Tiga Puluh Empat

99 8 4
                                    

Jae Hyun sangat suka membuat Ji Na terlibat pada setiap aktivitas yang dilakukannya. Apapun itu. Selagi bisa, ia ingin kedua netranya selalu menangkap keberadaan Ji Na di mana pun wanita itu berada. Jae Hyun tau, ia gila. Tapi, hal gila itu menjadi sangat masuk akal jika kau jatuh cinta. Percayalah. 

Buktinya pagi ini, begitu ia menyelesaikan urusan mandinya setelah keributan menggemaskan yang ia dan Ji Na ciptakan dengan Ibunya barusan, Jae Hyun buru-buru ingin keluar. Dengan kemeja seadanya⸺sengaja tanpa dikancingkan⸺serta dasi warna senada yang hanya Jae Hyun sampirkan dengan malas di sekitar lehernya, ia pun melangkah keluar kamar. 

Ia tau, ia sudah cukup menyaksikan obrolan Ji Na dan Ibunya dari kejauhan. Merekam seluruh interaksi manis di antara Ji Na dan Ibunya, lengkap dengan permintaan Ibunya⸺mewakili hati Jae Hyun⸺untuk meminta Ji Na mengabaikan kontrak. Good job, Eomma, puji Jae Hyun untuk Ibunya. 

“Ji Na,” Jae Hyun memanggil Istrinya begitu langkah kakinya tiba di ambang dapur. Karena, sudah cukup, ia ingin perhatian Ji Na secara sepenuhnya padanya. Perhatian untuk Ibunya sudah cukup, Jae Hyun juga mau diperhatikan. 

“Eo?” Ji Na menoleh. Ia segera mendapati begitu Jae Hyun keluar kamar dengan kemeja dan dasinya. 

Sang Istri paham tugasnya. Ia lantas meletakkan mangkuknya sejenak, menyerahkan urusan masak-memasaknya pada Ibu Mertuanya. Kemudian, melangkah ringan menghampiri Sang Suami. 

“Tidurmu nyenyak?” tanya Ji Na sambil menyibukkan tangannya mengancingkan kemeja Jae Hyun.

“Hm,” Jae Hyun sangat berterima kasih pada pelukan Ji Na semalam. Serta, usapan halus tangan istrinya di kepalanya. Itu sangat membantunya meredakan masalahnya sementara. “Aku mulai memahami mengapa kau selalu butuh pelukan setiap kali ada masalah. Terima kasih.”

Ji Na tersenyum. “Aku tau. Itu sangat berguna, kan?” tuturnya sombong.

Jae Hyun mengangguk. 

Oh, percayalah, saat ini, ia sangat berusaha sekuat tenaga untuk menahan hasrat laki-lakinya. Jarak antara dirinya dengan Ji Na saat ini terbilang cukup membuat hati Jae Hyun ketar-ketir. Wanita itu sangat rapat di hadapannya. Tangannya halus secara tipis-tipis menyentuh permukaan lehernya saat ia menyimpulkan dasi untuknya. 

“Aku mungkin akan membutuhkannya lagi lain waktu,” Jae Hyun tak tahan. Akhirnya, membiarkan tangannya bergerak sesukanya, yaitu, meraih pinggang Ji Na; melingkar di sana dan membuat Istrinya semakin merapat padanya. 

Jae Hyun tau, tindakannya barusan membuat Sang Istri merona. Merah sekali, tapi Jae Hyun menyukai reaksi jujur wanita itu. 

*

Dari arah dapur, tepatnya dari balik pantry dengan panci berisi sup hangat, Min Jung memperhatikan interaksi Ji Na dan Jae Hyun sambil tersenyum lebar. Sang Ibu, paham betul gelagat anaknya.

Cara Jae Hyun memanggil Ji Na.

Cara Jae Hyun yang langsung membawa langkahnya menuju Ji Na.

Cara Jae Hyun menyerahkan tubuhnya untuk Ji Na perhatikan. Sekedar mengancingkan kemejanya, menyimpulkan dasinya. Tindakan sederhana yang sebenarnya bermakna dalam. Jae Hyun tak terbiasa membiarkan orang lain membantunya berpakaian. Min Jung tau, bahkan dengan profesi Anaknya sebagai artis⸺yang membuat Sang Anak harus terbiasa diurusi banyak orang⸺hanya seorang Sung Jinlah yang diberikan kepercayaan oleh Jae Hyun untuk mengurusi pakaian seorang Jae Hyun. Kini, ada Ji Na yang melakukannya. Istrinya.

Bahkan, cara Jae Hyun menatap Ji Na.

Cara Jae Hyun bicara dengan Ji Na. Betapa halus dan dalamnya suara pria itu. Seolah, jika ia meninggikan suaranya sedikit saja, maka ia akan menyakiti Ji Na.

TWINS : My First and My LastKde žijí příběhy. Začni objevovat