Empat Puluh Enam

141 11 3
                                    

#Sedikit Desclimer :
Karena, Author bahagia sekali kemaren banyak yang komen dan vote. Hari ini, Author kasih hadiah satu chapter lagi. Silahkaaannn~

Jangan lupa vote dan comment, ya~

Enjoy~

*

Jae Hyun itu sejatinya sangat posesif. Tapi, sialan romantis. Ya, kalian tau maksudku, romantis yang sangat natural memang ada di dalam aliran darahnya. Buktinya. 

Baiklah, kita lanjutkan pada cerita hari setelah Jae Hyun dan Ji Na beres mendobrak tembok kekakuan rumah tangganya dengan bercinta begitu aduhai malam itu. 

Masih cukup pagi, walaupun sebenarnya pagi itu sudah menginjak waktu yang kesiangan bagi Ji Na untuk bangun. Biasanya, ia akan bangun lebih pagi, menyiapkan sarapan dan makan siang untuk Jae Hyun bawa ke kantor. Tapi, percayalah, setelah kegiatan ‘olahraga’ malam yang berkeringat tapi nikmat itu, Ji Na jadi tidur terlalu pulas dalam balutan selimut yang sangat nyaman. Wanita itu akhirnya bergerak, mengerjapkan kedua matanya beberapa kali sambil meraba sisi tempat tidurnya. 

Tidak ada Jae Hyun. 

Yang ada hanya bantal tidur yang biasanya dipakai kepala Jae Hyun yang menggantikan posisi pria itu untuk ada di pelukan Ji Na.

Catatan. Itu kebiasaan yang Jae Hyun lakukan setiap kali ia harus terpaksa meninggalkan Ji Na sendirian di kamar tanpa pelukan. Ji Na menyadarinya, benar-benar, di detik ini. Di pagi ini ia bisa menatap bantal Jae Hyun⸺ya, hanya bantal yang kebetulan memiliki aroma shampo Suaminya⸺dengan senyum konyol yang sangat aneh. 

Ji Na mengawali hari dengan menjerit tertahan di bantal tersebut sambil berguling-guling bahagia di atas ranjang. Ia gila. Ia tak menyangka ia akan kembali memasuki fase jatuh cinta. Dan, pemilik bantal beraroma shampo inilah yang membuatnya jatuh cinta. Bahkan, semalam mereka bercin⸺

“Aaaa!! Sudah! Aku jadi mesum seperti Jeffrey kalau dilanjutkan!”

Ji Na menarik tubuhnya, sontak terduduk, melawan kegilaannya pagi ini. 

Wanita itu lantas beranjak berdiri, susah payah membuat selimutnya tetap membungkus tubuh polosnya yang masih tanpa busana, untuk bergerak menuju wardrobe kamar Jae Hyun. Oh, maksudnya, kamar mereka. Aw.

Ia tak ambil pusing. Tangannya asal merebut kaos hitam favorite Jae Hyun dari dalam lemari, dan memakainya tanpa pikir panjang. Kau tau, ya, tanpa pakaian dalam. Persetan itu. Ia tak akan butuh itu setelah ini. 

Suara denting agak berisik yang samar-samar terdengar hingga ke kamarnya pun membuat Ji Na buru-buru melangkah keluar kamar. Wanita itu tersenyum lebar di tengah langkah kakinya, begitu ia mendapati punggung kekar Jae Hyun⸺yang polos tanpa atasan⸺berdiri memunggunginya di dapur. 

Jae Hyun seksi kalau memegang peralatan memasak. Percayalah. 

“Jeff,” Ji Na pun menghampirinya, membuat dirinya senyaman mungkin memeluk pinggang ramping Jae Hyun dari belakang. 

“Hey,” Jae Hyun menolehkan kepala melalui bahunya, tersenyum ke arah Ji Na. “Kau pakai pakaianku.”

Ji Na terkekeh karena ketahuan. “Aku harus mulai memindahkan pakaianku ke wardrobe kamarmu,” lantas mencium punggung kekar Jae Hyun. 

“Oke,” jawab Jae Hyun santai, masih sibuk mengaduk makanan yang ada di pannya. 

“Kau seharusnya membangunkanku,” Ji Na mengintip makanan yang Jae Hyun masak melalui bahu Suaminya. “Aku jadi tidak bisa membawakanmu bekal makan siang.”

TWINS : My First and My LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang