Tujuh

83 13 0
                                    

Jae Hyun tak mau ditanya : apa yang membuatnya akhirnya luluh dan membawa Ji Na pulang ke apartemennya?

Oh, tolong, abaikan itu. 

Karena, Jae Hyun sendiri merasa marah karena ia segitu mudahnya membawa orang asing masuk ke apartemennya. Maksudnya, sebagai artis, tak seharusnya Ji Na ada di sini. Di dalam apartemennya, di ruang makan dan sibuk menyendokkan bubur buatannya dengan begitu lahap.

    Pria itu melipat kedua tangannya di atas dada, memperhatikan Ji Na yang duduk di sebrang mejanya sedikit kesal. Wajah pucat wanita itu sudah mulai berubah sedikit demi sedikit menjadi kemerahan. Beberapa obat sudah masuk ke perutnya, lantas disusul satu mangkuk bubur yang Jae Hyun buat dengan begitu spesialnya. Wanita itu tak bicara sama sekali dan sibuk menghabiskan bubur buatan Jae Hyun sampai titik terakhir.

    “Kau tidak ingat kau pernah mengatai aku pembunuh, huh?” Jae Hyun menyindirnya. Ia berhasil membuat Ji Na mengangkat kepala dan menatapnya akhirnya. “Apa kau tidak takut aku meracuni bubur yang kau makan itu?”

    Ji Na mengusap bibirnya sejenak sambil memandang mangkuknya yang mulai habis. 

    “Yah, setidaknya aku bisa menyusul Yun Oh jika kau benar-benar meracuniku,” tutur wanita itu santai, lantas kembali menyendokkan bubur ke dalam mulutnya. 

    Jawaban wanita itu membuat Jae Hyun menggelengkan kepalanya sambil berdecak. “Aku tidak mengerti isi kepalamu,” gerutunya sambil beranjak berdiri, siap meninggalkan Ji Na di meja makan. 

    “Oh, tas dan kopermu ada di kamar sebelah sana,” Jae Hyun teringat, lantas menginformasikan mengenai kamar yang bisa Ji Na tempati sementara sambil menunjuk dengan dagunya. “Pakailah kamar itu sementara. Itu kamar Sung Jin Hyung dulu sebelum ia pindah ke rumah barunya. Tiketmu juga sedang dibelikan Sung Jin Hyung. Dia akan berikan tiketnya besok pagi.”

    “Hm.” Ji Na mengangguk. “Terima kasih. Dan, juga, Jae Hyun-ssi, kau tidak perlu mengantarku sampai bandara besok. Aku bisa berangkat sendiri.”

    Jae Hyun berdecak kecut. Memilih untuk melanjutkan langkah dibanding membalas ucapan Ji Na. 

Pria itu memasuki kamarnya dan duduk di sisi ranjangnya. Tangannya terulur meraih figura foto bergambar dirinya dengan Yun Oh yang ia pajang di kamarnya, sebelum ia memposisikan tubuhnya untuk menaiki ranjang dan menyandarkan punggungnya pada sandaran ranjangnya. 


    “Wanita itu bahkan tidak takut menyusulmu,” Jae Hyun mengusap foto Yun Oh dengan jemarinya

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.


    “Wanita itu bahkan tidak takut menyusulmu,” Jae Hyun mengusap foto Yun Oh dengan jemarinya. 

“Kau benar soal ketegasan yang kekasihmu miliki, Yun Oh. Dia bahkan tidak mau diantar sampai bandara. Tidak apa-apa, kan?”

    *

    Antara kelaparan atau memang bubur buatan Jae Hyun luar biasa enak. Ji Na memujinya berkali-kali di dalam hatinya. Ia pikir, Jung bersaudara itu patut jadi koki terkenal yang hebat. Atau, punya usaha restoran yang besar. Bagi Ji Na, yang sudah mahir memasak, saja bisa mengaggumi masakan itu. Ia tau detail bumbu per bumbu yang ia rasakan di lidahnya. Jae Hyun begitu lengkap memasukkan rerempahan dan bumbu lainnya. 

TWINS : My First and My LastTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon