Dua Puluh Empat

90 10 0
                                    

Pemandangan di belakang punggung Jae Hyun telah berubah menjadi gelap bertaburan bintang dan kerlap-kerlip lampu perkotaan Seoul

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pemandangan di belakang punggung Jae Hyun telah berubah menjadi gelap bertaburan bintang dan kerlap-kerlip lampu perkotaan Seoul. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, artinya, sudah beberapa jam terlewat dari janji yang telah ia sampaikan pada Ji Na tadi pagi; bahwa ia akan pulang lebih awal. Rupanya, ada sesuatu yang terjadi di rapat tadi. Sesuai arahan Im Daepyo, bahwa Jae Hyun perlu mengawasi perbaikan yang akan dilakukan oleh tim di bawahnya terkait perkembangan terbaru proyek cabang ARDNT Korea. Intinya, Jae Hyun pusing sekali malam ini. 

    Pria itu mendesah panjang sambil melempar punggungnya pada sandaran kursinya. Ia lelah. Jika dulu pekerjaannya sebagai artis membuatnya menguras begitu banyak energi, maka sekarang rasa lelahnya jauh dua kali lipat dari pekerjaan artisnya dulu. Tak hanya energi, Jae Hyun bahkan harus menguras pikirannya dua kali lipat lebih keras. 

    “Aku rindu tampil di panggung,” gumamnya sambil memutar-mutar kursinya dengan santai. 

    Begitu pandangan Jae Hyun jatuh pada jam dinding yang menempel di dinding ruangannya, Jae Hyun pun tersadar. Ia sudah menyampaikan pesan pada Ji Na bahwa ia akan pulang terlambat. Maka, Jae Hyun mengulurkan tangan meraih ponselnya dari atas meja. Ia perlu mengecek pesan tersebut. 

    Me

    Ji Na-ya, aku tidak jadi pulang lebih awal.⸺18.30

    Topokkinya besok saja.⸺18.30

    Belum ada tanda bahwa pesan tersebut telah terbaca oleh Ji Na. Jae Hyun mengernyitkan dahinya. Ke mana gerangan wanita itu?

    Jemarinya pun bergerak menekan tombol telephone. Ia lantas menempelkan ponselnya di telinga kiri begitu nada sambung telephonenya dengan Ji Na berbunyi. 

    Tak ada jawaban. Sampai sambungannya terputus dengan sendirinya. 

    “Ck!” Jae Hyun berdecak sebal. Ia tak suka perasaan seperti ini. Artinya, ia harus pulang sekarang.

    Jae Hyun pun beranjak dari duduknya. Mematikan komputernya, merebut jas dan tas kerjanya lantas melesat pulang. 

*

    Semilir angin di halaman belakang rumah membalut dingin tubuh Ji Na hingga hampir membeku. Beruntunglah ada outer rajut tebal yang menutupi piyama merah yang dikenakannya. Jadi, ia masih tetap hangat dan tertidur sangat pulas di sofa meskipun hari telah berganti malam. 

    Wanita itu tak menyadari bahwa ia telah melalui waktu berjam-jam menunggu kepulangan Jae Hyun di halaman belakang rumahnya dan memilih untuk tertidur sangat pulas di sana. Bahkan, telah ada seperangkat alat makan yang ia sediakan di meja. Ia berniat untuk menghabiskan topokki yang akan dibawa Jae Hyun nanti di halaman belakang. 

    Namun, berhubung Jae Hyun tak kunjung pulang, Ji Na pun tertidur tanpa sadar. 

*

    “Ji Na!”

TWINS : My First and My LastWhere stories live. Discover now