola matanya, menyimpan plastik itu di atas meja. "Gue nggak jadi beli di apotek bawah, pegawai apotek akan curiga kalau lihat gue beli tespeck."

Loveable Ties (TAMAT) Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα