Tiga Puluh Sembilan

93 9 4
                                    

Menangis itu melelahkan. Seolah seluruh energinya tersedot habis karena ia melepaskan seluruh kesedihannya dalam tangisan yang tak kunjung habis. Jadi, Ji Na langsung tertidur begitu ia kehabisan energi. Wanita itu memeluk bantalnya sambil menyembunyikan wajahnya yang bengkak karena habis menangis.

Di tengah malam, wanita itu terusik. Ia mengerjapkan matanya yang sembab dan bengkak beberapa kali.

"Aku haus," gumamnya sambil mengusap kedua matanya yang terasa sangat berat untuk dibuka. Ji Na baru sadar, ia belum makan dan minum sama sekali sejak siang tadi.

Jadi, dengan berat dan malas, wanita itu pun beranjak dari tempat tidur. Mengambil langkah dengan terseret-seret menuju dapur. Beberapa kali ia menarik dan menghembuskan napasnya dengan berat melalui hidung. Jantungnya masih berdebar tak nyaman setelah menyaksikan adegan ciuman Jae Hyun dengan Crystal.

Ji Na meraih gelas kosong dan mengisinya dengan air mineral dingin hingga mencapai separuh penuh. Wanita itu meneguknya hingga separuh habis.

TAK!

Ia membanting gelasnya agak keras ke atas meja.

"Kesal sekali rasanya! Mau dicarikan alasan apapun, tetap saja caranya mencium wanita itu terlihat sekali kalau dia pasti punya perasaan pada Crystal!" Ji Na meneguk sisa air mineralnya dari gelasnya sekali lagi. "Aku tidak setolol itu masalah cinta. Ciuman-ciuman itu sama sekali bukan akting."

Sesak mulai mengikat dada Ji Na, hingga membuatnya harus melampiaskannya dengan cengkraman kuat pada gelasnya. Ia menahan air matanya⸺yang lagi-lagi siap akan tumpah⸺namun, berhasil ia tahan.

"Aku hampir percaya pada tingkah lakunya padaku," Ji Na menggigit bibir bawahnya, menahan air mata yang telah membasahi bola matanya. "Aku hampir membuat diriku mencoba untuk menerimanya. Cih!"

CKLEK.

Seseorang baru saja menekan saklar lampu dapur dan membuat Ji Na menolehkan kepala 90 derajat ke sisi kirinya. Wanita itu terperanggah, menegakkan tubuhnya dengan pupil mata yang melebar.

"J-jeffrey,"

Jae Hyun⸺yang berdiri di ambang area dapur⸺tak bicara sama sekali. Pria itu diam, tatapannya begitu dingin dan ketus ke arah Ji Na. Seolah Ji Na tau dengan jelas bahwa Jae Hyun tengah marah padanya. Bahkan, saat Suaminya mengambil langkah mendekat, Ji Na bisa merasakan hawa marah pada setiap langkah kaki Jae Hyun.

"Ekhm," Ji Na pun berdeham kikuk. Ia memilih untuk segera meletakkan gelas kosongnya ke wastafel dan berniat untuk kabur dari situasi sangat dingin itu.

Namun⸺

SRET

⸺Jae Hyun sudah menghadang Ji Na persis ketika wanita itu membalikkan tubuhnya.

Ji Na mengambil langkah mundur. Menghindari aura dominan yang sangat menguar dan menghipnotisnya dari Jae Hyun.

"Kau pernah menonton drama lain?" Jae Hyun bertanya. Pertanyaannya sangat mengintimidasi Ji Na. "Apa kau pernah melihat seorang aktor bisa terlihat tidak mencintai pasangan dramanya di dalam film? Apa seorang aktor harus mencintai pasangan dramanya terlebih dulu baru dia bisa bermain drama?"

"T-tidak tau..." Ji Na terus melangkah mundur. Ia bahkan menghindari tatapan tajam Jae Hyun ke arahnya.

"Lantas, darimana kau punya keyakinan begitu besar saat mengambil kesimpulan dramaku tadi, huh?" Jae Hyun terus mengambil langkah mendekat.

"K-karena, kau pernah mengatakannya sendiri~ Di banyak media, kau bilang bahwa tipe idealmu adalah Crystal. Apa kau bermaksud menuduhku tanpa alasan sekarang?"

TWINS : My First and My LastWhere stories live. Discover now