Dua Belas

88 14 0
                                    

Jae Hyun memberondong langkah bersama Ji Na yang terkapar tak berdaya di gendongannya. Pria itu menjerit-jerit mencari pertolongan begitu ia berhasil menginjakkan kakinya di dalam rumah sakit. Darah yang melukai pergelangan tangan Ji Na sudah berhasil Jae Hyun sumpal dengan kain seadanya dari kemeja putihnya yang ia robek. Namun, darahnya tetap merembes dan membuat kain kemejanya dipenuhi warna merah pekat.

Mendapati kericuhan yang diciptakan, beberapa orang suster menghampirinya dengan ranjang dorong. Jae Hyun merebahkan Ji Na di atasnya, lantas menyerbu langkah bersama suster-suster lainnya mendorong ranjang menuju ruang IGD.

Dalam hatinya melafalkan harapan berulang kali.

Ia berharap Ji Na masih bisa ditolong.

Ia berharap ia tidak terlambat menyelamatkan nyawa Ji Na, sama seperti ia terlambat menyelamatkan nyawa Yun Oh.

Jae Hyun membawa tangannya menggenggam tangan Ji Na yang dipenuhi bercak darah.

"Kumohon. Tetaplah hidup. Jangan hukum aku kedua kalinya. Jangan buat aku tidak bisa menepati janjiku pada Yun Oh untuk menjagamu. Kumohon," batinnya bersaamaan dengan mengeratnya genggaman tangannya pada Ji Na.

Yun Oh, di antara banyak dampak buruk yang akan kuhadapi. Aku mendadak begitu takut dengan dampak yang satu ini. Bagaimana jika aku kembali mengecewakanmu karena tidak bisa menjaga wanita yang kau cintai?

"Tuan," seorang suster menghadang Jae Hyun begitu ia tiba di ambang pintu IGD. "Tuan tidak diizinkan masuk. Biarkan kami yang menanganinya."

Jae Hyun terdiam, membeku di tempat. Dari tempatnya berdiri, ia mendapati Ji Na memasuki ruangan IGD semakin dalam. Beberapa suster menempatkannya di salah satu semi ruangan berbataskan tirai.

"Tolong selamatkan dia. Apapun yang terjadi," pinta Jae Hyun gemetar.

Satu anggukan suster menjawab permintaan Jae Hyun. Wanita itu lantas memasuki ruang IGD, menutup pintunya dan membiarkan Jae Hyun memperhatikan kondisi Ji Na untuk yang terakhir kalinya sebelum suster bergerak menutup tirainya.

*

Sung Jin pening setengah mati. Dan, semakin pening begitu ia mendapati sosok Jae Hyun yang begitu lusuh tengah mengisi salah satu bangku yang berderet di luar ruangan. Ia pun berhenti sejenak sambil mengatur napasnya. Dari kejauhan, Sung Jin melihat kondisi Jae Hyun yang luar biasa kacau. Kemejanya tak terkancing dengan benar dipenuhi bercak darah. Belum lagi, satu sisinya robek dan membuatnya terlihat semakin lusuh. Sung Jin harus melihat kondisi terpuruk Jae Hyun itu untuk yang kedua kalinya.

Pertama, saat kematian Yun Oh.

Kedua, saat ini.

"Jae Hyun-ah,"

Jae Hyun menolehkan kepalanya malas ke sumber suara. Dari tempatnya duduk, ia mendapati Sung Jin berlari ke arahnya secara serampangan.

"A-apa yang terjadi? Kau bilang...Ji Na...mencoba bunuh diri?" Sung Jin tiba di sisi tempat duduknya, memberondongnya dengan pertanyaan.

Jae Hyun memberikan anggukkan lemas. Pikirannya sudah begitu kusut sehingga membuatnya kehilangan suara.

"L-lalu bagaimana?"

Jae Hyun menggelengkan kepala. Ia begitu takut untuk menjawab.

Sung Jin pun menghela napasnya kasar sambil membanting punggungnya pada sandaran kursi.

"Jika sudah begini, kita harus bagaimana, hah?" gerutu Sung Jin.

"Dia..." Jae Hyun bergerak, mengulurkan tangannya untuk menyerahkan selebar kertas yang sudah berbentuk tak karuan pada Sung Jin. "Dia menulis ini."

TWINS : My First and My LastWhere stories live. Discover now