Empat Puluh Dua

106 11 9
                                    

Ji Na ada dalam pelukan Jae Hyun. Sepanjang malam. Dan, baru kali ini Jae Hyun benar-benar mendekap tubuh Istrinya tanpa istirahat sama sekali. Ia memeluknya penuh dengan perasaan khawatir yang bergejolak. Khawatir akan kesehatan Istrinya. Khawatir akan kepercayaan Istrinya yang terjun drastis padanya.

Pagi sudah dimulai sejak dua jam yang lalu. Langit hari ini agak sedikit lebih redup dari biasanya, seolah memiliki perasaan yang sama mendungnya dengan Ji Na. Entah bagaimana caranya membuat Ia kembali cerah? Karena, bagi Jae Hyun, menyatakan cinta saja untuk saat ini tidak tepat waktunya. Bagaimana hal itu bisa jadi solusi di saat Ji Na sendiri saja masih kehilangan kepercayannya terhadap Jae Hyun?

Padahal, aku tidak pernah sedalam ini mencintai seseorang, Jae Hyun membatin. Menyuarakan dalam hati kebingungan yang ia hadapi di tengah masalah rumah tangganya dengan Ji Na. Pria itu, sibuk mencari jawaban dari kegusarannya sambil menatap raut wajah tenang Sang Istri yang masih terlelap di pelukannya, sambil membawa jemarinya menelusuri setiap lekuk wajah Istrinya yang tampak sangat cantik di matanya.

Tujuan Jae Hyun saat ini adalah mengembalikan stabilitas kapal rumah tangganya yang sedang goyah. Ia mengerti, sebagai seorang nahkoda, ia perlu mengambil tindakan demi 'mempertahankan' keselamatan kapalnya; alias rumah tangganya.

Aku tidak ingin mempertahankanmu dengan cara mengikatmu, Sayang. Jae Hyun merengkuh wajah Ji Na, mengarahkan wajahnya mendekat ke arah wajah istrinya. Aku tidak ingin menyakitimu dengan ikatan itu. Yang perlu aku lakukan adalah membuat kedua matamu benar-benar sadar bahwa aku sangat mencintaimu, Ji Na.

Jae Hyun menciumnya. Tepat di bibir Ji Na, yang masih tertidur begitu lelap dan hangat dalam pelukan Jae Hyun.

Saat ini, aku mungkin baru berani menciummu diam-diam. Karena, aku tak ingin kau menilai ciumanku sekedar hanya karena aku seorang aktor yang 'terbiasa' mencium wanita lain yang tidak kucintai. Jae Hyun masih membiarkan bibirnya di atas permukaan bibir Ji Na. Tapi, aku akan mengambil ciuman ini nanti dengan cara yang benar. Dengan cara yang bisa membuatmu sadar. Lalu, kita akan sama-sama tidak bisa mundur lagi untuk mengelak.

Bibir Jae Hyun bergerak sedikit. Karena, percayalah, sengatan listrik di bibir Ji Na saat bersentuhan dengan bibir tebalnya tak sanggup Jae Hyun tahan lebih lama lagi. Candu yang wanita itu berikan⸺meskipun wanita itu hanya diam saja; sibuk melanjutkan mimpi⸺membuat Jae Hyun melepaskan kontrol dari bibirnya; dan bergerak begitu lembut melumat bibir Sang Istri.

Sekali aku melakukannya, Sayang. Aku tidak akan bisa berhenti.

DRRTTT⸺DDRRRTTTT!!

Ponsel Jae Hyun yang berada di atas nakas bergetar hebat. Suaranya bahkan menggema cukup mengganggu tidur nyenyak Ji Na, hingga membuatnya sedikit terusik. Jae Hyun melepaskan ciumannya, mengamati Sang Istri yang ternyata masih melanjutkan dengkuran halusnya; tak menyadari ciuman Jae Hyun barusan.

Tak ingin tidur Ji Na terganggu, Jae Hyun pun bergerak mengulurkan tangan ke arah nakas. Mendapati nama Crystal muncul di layar ponselnya. Pria itu berdecak. Menahan amarah. Namun, saat panggilan Crystal terputus sepihak, ada satu notifikasi pesan yang rupanya sudah Crystal kirimkan sebelumnya. Tulisannya :

Jae Hyun-ah, suhu tubuhku demam tinggi. Aku tidak tau harus meminta tolong pada siapa.

Jae Hyun berdecak. Ia tau, Crystal tak punya keluarga di Korea. Maka, ia pun tak sanggup mengabaikan permintaan tersebut.

Dengan perlahan, Jae Hyun pun turun dari ranjangnya. Meninggalkan Ji Na dengan bantal⸺sebagai ganti pelukannya⸺dan selimut tebal yang membungkus tubuhnya. Langkahnya perlahan menuju kamar mandi yang berada di kamar lain, ia tak ingin mengganggu tidur Ji Na.

TWINS : My First and My LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang