EPILOGUE

149 7 2
                                    

Cerah sekali musim semi di bulan Mei ini. Kicau burung yang biasanya kalah dengan suara hiruk-pikuk kendaraan bahkan pagi ini terdengar cukup jelas dari luar jendela kamar Jae Hyun dan Ji Na. Sorot matahari sudah terlihat cukup tinggi, tandanya waktu bergulir semakin siang dan suhu berubah menjadi sedikit lebih hangat. 

Jae Hyun sudah terlihat tampan dengan kemeja putih yang membalut tubuhnya. Pria itu sudah menyelesaikan urusan mandinya, menata sedikit rambutnya dan tengah mengancingkan ujung lengan kemeja yang dikenakannya. Kepalanya menoleh ke arah ranjang yang terletak di sisi kiri tempatnya berdiri. Senyumnya langsung terulas dengan kedua lesung pipi yang tercetak dalam begitu netranya mendapati sosok tercinta istrinya yang masih tertidur pulas.

“Dia itu mau tidur sampai jam berapa, huh?” Jae Hyun bergumam terheranan sendiri mendapati Ji Na yang telah kembali tidur dengan pulas⸺padahal, beberapa waktu lalu, Sang Istri sudah terbangun lebih dahulu dari Jae Hyun. 

Jae Hyun sendiri agak terkejut dengan perubahan yang terjadi pada Ji Na. Jika biasanya wanita itu sangat rajin. Ia selalu bangun lebih pagi dan melakukan banyak aktivitas paginya; seperti menyiapkan sarapan untuk Jae Hyun dan membangunkan Putra mereka; Dante. Tapi, satu bulan belakangan ini, Ji Na berubah menjadi orang yang sangat mudah mengantuk dan bisa langsung tertidur di mana pun tempat yang ia duduki atau tiduri. Buktinya, pagi ini, Jae Hyun baru meninggalkan Ji Na untuk pergi mandi, tapi wanita itu rupanya kembali tidur. 

“Kau berubah menjadi Putri Tidur, Baby,” Jae Hyun terkekeh gemas. “Tapi, kita harus berangkat sebentar lagi.”

Jam di dinding kamar mereka menunjukkan pukul 7 pagi. Mereka harus bergegas untuk acara pembukaan patisserie milik Ji Na jam 10 nanti. Maksudnya, setelah sekian lama, mimpi Ji Na untuk memiliki toko kue akhirnya terwujud. Tapi, Sang Pemilik Mimpi benar-benar tengah bermimpi dalam tidur nyenyaknya dibandingkan bangun dan bersiap membuka patisserienya. 

Jae Hyun pun merebahkan tubuhnya di ranjang. Ia berhadapan dengan Ji Na, memandang betapa cantiknya Ibu dari Putranya⸺Dante⸺yang kini sudah berusia 7 bulan, Istri tercintanya.

“Babe,” tangan Jae Hyun mengusap lengan Ji Na, lantas menciumnya. “Kita harus berangkat ke acara pembukaan patisseriemu, ingat? Atau, kau justru sudah membuka tokonya dalam mimpimu, hum?”

Ji Na mengerjapkan mata mengantuknya. Ia tersenyum sambil terkekeh lemah. “Aku tertidur rupanya,” gumamnya yang selalu begitu setiap kali ia tidak sadar tertidur. 

“Kau selalu tiba-tiba tertidur,” Jae Hyun giliran mencium kening Ji Na. “Lelah? Dante tidak terbangun dan mengganggu tidurmu semalam, kan?” 

Sang Istri menjawab dengan gelengan. “Dante sudah sangat pintar tidur sendiri di kamarnya,” Ji Na menjawab sambil merangsek ke pelukan nyaman Jae Hyun. “Aku tidur pulas sekali setiap malam.”

“Baguslah. Artinya kau tidur cukup, Sayang,” Jae Hyun menghujani puncak kepala Ji Na dengan ciumannya. “Karena, kita harus berangkat sekarang.”

“Oke. Oke.” Tetapi, kedua mata Ji Na masih begitu lengket, seolah menempel begitu erat satu sama lain.

“Oke?” Jae Hyun terkekeh gemas atas jawaban Sang Istri yang sangat kontra dengan apa yang wanita itu lakukan. 

Ji Na terkekeh. “Iya. Aku membuka mataku,” Ji Na benar-benar memaksa kedua kelopak matanya terbuka. 

CUP. 

Bibir Jae Hyun tak tahan untuk tidak berlabuh di bibir plum Ji Na. Pria itu akhirnya memberikan ciuman paginya untuk Ji Na. 

“Aku belum sikat gigi,” protes Ji Na. 

“Aku suka bau mulutmu, Baby.”

“Ish, Jeffrey!!!”⸺

TWINS : My First and My LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang