Satu

176 18 2
                                    

March 2022, at Hapjeong-dong, Yonghwajin Cemetery

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

March 2022, at Hapjeong-dong, Yonghwajin Cemetery.

Seoul, di awal musim semi yang terjadi sekitar bulan Maret pada tahun 2022 menjadi musim yang lebih sering diguyur oleh hujan lebih sering dari biasanya. Guyuran air hujan berhasil membasahi hampir ke setiap penjuru ladang sebuah pemakaman di daerah Hapjeong meskipun hanya terjadi dalam beberapa menit. Pepohonan bunga sakura yang telah siap memekarkan kuncup-kuncup bunganya pun harus rela mengalah, melepaskan helai demi helai calon bunga cantiknya lantaran tak kuat menahan terpaan angin dan terjunan air hujan yang menimpa mereka. Seolah menandakan bahwa semua yang indah bahkan memiliki waktu untuk gugur.

Hujan di pemakaman Yonghwajin sudah berhenti sekitar satu jam yang lalu. Matahari yang semula bersembunyi di balik gumpalan awan cumulus nimbusnya pun mulai memancarkan sinarnya, mengembalikan hawa bumi menjadi sedikit lebih hangat. Meskipun begitu, seseorang bertubuh tinggi kekar dengan setelan jas serba hitamnya sama sekali tak beranjak. Jung Jae Hyun bergeming di bawah pohon trambesi besar yang terletak di salah satu sisi jalan setapak bersama payung semi basah yang ada di tangannya.

"Jae Hyun-ah, para wartawan sudah berkumpul di luar," seorang manajernya yang bernama Kim Sung Jin menginformasikan pada sang artis, bermaksud meminta Jae Hyun untuk segera meninggalkan pemakaman dan menemui jajaran para wartawan yang menunggunya di depan.

Mendengar informasi tersebut, Jae Hyun menghela napas berat sambil melepas kaca mata hitamnya.

"Aku tidak bisa pergi," pria itu menyampaikan keputusannya tanpa mengindahkan pandangannya dari seorang wanita yang masih berdiri begitu tegap di depan nisan. "Tolong sampaikan saja pesanku pada para wartawan. Ucapkan terima kasih sudah datang. Dan, usahakan jangan bongkar identitas mendiang."

Sung Jin menepuk bahu Jae Hyun lembut.

"Aku mengerti. Beritau aku kalau kau ingin pulang, oke?" tutur pria yang berumur lebih tua dari Jae Hyun itu.

"Oh, Hyung," Jae Hyun teringat sesuatu dan segera memanggil kembali manajernya yang kebetulan belum pergi terlalu jauh.

"Ya?"

"Tolong ambilkan mantelku di mobil," titah Jae Hyun.

"Oh, ya, baiklah."

Sepeninggal Sung Jin, Jae Hyun mengembalikan perhatiannya ke semula. Pada sosok wanita dengan terusan hitamnya yang sudah basah kuyup tapi ia tak memperdulikannya sama sekali. Sosok wanita yang memilih untuk tetap berdiri tegap di atas flatshoesnya tanpa gemetar. Bahkan, sejak hujan mengguyur hingga kembali kering, wanita itu tak bergeming sama sekali.

Jae Hyun menghela napas berat penuh penyesalan yang sama sekali tak bisa sirna meskipun ia sudah menghelanya ribuan kali.

"Wanita itu begitu mencintaimu, Yun Oh-ya," gumam Jae Hyun sendu.

Bayangan mengenai sosok mendiang kembarannya pun terputar menjadi film menyedihkan di kepala Jae Hyun. Selama bertahun-tahun karirnya di industri musik, selama nama Jae Hyun mentereng begitu silau di berbagai billboard, tak ada satupun yang mengenal sosok adik kembarnya; Jung Yun Oh. Rasanya menyesal tak terbendung lantaran Jae Hyun sempat begitu tak peduli pada masalah adiknya, hingga Yun Oh memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

TWINS : My First and My LastWhere stories live. Discover now