Empat Puluh Empat

99 9 2
                                    

Sudah satu minggu berlalu sejak ciuman luar biasa itu.

Artinya, kurang lebih sudah satu minggu juga Jae Hyun pergi ke luar kota untuk perjalanan dinas; meninggalkan Ji Na yang masih uring-uringan sendirian dengan perasaannya. Kini, wanita itu duduk sendirian, menghabiskan hampir seperempat malamnya di dalam sebuah restoran pasta yang terkenal di ujung jalan Cheondam. Menghabiskan satu piring pasta rose carbonara selama 15 menit, dan berjam-jam sisanya hanya untuk melamun. 

Ji Na menghela napas berat. Ia tak paham, ia sendiri pun benci dirinya sendiri. Ia berubah menjadi seseorang yang takut jatuh cinta, takut ditinggalkan. Ia takut menghadapi itu. Padahal, Jae Hyun jelas-jelas telah menegaskan bahwa pria itu mencintainya. Tapi, entah apa yang isi kepalanya lakukan pada hatinya? Ia masih saja takut mengambil langkah. 

Terlebih, Jae Hyun malah pergi dinas satu hari setelahnya. Di saat keduanya masih begitu canggung dengan ciuman luar biasa itu, Jae Hyun justru harus menciptakan jarak semakin jauh dengan Ji Na. Ia membuat kesan seolah ciuman kemarin sama fananya dengan mimpinya waktu itu. 

Malam ini mendung. Ada gumpalan awan gelap yang menemani bulan. Tapi, hawa tak mengenakan itu bahkan tak terbaca oleh Ji Na. Ia begitu sibuk, mencari jawaban atas perasaannya. Ia ingin berani mencintai Jae Hyun. Tapi, pertanyaan-pertanyaan yang timbul setelahnya,mengenai kekhawatiran-kekhawatirannya sendirilah yang bertindak sebagai iblis. Merusak keyakinan perasaan itu. Dan, kembali membuatnya ragu. 

Sebenarnya, alasan utama keraguan Ji Na adalah : Ia takut kehilangan Jae Hyun. Ia takut Jae Hyun pergi seperti Yun Oh. 

Jika ia bisa melalui proses hingga baik-baik saja setelah kepergian Yun Oh, Ji Na tidak yakin jika itu terjadi pada Jae Hyun. Pria itu memberikan banyak obat pada luka hatinya. Dan, apa yang terjadi jika Ji Na kehilangan obatnya? Ia mungkin mati. 

*

Jae Hyun tak heran begitu ia mendapati Ji Na tak kunjung pulang walaupun hari sudah bergulir malam. Sejak pria itu tiba di Seoul, pulang ke rumahnya tadi siang, Ji Na sudah tidak ada. Sepanjang yang ia tau⸺Sung Jin menginformasikan⸺bahwa, ia sibuk mengantar kue bersama Ji Na tadi. Sampai Sung Jin mengantarkan Ji Na ke sebuah restoran pasta di Cheondam, karena wanita itu ingin makan pasta di sana. Sejauh itu saja informasi yang Jae Hyun terima.

Pria itu bolak-balik memperhatikan ponselnya, yang tidak juga berdering ataupun menandakan notifikasi pesan masuk apapun dari Ji Na. Itu membuat Jae Hyun sangat rungsing. 

Setelah jarak yang ia pangkas begitu barbar dengan Ji Na melalui ciuman luar biasa itu, kini seolah ada jarak besar lainnya yang begitu singkat tercipta di tengah mereka. Jae Hyun merasakan kecanggungan luar biasa di antara dirinya dengan Ji Na setelah ciuman itu. Ji Na menghindarinya, meskipun dengan semburat kemerahan yang sangat cantik di mata Jae Hyun. Tapi, gelagat itu membuat Jae Hyun khawatir. Apa jangan-jangan…Ji Na sebenarnya tak menyukai ciumannya waktu itu?

“Aish! Wanita memang membuat pusing semua orang!” gerutu Jae Hyun sambil menyentak sendok makannya ke atas mangkuk. Ia kehilangan nafsu makannya. 

Sialan. Ia rindu Ji Na. Sudah hampir satu minggu ia pergi ke Busan, tidak bertemu Ji Na sama sekali. Sekarang, ia sangat ingin bertemu Istrinya. Ia ingin menciumnya. Mendekapnya seperti malam-malam biasanya. Tapi, apa? Hampa sekali kepulangan Jae Hyun. 

TING.

Satu pesan masuk. Berhasil membuat tubuh Jae Hyun berjengit.

Namun, segera luntur begitu bukan Ji Na yang memberinya pesan. Melainkan Sung Jin.

Tulisannya :

Jae Hyun-ah, seorang chef pemilik restoran pasta itu bilang kalau restorannya akan tutup. Dan, istrimu masih di sana. Ya! Lakukan sesuatu!

TWINS : My First and My LastWhere stories live. Discover now