Delapan

86 14 0
                                    

Sudah pukul 11 lewat 45 menit. 

    Jae Hyun menggeret koper hijau sage milik Ji Na dan menyerahkannya pada Sung Jin untuk dibawa masuk ke bagasi mobil. Setibanya Sung Jin di pelataran apartemennya, Ji Na dan Jae Hyun segera menghampirinya dalam keadaan membisu. Setelah percakapan mereka di ruang makan beberapa waktu yang lalu, tak ada suara sedikit pun dari mulut Ji Na maupun Jae Hyun.

    “Sudah. Ada lagi?” Sung Jin beres memasukkan koper itu ke kursi belakang mobilnya. 

    Jae Hyun menggelengkan kepala. 

    “Baiklah kalau begitu. Kita berangkat,” pria itu melangkah dengan ringan menuju pintu kemudi. 

    Sementara, Jae Hyun mengikuti dengan perlahan hingga ia berdiri persis di sisi pintu kemudi. Pandangannya terpatri tanpa perintah ke arah sisi kursi pengemudi. Tempat Ji Na duduk sambil melamun. 

    “Kau benar-benar pernah menyayanginya? ….. Meskipun sudah terlambat, setidaknya  lebih baik jika minimal kau pernah menyayanginya.”

    Entah apa yang membuat Ji Na meragukan perasaan Jae Hyun pada saudara kandungnya sendiri. Namun, pertanyaan itu benar-benar berhasil mengusik Jae Hyun. 

    Ia menyayangi Yun Oh. 

    Tapi, apa Yun Oh sadar bahwa ia menyayanginya?

    Apa yang ia lakukan selama ini sudah cukup untuk membuat Yun Oh mengerti bahwa Jae Hyun menyayanginya?

    Apa Yun Oh juga mempertanyakan hal yang sama seperti pertanyaan Ji Na barusan?

    Yun Oh…tidak mungkin…meragukan rasa sayangnya, kan?

    TIN.

    Sung Jin menekan klakson mobilnya, memberi tanda pada Jae Hyun bahwa ia siap berangkat sekarang. 

    Jae Hyun segera sadar, lantas mengetuk kaca mobil Sung Jin sejenak.

    Sung Jin menurunkan kaca mobilnya.

    “Ada apa?” tanyanya.

    “K-kabari kalau sudah sampai bandara,” tutur Jae Hyun tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari Ji Na.

    “Hm, tentu.”

    “Dan,” Jae Hyun memandang Sung Jin, “tolong menyetir pelan-pelan.”

    Sung Jin sempat terdiam sejenak.

    “Titip Ji Na.”

    “A-hm-ya, b-baiklah,” Sung Jin memiringkan kepalanya heran, sebelum akhirnya ia membawa laju mobilnya, meninggalkan Jae Hyun di belakang. 

    Dari arah spion kaca mobilnya, Sung Jin pun menangkap ekspresi aneh di wajah Jae Hyun. 

    “Ssh, ada apa dengan pria itu, ya?” desisnya bingung.

*

    “Maaf sudah merepotkanmu,” Ji Na bersuara begitu pelan sambil menoleh ke arah Sung Jin. 

    “Ah, tidak masalah,” Sung Jin mengibaskan tangannya. “Ngomong-ngomong, sejak kapan kau berpacaran dengan Yun Oh?”

    Ji Na bergumam sejenak. “Hm, dari kelas 10. Semester 2. Di bulan pertama aku pindah ke Ehren.”

    “Begitu?” Sung Jin cukup terkejut mendengarnya. “Wah. Kau benar-benar langsung menyukainya hanya dalam waktu satu bulan?”

    Ji Na terkekeh. “S-satu hari.”

TWINS : My First and My LastDonde viven las historias. Descúbrelo ahora